Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biografi Marwan bin Hakam, Khalifah Bani Umayyah Keempat

Marwan I menjadi khalifah setelah terputusnya keturunan Muawiyah dengan meninggalnya Muawiyah II pada 64 H.

Marwan I diangkat menjadi khalifah oleh suku-suku yang setia kepada keluarga besar Dinasti Umayyah pada masa Perang Saudara Islam II.

Namun, kekuasaannya hanya bertahan selama sekitar 10 bulan karena Marwan bin Hakam meninggal secara mendadak pada tahun 685 Masehi.

Berikut biografi singkat Marwan bin Hakam.

Sekretaris Utsman bin Affan

Marwan bin Hakam adalah putra Al-Hakam bin Abi al-As dan Amina binti Alqama yang lahir pada tahun 2 atau 4 Hijriah (623 atau 626 M).

Marwan I memiliki beberapa istri, salah satunya adalah putri dari Khalifah Utsman bin Affan (644-656).

Pada masa Khalifah Utsman, Marwan I pernah ambil bagian dalam perang melawan Kekaisaran Bizantium di Kartago.

Setelah itu, ia ditunjuk sebagai gubernur di Fars (Iran Barat Daya), sebelum akhirnya menjadi sekretaris Khalifah Utsman di Madinah.

Pada 656, Khalifah Utsman dibunuh oleh para pemberontak yang tidak puas dengan kepemimpinannya yang dituding penuh dengan nepotisme.

Dalam peristiwa itu, Marwan I terluka karena melindungi Utsman dan setelahnya seluruh keluarga Dinasti Umayyah melarikan diri ke Mekkah.

Terlibat Perang Saudara Islam dan menjadi gubernur

Pembunuhan Utsman memicu terjadinya Perang Saudara Islam I, yang diawali dengan Perang Jamal atau Perang Unta.

Perang Jamal merupakan pertempuran antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah, yang menuntut keadilan atas pembunuhan Utsman.

Dalam perang ini, Marwan bin Hakam turut terlibat di kubu Aisyah, yang menderita kekalahan dari Khalifah Ali.

Seusai perang, Marwan I ke Suriah menyusul sepupu jauhnya, Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I, yang menjadi gubernur di sana.

Pada 658, Marwan I berpartisipasi dalam Perang Shiffin yang melibatkan Khalifah Ali dan Muawiyah I.

Tiga tahun kemudian, Muawiyah I mendirikan Bani Umayyah di Damaskus, setelah menerima penyerahan kekuasaan dari Khalifah Hasan bin Ali.

Hasan bin Ali, yang dibaiat sebagai pengganti Khalifah Ali, melakukan hal itu untuk mengakhiri perang saudara di antara sesama Muslim.

Pada masa pemerintahan Muawiyah I, Marwan I sempat ditunjuk sebagai Gubernur Bahrain, sebelum akhirnya menjadi Gubernur Madinah periode 661-668 dan 674-677.

Terusir dari Madinah

Setelah Muawiyah I meninggal pada 680, meletus Perang Saudara Islam II.

Peperangan dipicu tindakan Muawiyah I yang mengangkat putranya, Yazid bin Muawiyah sebagai khalifah selanjutnya.

Padahal, ketika terjadi penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali, terjadi kesepakatan apabila Muawiyah I meninggal, maka pengangkatan khalifah harus diserahkan kembali pada musyawarah umat Muslim.

Oleh karena itu, Husain bin Ali bersama putra para sahabat Nabi menolak mengakui Yazid bin Muawiyah sebagai khalifah dan terjadilah peperangan.

Peristiwa itu mengakibatkan klan Umayyah, termasuk Marwan, diusir dari Madinah.

Pada 683, Yazid meninggal dan takhta Bani Umayyah jatuh ke tangan putranya yang bergelar Muawiyah II, dengan kekuasaan terbatas di sebagian wilayah Suriah.

Di saat yang sama, salah satu putra sahabat Nabi bernama Abdullah bin az-Zubair menyatakan dirinya sebagai khalifah bagi seluruh umat Islam.

Menjadi khalifah keempat Bani Umayyah

Setelah terusir dari Madinah, Marwan bin Hakam pergi ke pusat pemerintahan Bani Umayyah di Suriah.

Pada awal 684, terjadi kekosongan kekuasaan di Bani Umayyah setelah Muawiyah II meninggal tanpa menunjuk ahli waris.

Didorong oleh mantan Gubernur Irak, Ubaidillah bin Ziyad, Marwan akhirnya mengajukan diri sebagai khalifah Bani Umayyah, bersaing dengan Khalid bin Yazid, adik Muawiyah II.

Setelah dilakukan musyawarah di antara suku-suku Arab di Suriah yang setia terhadap Bani Umayyah, Marwan bin Hakam dipilih menjadi khalifah.

Marwan bin Hakam dipilih menjadi khalifah Bani Umayyah keempat karena dipandang lebih dewasa, serta memiliki pengalaman militer dan politik dibanding Khalid.

Abdullah bin az-Zubair menolak kekuasaan Marwan I hingga akhirnya kedua kubu berhadapan dalam Pertempuran Marj Rahith pada 684.

Dalam pertempuran ini, Marwan I memenangkan pertempuran. Masih di tahun yang sama, ia menghadapi serangan dari kelompok yang loyal terhadap Husain bin Ali dalam Pertempuran Ain al-Wardah.

Kebijakan Marwan bin Hakam untuk kekhalifahan kurang kentara karena masa pemerintahannya memang disibukkan dengan peperangan.

Selama masa pemerintahannya, Marwan I berusaha memulihkan pemerintahan Umayyah di seluruh kekhalifahan yang sebagian besar telah mendukung Abdullah bin az-Zubair.

Salah satu prestasi Marwan bin Hakam adalah menegaskan kembali kekuasaan Bani Umayyah di Mesir, Palestina, dan Suriah utara.

Meski beberapa sumber Islam menyebut Marwan sebagai sosok yang kejam, sebagai pemimpin ia juga diakui cakap di bidang militer dan meletakkan dasar bagai pemerintahan keturunannya di Suriah.

Marwan bin Hakam meninggal

Kematian Marwan bin Hakam diselimuti banyak misteri, karena pernyataan yang berbeda-beda dari beberapa sumber Islam.

Diperkirakan Marwan bin Hakam meninggal pada sekitar musim semi tahun 65 Hijriah atau 685 Masehi.

Sebagian mengatakan Marwan I meninggal di Damaskus, tetapi ada pula yang meyakini ia meninggal di Al-Sinnabra, dekat Danau Tiberias.

Berdasarkan laporan al-Mas'udi, Bosworth dan beberapa sejarawan lainnya, Marwan I diduga meninggal karena wabah yang melanda Suriah saat itu.

Namun, ada pula yang mengklaim bahwa Marwan I meninggal karena dibunuh.

Sebelum meninggal, Marwan telah menunjuk Abdul Malik bin Marwan sebagai ahli warisnya.

Referensi:

  • Saufi, Ahkmad dan Hasmi Fadiillah. (2015). Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Deepublish.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/11/28/180000379/biografi-marwan-bin-hakam-khalifah-bani-umayyah-keempat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke