Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kekejaman PKI di Indonesia

KOMPAS.com -  Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah partai politik yang dibentuk pada 23 Mei 1914.

Dalam sejarah, PKI sempat menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia, sebelum akhirnya dibubarkan pada 1965 oleh Soeharto.

Pembubaran PKI disebabkan oleh peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada 1965.

PKI dituding menjadi dalang di balik penculikan serta pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat dalam peristiwa G30S.

Selama PKI ada, citra yang terlihat dari partai politik ini memang sangat beragam. Ada yang mendukung PKI, ada pula yang menganggap mereka kejam.

Lantas, benarkan PKI melakukan berbagai kekejaman di Indonesia?

PKI Madiun 1948

Salah satu kekejaman PKI di Indonesia seringkali disebut terjadi dalam peristiwa pemberontakan PKI Madiun 1948.

Pemberontakan PKI Madiun adalah konflik yang terjadi antara pemerintah Indonesia dengan kelompok oposisi sayap kiri.

PKI Madiun 1948 meletus pada tanggal 18 September 1948. Kala itu, PKI, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), berusaha merebut kekuasaan karena merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah.

Peristiwa ini diawali dengan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin, yang sudah tidak lagi mendapat dukungan karena dituduh membawa kerugian bagi Indonesia ketika Perjanjian Renville ditandatangani.

Setelah jabatan Amir sebagai Perdana Menteri berakhir pada 28 Januari 1948, Mohammad Hatta ditunjuk untuk membentuk kabinet baru.

Hatta sempat menawarkan posisi kabinet kepada Amir, tetapi tidak terjadi kesepakatan lantaran Amir menginginkan posisi kunci.

Pada akhirnya, Hatta membentuk kabinet baru tanpa ada golongan sayap kiri atau komunis.

Justru, Mohammad Hatta memiliki program utama yaitu melaksanakan Perjanjian Renville dan rasionalisasi tentara Indonesia.

Didorong rasa kecewa karena Hatta, golongan sayap kiri memutuskan membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin.

Dalam perkembangannya, FDR berubah menjadi radikal dan programnya berfokus untuk menentang kebijakan Kabinet Hatta.

FDR pun mulai mencari dukungan dari para petani dan mendorong mereka melakukan pemogokan buruh.

Situasi kian memanas setelah Musso, tokoh senior komunis Indonesia, kembali dari di Uni Soviet.

Pemberontakan pun terjadi pada 18 September 1948 pagi. Sekitar 1.500 orang pasukan FDR bergerak maju ke Madiun.

FDR mulai merebut jabatan pemerintah daerah, sentral telepon, dan markas tentara yang dipimpin oleh Sumarsono dan Djoko Sujono.

Serangan ini menewaskan dua perwira dan empat orang terluka.

Hanya dalam hitungan jam, FDR berhasil menguasai Madiun.

Keberhasilan FDR menguasai Madiun dikabarkan disusul dengan aksi penjarahan, penangkapan sewenang-wenang terhadap musuh PKI, dan menembak musuh PKI.

Disebutkan juga banyak mayat bergelimpangan di sepanjang jalan setelah insiden tersebut.

Akan tetapi, pada kenyataannya tidak demikian. Justru, FDR menyatakan kesediaan mereka untuk berdamai dengan pemerintah Indonesia.

Selain itu, mereka juga menyiarkan melalui radio bahwa apa yang terjadi di Madiun bukanlah sebuah kudeta, melainkan upaya untuk mengoreksi kebijakan pemerintah.

Pada 23 September 1948, Amir juga menyatakan bahwa konstitusi FDR adalah negara Republik Indonesia, bendera mereka tetap merah putih, dan lagu kebangsaannya tetap Indonesia Raya.

Peristiwa G30S

G30S terjadi tanggal 30 September 1965, di Jakarta, yaitu penculikan terhadap enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat.

PKI pun dituding menjadi dalang di balik peristiwa ini.

Hal yang memicu terjadinya penculikan adalah adanya tuduhan terhadap para jenderal bahwa mereka melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada 5 Oktober 1965.

Dewan pimpinan PKI menyebut mereka sebagai Dewan Jenderal.

Rencananya, upaya penculikan akan dilaksanakan tanggal 30 September 1965. 

Akan tetapi, operasi terpaksa diundur pada 1 Oktober dini hari sebab mereka hendak mempersiapkan diri lebih dulu.

Pasukan yang melakukan upaya penculikan adalah pasukan Cakrabirawa yang dikomando oleh Letkol Untung.

Pasukan Cakrabirawa adalah pasukan yang bertugas untuk melindungi presiden beserta keluarganya.

Pasukan Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Untung segera berangkat menuju Lubang Buaya, Jakarta Timur, untuk melaksanakan inspeksi.

Selanjutnya, Letkol Untung membagi para eksekutor ke dalam tiga satuan tugas, yaitu Satgas Pasopati, Satgas Bimasakti, dan Satgas Pringgodani.

Setelah memastikan Lubang Buaya siap, Letkol Untung bersama pasukannya mulai melakukan aksi penculikan terhadap tujuh jenderal.

Tujuh korban yang terbunuh dalam G30S adalah:

  1. Jenderal Ahmad Yani
  2. Jenderal R Suprapto
  3. Letjen S Parman
  4. Letjen MT Haryono
  5. Mayjend DI Panjaitan
  6. Mayjend Sutoyo Siswomihardjo
  7. Kapten Pierre Tendean

Ketujuh jasad para korban ditemukan di sebuah sumur tua dengan kedalaman 12 meter dengan diameter kurang dari 75 centimeter.

Pada 5 Oktober 1965, ketujuh jenazah tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pihak yang selalu dituding menjadi dalang di balik peristiwa G30S adalah PKI.

Sejumlah sejarawan dan kalangan militer jugua meyakini bahwa PKI adalah dalang di balik penculikan dan pembunuhan tersebut.

Namun, hingga kini, belum ada bukti resmi yang menyatakan PKI adalah pelaku penculikan enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat.

Jutaan anggota, simpatisan, dan orang-orang yang dituding sebagai PKI, justru menjadi korban pembantaian pasca-peristiwa G30S.

Referensi:

  • Sunyoto, Agus. (2012). Kebiadaban Gerakan Makar PKI 1948. Jurnal Asthabrata. Edisi XII/Oktober-November 2012.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/03/105950079/kekejaman-pki-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke