Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Jombang Disebut Kota Santri?

KOMPAS.com - Jombang mendapatkan julukan sebagai Kota Santri karena banyaknya pondok pesantren di kabupaten di Jawa Timur itu.

Di Kabupaten Jombang, terdapat ratusan pondok pesantren yang beberapa di antaranya cukup terkenal, seperti Tebuireng, Tambak Beras, Darul Ulum Rejoso, dan Denanyar.

Selain banyaknya pondok pesantren, julukan Kota Santri juga melekat pada Kabupaten Jombang karena jumlah santri yang menimba ilmu agama di sana mencapai ribuan orang.

Bukan hanya itu, sejumlah tokoh nasional terkemuka juga lahir di Jombang, seperti KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, Nurcholis Madjid, hingga KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang merupakan Presiden ke-4 Republik Indonesia.

Sejarah Kabupaten Jombang

Kabupaten Jombang berdiri pada 1910, setelah berpisah dengan Kabupaten Mojokerto yang dipimpin Bupati Raden Adipati Ario Kromodjojo.

Adapun bupati pertama di Kabupaten Jombang adalah Raden Adipati Ario Soerjo Adiningrat yang memimpin pada periode 1910-1930.

Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang, salah satu desa di Jombang, yakni Desa Tunggorono, merupakan gapura keraton Majapahit bagian barat.

Adapun gapura selatan Majapahit disebut berada di Desa Ngrimbi karena terdapat Candi Arimbi yang masih berdiri hingga kini.

Candi Arimbi menjadi salah satu peninggalan sejarah di Kabupaten Jombang.

Kisah Jombang sebagai gerbang Kerajaan Majapahit pun tertuang dalam lambang kabupaten seluas 1.159 kilometer persegi itu.

Dalam sebuah tulisan yang dimuat di Majalah Intisari yang terbit pada Mei 1975, Bupati Mojokerto Raden Adipati Ario Kromodjojo dikisahkan mengirim laporan kepada residen Jombang pada 1898.

Laporan itu berisi tentang kondisi Trowulan pada 1880 yang disebut sebagai salah satu onderdistrict afdeeling Jombang.

Berdasarkan catatan itu, kegiatan pemerintahan di Jombang diketahui telah ada sejak 1880, bukan 1910.

Meski kini dikenal sebagai Kota Santri, Jombang sebenarnya memiliki masyarakat majemuk sejak era kolonial Belanda.

Hal itu dibuktikan dengan pendirian Gereja Mojowarno yang berbarengan dengan dibangunnya Masjid Agung di Kota Jombang pada 1893.

Selain itu, Jombang juga memiliki tempat peribadatan Tridharma untuk pemeluk Kong hu Chu yang terlah berdiri sejak 1700 di Kecamatan Gudo.

Asal-usul Julukan Jombang Kota Santri

Banyak pondok pesantren yang terdapat di daerah itu menjadi alasan Jombang disebut Kota Santri.

Berdasarkan data Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jombang, hingga Oktober 2020, terdapat 222 pondok pesantren di daerah itu.

Banyaknya pondok pesantren juga menjadikan Jombang sebagai daerah tujuan bagi umat Islam di seluruh Indonesia yang ingin memperdalam ilmu agama.

Hingga kini, jumlah santri yang tersebar di ratusan pondok pesantren di Kabupaten Jombang diperkirakan lebih dari 40.000 orang.

Sejumlah pondok pesantren di Jombang juga telah memiliki nama besar di Indonesia.

Salah satunya adalah Pondok Pesantren Tebuireng yang didirikan didirikan KH. Hasyim Asyari pada 1899.

Pondok Pesantren Tebuireng terletak di Jl Irian Jaya, Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

Pondok pesantren yang sudah berusia 122 tahun ini telah banyak memberikan kontribusi kepada masyarakat Indonesia, terlebih dalam pendidikan Islam.

Sejak berdiri hingga tahun 1940-an, Pondok Pesantren Tebuireng tercatat telah melahirkan 25.000 kiai.

Selain memperdalam agama Islam, ilmu syariat, dan bahasa Arab, Pondok Pesantren Tebuireng juga mengajarkan kurikulum umum kepada para santrinya.

Adapun jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng dimulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Selain Tebuireng, sejumlah pondok pesantren lain juga cukup terkenal di Jombang, seperti Darul Ulum Rejoso, Denanyar, hingga Tambak Beras yang merupakan tempat Gus Dur menimba ilmu.

Jombang juga melahirkan sejumlah tokoh agama dan tokoh politik terkemuka di Indonesia.

Dua tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) lahir di Kota Santri itu, yakni K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah.

K.H. Hasyim Asyari adalah pendiri Pondok Pesantren Tebuireng dan juga merupakan kakek dari Gus Dur.

Adapun Gus Dur lahir di Desa Denanyar, Jombang, pada 7 September 1940, dengan nama Abdurrahman ad-Dakhil.

Ayah Gus Dur adalah K.H. Wahid Hasyim yang terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama Indonesia pada 1949.

Sementara itu, sang ibunda, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar yang juga cukup terkenal di Jombang.

Presiden ke-4 Republik Indonesia itu wafat pada 30 Desember 2009 di Jakarta dan kemudian dimakamkan kawasan Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.

Selain K.H. Hasyim Asyari dan Gus Dur, ada juga beberapa tokoh agama Islam yang lahir di Jombang, seperti K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan K.H. Bisri Syansuri.

Banyaknya tokoh-tokoh agama yang lahir di Jombang juga menjadi alasan kabupaten itu kemudian disebut Kota Santri.

Referensi:

  • Pulungan, J. S. (2019). Sejarah Pendidikan Islam. Indonesia: Kencana.
  • Gus Dur, santri par excellence: teladan sang guru bangsa. (2010). Indonesia: Penerbit Buku Kompas.
  • https://jombangkab.go.id/pages/sejarah diakses pada 7 Juli 2022.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/07/150000879/mengapa-jombang-disebut-kota-santri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke