Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Daftar Pelanggaran HAM Berat di Papua

Provinsi Papua sebelumnya lebih dikenal dengan nama Irian Jaya yang mencakup seluruh Tanah Papua bekas Nugini Belanda.

Sejak zaman kemerdekaan Indonesia, Papua telah menjadi wilayah yang kontroversial, karena keberadaannya bisa dikatakan "diperebutkan" oleh Indonesia dan Belanda.

Seiring berjalannya waktu, berbagai kasus lain juga beberapa kali terjadi di Tanah Papua yang bahkan tergolong peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Berikut ini daftar pelanggaran HAM berat di Papua.

Tragedi Wasior (2001)

Tragedi Wasior adalah salah satu peristiwa berdarah yang pernah terjadi pada 2001 di Papua.

Peristiwa Wasior termasuk dalam pelanggaran HAM berat yang sampai sekarang, setelah 21 tahun, juga belum mendapat titik terang.

Proses peradilan juga berjalan stagnan, sehingga keluarga dan korban Tragedi Wasior 2001 meminta pertanggungjawaban kerugian materiil dan moril kepada pemerintah.

Menurut catatan, penyebab awal terjadinya Tragedi Wasior adalah ketika perusahaan kayu PT VPP dianggap warga telah mengingkari kesepakatan yang dibuat untuk masyarakat.

Adapun kesepakatan yang dibuat berkaitan dengan pembayaran saat pengapalan kayu sebagai ganti rugi hak ulayat masyarakat adat.

Hak ulayat adalah hak penguasaan tertinggi atas tanah kepunyaan bersama warga di bawah masyarakat hukum adat.

Sebagai bentuk protes, masyarakat menyampaikan tuntutan mereka dengan menahan speed boat perusahaan sebagai jaminan, setelah sebelumnya mereka memberikan toleransi beberapa waktu.

Perusahaan kemudian memberikan aksi balas dengan mendatangkan Brimob untuk memberi tekanan kepada masyarakat yang melakukan pemberontakan.

Masyarakat pun mengeluhkan tindakan yang dilakukan perusahaan dan Brimob yang kemudian ditindaklanjuti oleh TPN atau OPM (Organisasi Papua Merdeka) dengan cara kekerasan.

Ketika tuntutan mereka tidak dihiraukan oleh perusahaan, kelompok TPN/OPM menyerang pihak perusahaan dan Brimob. Peristiwa ini menewaskan lima anggota Brimob dan seorang karyawan PT VPP.

Selain itu, mereka juga membakar enam pucuk senjata milik anggota Brimob bersama peluru dan magazennya.

Saat pihak aparat berusaha mencari pelaku di balik peristiwa mengenaskan itu, terjadi berbagai tindak kekerasan berupa siksaan, pembunuhan, penghilangan secara paksa, hingga perampasan kemerdekaan masyarakat di Wasior.

Tercatat ada empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang hilang, dan 39 orang disiksa.

Sampai sekarang, kasus Wasior 2001 masih belum menemukan titik terang.

Peristiwa Wamena (2003)

Kasus pelanggaran HAM berat di Papua lainnya adalah Peristiwa Wamena yang terjadi tahun 2003.

Penyebab Peristiwa Wamena 2003 adalah tewasnya dua anggota TNI dalam aksi pembobolan sekelompok orang terhadap gudang senjata markas Komando Distrik Militer Wamena.

Identitas dua anggota TNI yang menjadi korban adalah Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata), sedangkan satu korban lagi mengalami luka berat.

Diduga kelompok penyerang membawa lari sejumlah senjata dan amunisi.

Menindaklanjuti kasus itu, aparat TNI Angkatan Darat bersama Polri melakukan pengejaran dan penyisiran di 25 kampung dan desa di Wamena.

Lalu, pada 4 April 2003, masyarakat Wamena yang kala itu sedang merayakan Hari Raya Paskah, dikejutkan dengan kehadiran personel TNI-Polri di kampung mereka.

Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, ditemukan adanya pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan warga sipil menjadi korban.

Akan tetapi, sampai saat ini, penyelesaian Peristiwa Wamena 2003 masih belum mendapat kemajuan yang signifikan.

Kasus Paniai (2014)

Pada 8 Desember 2014, terjadi kasus penembakan terhadap warga sipil di Paniai, Papua.

Diduga peristiwa penembakan ini dilakukan oleh pihak aparat TNI.

Penyebab peristiwa penembakan Paniai bermula pada 7 Desember 2014 dini hari. 

Pada waktu itu, kelompok remaja setempat sedang berjaga untuk menjaga keamanan jelang perayaan Hari Natal.

Tiba-tiba, tampak sebuah mobil hitam melaju dari Enaro menuju Madi Kota dan melewati penjagaan di daerah Togokutu.

Namun, anehnya, lampu mobil tersebut tidak dinyalakan.

Karena merasa curiga, tiga remaja warga sipil menghentikan mobil tersebut untuk menegur sang pengemudi, yang diduga anggota TNI.

Akan tetapi, teguran mereka tidak dihiraukan dan sang pengemudi melanjutkan perjalanannya ke Madi Kota.

Rupanya, orang-orang yang ada di dalam mobil itu merasa tidak terima mobilnya dihentikan.

Setibanya di markas TNI, mereka mengajak anggota lainnya untuk menghajar tiga remaja yang tadi menghentikan mobilnya.

Satu remaja babak belur dan dua orang lainnya berhasil menyelamatkan diri.

Warga lain kemudian membawa satu anak yang terluka ke rumah sakit.

Pagi harinya, warga berkumpul di lapangan Karel Gobay untuk meminta pertanggungjawaban atas pemukulan ketiga remaja Papua.

Kepala Kepolisian Daerah Papua saat itu, Irjen Pol Yotje Mende juga menyebutkan bahwa warga setempat memblokade jalan poros Enarotali-Madi.

Wakapolres Paniai pun datang untuk bernegosiasi dengan warga Paniai.

Akan tetapi, ketika warga setempat bersedia membuka blokade jalan, kelompok yang diduga aparat TNI justru menembaki warga sipil Ppaua.

Tercatat lima orang tewas di tempat dan 12 orang mengalami luka-luka.

Lima orang yang tewas merupakan remaja Papua, yaitu Simon Degei (18 tahun), Otianus Gobai (18 tahun), Alfius Youw (17 tahun), Yulian Yeimo (17 tahun), dan Abia Gobay (17 tahun).

Irjen Pol Yotje menyebutkan tembakan berasal dari arah gunung dan ia juga menyangkal pelaku penembakan merupakan anggota Polda Papua.

Untuk menindaklanjuti kasus ini, di dalam Sidang Paripurna disebutkan bahwa peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014 diputuskan secara aklamasi sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat.

Sayangnya, Komnas HAM menganggap bahwa anggota TNI tidak kooperatif selama proses pemeriksaan.

Jadi, seolah-olah kasus ini dibiarkan begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/13/120000879/daftar-pelanggaran-ham-berat-di-papua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke