Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pao An Tui, Penjaga Keamanan Tionghoa pada Masa Revolusi Kemerdekaan

Anggota Pao An Tui dibekali senjata api serta wewenang untuk turun dalam aksi pengamanan masyarakat Tionghoa di Indonesia, yang setelah proklamasi kemerdekaan kerap menjadi sasaran penyerangan rakyat pribumi.

Meski mendapat dukungan dari beberapa tokoh Indonesia, Pao An Tui diliputi pro dan kontra karena sering dituding sebagai simpatisan Belanda.

Pao An Tui pun dibubarkan pada 1949, seiring penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia.

Lahirnya Pao An Tui

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, terjadi kekacauan di masyarakat yang disebabkan oleh gerakan revolusi sosial.

Gerakan revolusi awalnya didasarkan atas keinginan untuk menghilangkan segala simbol kolonial, baik di kalangan tentara maupun rakyat yang bertalian dengan pemerintah kolonial.

Pada perkembangannya, gerakan ini tidak lagi terkontrol dan berubah menjadi gerakan balas dendam yang dipenuhi kebencian.

Salah satu korban dari gerakan tersebut adalah masyarakat Tionghoa, yang dianggap diuntungkan dari praktik kolonial.

Pada masa penjajahan Belanda, kebijakan pemerintah kolonial membuat status orang-orang Tionghoa lebih tinggi daripada rakyat pribumi.

Orang-orang Tionghoa (bersama orang Arab dan India) merupakan warga negara kelas dua, sedangkan rakyat pribumi adalah kelas tiga.

Konsekuensinya, orang-orang Tionghoa pun diperlakukan lebih istimewa daripada penduduk pribumi.

Oleh sebab itu, gerakan revolusi yang dilakukan oleh kelompok republikan menjadikan orang Tionghoa sebagai target kekerasan, pencurian, dan perampokan.

Untuk menghalau kekerasan yang menargetkan masyarakat Tionghoa, dibentuklah Pao An Tui, yang terdiri atas pemuda-pemuda yang mahir bela diri.

Pao An Tui pertama kali dibentuk di Medan pada 1946. Pada 1947, Belanda menerjunkan militernya untuk kembali menguasai wilayah Indonesia, yang dikenal sebagai peristiwa Agresi Militer Belanda I.

Para tokoh Tionghoa membaca bahwa agresi militer tersebut akan berdampak besar bagi keamanan orang Tionghoa.

Menyikapi hal tersebut, digelar sebuah konferensi masyarakat Tionghoa di Jakarta antara 24-26 Agustus 1947.

Pao An Tui secara resmi dibentuk pada 29 Agustus 1947, setelah dilakukan konferensi di Jakarta selama tiga hari.

Kantor pusat Pao An Tui berada di Jakarta, dengan diketuai oleh Loa Sek Hie.

Loa Sek Hie dibantu Oey Kim Sen sebagai wakil ketua, Khouw Joe Tjan sebagai sekretaris, dan Cong Fai-kim sebagai bendahara.

Keberadaan pasukan penjaga keamanan Tionghoa ini semakin diperkuat dengan Peraturan Militer No. 516 yang dikeluarkan oleh Belanda pada September 1947.

Pergeseran tujuan

Sebagaimana disebut, Pao An Tui dibentuk dengan tugas untuk mengamankan masyarakat Tionghoa dari kekacauan pada masa revolusi.

Pada awalnya, pembentukan Pao An Tui berjalan cukup mulus, dengan dukungan dari pihak Belanda maupun Indonesia.

Salah satu tokoh Indonesia yang mendukung pembentukan penjaga keamanan Tionghoa ini adalah Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Meski mendapat pasokan senjata dan seragam dari pasukan Sekutu pro-Belanda, Pao An Tui mengklaim mereka tetap netral.

Pasukan Pao An Tui tersebar di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Bukittinggi dan Yogyakarta.

Di Yogyakarta, orang Tionghoa telah dijamin keselamatannya oleh sultan, yang sebenarnya khawatir kalau badan ini akan dimanfaatkan oleh Belanda.

Benar saja, dalam perkembangannya, banyak anggota Pao An Tui yang mulai bekerja sama dengan Belanda untuk memerangi pejuang republik yang dianggap sebagai ekstrem dan menebar teror.

Mereka dijadikan alat oleh Belanda untuk membantu pembersihan orang-orang yang membantu tentara republik.

Dalam aksinya, mereka juga menjarah dan membakar toko-toko milik orang Indonesia, maupun milik Tionghoa yang pro-kemerdekaan.

Operasi itu tidak jarang menimbulkan korban jiwa dari pihak rakyat sipil.

Karena alasan itulah, Pao An Tui mulai dicap pro-Belanda dan kehilangan kepercayaan dari banyak pihak, termasuk masyarakat Tionghoa yang mendukung kemerdekaan Indonesia.

Bubarnya Pao An Tui

Lembaran-lembaran hitam yang dicatatkan oleh sekelompok anggota Pao An Tui membuat kaum intelektual Tionghoa mengajukan usul pembubaran pasukan keamanan ini kepada pemerintah Belanda.

Salah satu alasannya, masyarakat Tionghoa tidak ingin pasukan penjaga keamanan ini dijadikan alat oleh Belanda.

Pada Maret 1949, Pao An Tui di seluruh Jawa dan Sumatera secara resmi dibubarkan.

Referensi:

  • Prasetya, Y. A. (2019). Wacana politik dan diskriminasi dalam kumpulan cerita pendek Pao An Tui karya Dwicipta. Satwika: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial, 3(1): 87-97.
  • Setyowati, U. (2018). Perjanjian Dwi Kewarganegaraan: Kehidupan Etnis Tionghoa di Kota Yogyakarta (1950-1970). Ilmu Sejarah-S1, 3(3).

https://www.kompas.com/stori/read/2023/05/23/170000879/pao-an-tui-penjaga-keamanan-tionghoa-pada-masa-revolusi-kemerdekaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke