Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Besar Angkatan Perang Aceh

Ia pernah menjabat sebagai wali sultan Mahmud Syah dan Daud Syah karena mereka masih anak-anak.

Selain itu, ia merupakan Panglima Militer dari Kesultanan Aceh ketika berperang melawan Belanda.

Tuanku Hasyim Banta Muda mulai berjuang melawan Belanda dari tahun 1873 hingga meninggal dunia pada 1896.

Kehidupan Awal

Tuanku Hasyim Banta Muda lahir pada tahun 1834 di Gampong Lambada dalam Sagi Mukim 26, Aceh Besar.

Ia adalah putra dari Laksamana Tuanku Abdul Kadir yang pernah menjabat sebagai perwalian di Aceh Timur.

Karena didikan ayahnya, Tuanku Hasyim tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan berwibawa.

Hal itu dibuktikan dengan diangkatnya Tuanku Hasyim sebagai Perwalian Sultan Aceh di wilayah Sumatera Timur pada 1858.

Gubernur Wilayah

Saat menjadi Wali Sultan Aceh wilayah Sumatera Timur, Tuanku Hasyim Banta Muda menguasai Aceh Timur, mulai dari Simpang Ulim sampai ke Serdang.

Ia membangun pos pertahanan militer guna mempertahankan wilayah.

Ia juga mengatur basis pertahanan pada tempat yang strategis dan kemudian menyusun kekuatan sebagai pertahanan pada garis terdepan.

Pusat pertahanannya berada di Pulai Kampai. Pulau tersebut dibangun menyerupai benteng.

Hal itu disebabkan Pulau Kampai terletak pada jalur pelayaran di Selat Malaka.

Sementara itu, untuk membangunn kemakmuran rakyat, Tuanku Hasyim memerintahkan kepada rakyat untuk menanam lada.

Saat itu, lada merupakan tanaman yang sangat laku di pasaran internasional. Sehingga, dengan menanam lada kehidupan rakyat lebih meningkat dan sekaligus menambah penghasilan negara.

Selain itu, kota yang berada di sepanjang wilayahnya menjadi lebih ramai dalam perdagangan lada.

Bahkan dalam beberapa tahun, jalur perdagangan makin meluas dan pedagang Aceh telah menempatkan agen-agennya di Pulau Penang yang berada di Malaysia.

Melawan Belanda

Pada tahun 1870, timbul goncangan dalam Kesultanan Aceh yang akibat meninggalnya Sultan Alaidin Ibrahim Syah.

Hal itu menyebabkan kekosongan kekuasaan di dalam pemerintahan Kesultanan Aceh.

Sementara itu, Belanda berhasil memaksa Inggris untuk meninjau Traktat London tahun 1824.

Traktat London adalah kesepakatan antara Belanda dengan Inggris tentang pembagian kekuasaan, salah satunya Hindia Belanda.

Dalam Traktat London disepakati Inggris akan membantu Aceh apabila mendapat serangan dari luar.

Traktat London tersebut berhasil diubah dengan salah satu pasalnya adalah Inggris tak akan mencampuri urusan Belanda bila menyerang Aceh.

Akibatnya, Aceh berada dalam ancaman invasi dari pemerintah kolonial Belanda.

Merespons hal itu, para tokoh-tokoh di Aceh, seperti Panglima Polem Muda Kuala, Tgk Imum Luengbata, Panglima Mesjid Raya, Tuanku Hasyim, dan para ulama bermusyararah untuk mencari pengganti sultan.

Dalam musyawarah tersebut dipilih Tuanku Hasyim Banta Muda. Akan tetapi keputusan tersebut ditolah Tuanku Hasyim.

Tuanku Hasyim lebih senang menjadi Panglima Besar Aceh dan menyusun strategi menghadapi musuh daripada duduk bersila di atas tahta kerajaan.

Tuanku Hasyim malah menunjuk Mahmud Syah sebagai penerus kepemimpinan Kesultanan Aceh.

Akhirnya, Mahmud Syah diangkat menjadi sultan. Sedangkan Hasyim bertindak sebagai wali negara, sambil membimbing Sultan Mahmudsyah.

Pada tahun 1973, Belanda mulai menginvasi Aceh, namun usaha tersebut gagal dengan matinya Jenderal Kohler di depan Masjid Raya Baiturrahman.

Namun, pada serangan kedua tahun 1974, Belanda berhasil menguasai Aceh yang kosong saat itu.

Meski, Aceh dikuasai Belanda, Tuanku Hasyim berhasil menyelamatkan Sulta Mahmud Syah.

Namun, tak lama kemudian, Sultan Mahmud Syah meninggal dunia tahun 1974 karena terkena kolera dan virus kuman yang disebarkan oleh Belanda.

Setelah itu, para tokoh Aceh mengangkat Daud Syah sebagai pemimpin Kesultanan Aceh menggantikan Sultan Mahmud Syah.

Meninggal Dunia

Setelah Sultan Daud Syah naik takhta pada tahun 1974, Tuanku Hasyim terus bergerilya melawan Belanda.

Ia terus berjuang melawan Belanda hingga ia kembali ke Reubee pada tahun 1894 dan pindah ke Padang Tiji tahun 1896.

Di Padang Tiji, Tuanku Hasyim terus mengatur strategi perang melawan Belanda yang telah menjajah negerinya.

Ia terus berjuang hingga meninggal dunia pada 22 Januari 1897 dan dimakamkan di dekat Masjid lama Padang Tiji, Kabupaten Pidie.

Referensi:

  • Burhanudin, Jajat. (2020). Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia. Jakarta: Kencana

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/07/140000479/tuanku-hasyim-banta-muda-panglima-besar-angkatan-perang-aceh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke