Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peran Indonesia dalam Perang Indochina III

Dalam peperangan yang berlangsung antara 1 Mei 1975 – 23 Oktober 1991 itu, terjadi banyak pertempuran. Salah satunya adalah Perang Kamboja-Vietnam.

Konflik yang melibatkan dua kubu komunis ini berlangsung sejak Mei 1975 hingga Desember 1989.

Karena tergolong perang yang masif hingga menewaskan kurang lebih dua juta jiwa, Indonesia pun ikut andil dalam menyelesaikan masalah mereka.

Salah satu peran Indonesia dalam penerapan politik bebas aktif dalam regional ASEAN dalam Perang Indochina III adalah menjadi perantara dalam konflik Kamboja dengan melangsungkan Jakarta Informal Meeting (JIM).

Jakarta Informal Meeting

Jakarta Informal Meeting atau JIM merupakan salah satu usaha Indonesia untuk menjaga perdamaian di ASEAN.

Tujuan JIM adalah untuk menyelenggarakan perundingan perdamaian antara Kamboja dan Vietnam yang dimediasi oleh Indonesia.

Puncak konflik dua negara tersebut terjadi ketika Vietnam menginvasi Kamboja dan menjatuhkan pemerintahannya.

Diketahui pada 7 Januari 1979, tentara Vietnam menyerang Phnom Penh dan berusaha menggulingkan pemerintahan Khmer Merah (komunis Kamboja).

Konflik yang terjadi antara Kamboja dan Vietnam pun menewaskan hingga sekitar dua juta jiwa.

Alhasil, pemerintah RI memutuskan untuk turun tangan dan melakukan diplomasi ulang alik, di mana Indonesia sebagai perantara mempertemukan Kamboja-Vietnam untuk berdamai.

Setelah diplomasi ulang alik dilakukan, Vietnam dan Kamboja bersedia untuk bertemu dan berunding.

Perundingan inilah yang disebut Jakarta Informal Meeting, yang dilangsungkan sebanyak tiga kali, antara 1988-1990 di Jakarta.

Berikut ini tiga hal yang disetujui dalam JIM I.

  • Kamboja dan Vietnam melakukan gencatan senjata
  • Diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan pasukan Vietnam
  • Penggabungan semua kelompok bersenjata Kamboja ke dalam satu kesatuan

Pada JIM II, Perdana Menteri Australia, Gareth Evans, yang turut hadir, mengusulkan rancangan Cambodia Peace Plan yang berisi kesepakatan pada JIM I ditambah satu hal lagi.

Yaitu mendorong pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk menjaga kedaulatan Kamboja sampai pemilihan umum diadakan.

Kemudian, pada JIM III dibahas mengenai pembagian kekuasaan di antara pihak Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja dengan Republik Rakyat Kamboja dengan membentuk pemerintah persatuan atau Supreme National Council (SNC).

Pelaksanaan JIM menjadi awal perdamaian kembali di Kamboja. Setelah dilakukan perundingan panjang, akhirnya Perang Kamboja-Vietnam berakhir, yang ditandai dengan Perjanjian Paris pada 23 Oktober 1991.

Perjanjian Paris ditandatangani oleh 19 negara. Isinya adalah Vietnam bersedia mundur secara penuh dan tanpa syarat dari Kamboja.

Semua tawanan perang juga dilepaskan dan pasukan militer ditarik kembali dari Kamboja.

Pasca-perjanjian Paris dibuat, Kamboja membangun kembali pemerintahannya dengan bantuan negara-negara lain yang dinaungi oleh PBB.

Mengirim pasukan

Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan JIM diapresiasi Dewan Keamanan PBB, yang kemudian menyetujui pembentukan pemerintahan transisi di Kamboja pada 28 Februari 1992.

Dalam hal ini, Indonesia masih berperan dengan mengirim pasukan Kontingen Garuda XII A – XII D untuk menjaga transisi pemerintahan di Kamboja.

Referensi: 

  • Broyle, William. (1996). Brothers in Arms: A Journey from War to Peace. Austin: First University of Texas Press.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/12/110000179/peran-indonesia-dalam-perang-indochina-iii

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke