Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Asal-usul Nama dan Sejarah Binjai

Kota ini diketahui menjadi salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang (Medan, Binjai, dan Deli Serdang). 

Sejak lama, Binjai sudah dijuluki sebagai Kota Rambutan, karena buah rambutan di sana memang sudah sangat terkenal. 

Konon, asal-usul nama Binjai sendiri berasal dari nama pohon yang tumbuh kokoh di pinggir Sungai Bingai, yaitu Pohon Binjai, sebangsa pohon embacang. 

Asal-usul Nama Binjai

Berasal dari bahasa Karo

Pada awal Binjai terbentuk, wilayahnya dijadikan sebagai tempat berkumpul para pedagang dari dataran tinggi Karo dan pedagang dari Langkat untuk menukarkan barang yang mereka punya.

Karena jaraknya sangat jauh, para pedagang tersebut harus bermalam di Binjai dan kembali melakukan perjalanan panjang menuju ke daerah asal masing-masing pada keesokan harinya.

Untuk itu, mereka menamai wilayah tersebut Binjai. Kata Binjai adalah kata baku dari istilah Binjei, yang merupakan makna dari kata "ben" dan "i-jei", yang dalam bahasa Karo berarti "bermalam di sini".

Berasal dari Pohon Binjai

Terdapat versi lain yang mengungkapkan asal-usul nama Binjai. Dulu, ada sebuah kampung kecil di pinggir Sungai Bingai (kira-kira berlokasi di Kelurahan Pekan Binjai yang sekarang).

Waktu itu, dilakukan sebuah upacara adat di bawah sebuah pohon bernama Pohon Binjai dalam rangka pembukaan kampung tersebut.

Di sekitar pohon yang besar dan kokoh itu kemudian dibangun beberapa rumah, yang lama-kelamaan semakin banyak dan berkembang menjadi bandar atau pelabuhan yang sangat ramai.

Sejak saat itu, nama pohon tersebut dijadikan sebagai nama kampung di sana, yaitu Binjai.

Sekitar 40 tahun kemudian, salah satu daerah yang ada di sekitar Binjai, yaitu Deli, dicoba ditanami tembakau oleh seorang pionir Belanda bernama J Nienkyis. 

Rencana penanaman tembakau ini kemudian mendorong didirikannya Deli Maatschappij atau perusahaan dagang Deli tahun 1866. 

Setelah perusahaan tersebut berdiri, Belanda pun berusaha untuk menguasai Tanah Deli dengan melakukan pengangkatan datuk-datuk atau raja. 

Akan tetapi, bebeberapa datuk seperti Datuk Kocik, Datuk Jalil, dan Suling Barat, menentang kebijakan tersebut karena menolak memberikan tanah kepada Belanda. 

Akhirnya, di bawah kepemimpinan Datuk Sunggal, dibuatlah benteng untuk menghadapi Belanda di Timbang Langkat (Binjai). 

Melihat aksi Datuk Sunggal dan rakyatnya, Belanda merasa terhina, sehingga Kapten Koops diperintah untuk menumpas para datuk yang menentang Belanda. 

Pada 17 Mei 1872, terjadilah pertempuran sengit antara para datuk dan masyarakat melawan Belanda. 

Pertempuran di antara keduanya pun terus berlangsung sampai 24 Oktober 1872, yang diakhiri dengan tertangkapnya Datuk Kocik, Datuk Jalil, dan Suling Barat oleh Belanda. 

Setahun kemudian, yakni pada 1873, mereka dibuang ke Cilacap. Setelah itu, pemerintah Belanda mengeluarkan sebuah kebijakan yang berisi dijadikannya Binjai sebagai kotapraja.

Masa pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia yang dimulai tahun 1942, Binjai dipimpin oleh kepala pemerintahan Kagujawa. 

Kagujawa memimpin Binjai selama dua tahun, sebelum akhirnya digantikan oleh ketua Dewan Eksekutif J Runnanbi dari 1944 hingga 1945. 

Setelah Kemerdekaan Indonesia

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintahan Binjai dipimpin oleh RM Ibnu. Kemudian pada 29 Oktober 1945, T Amir Hamzah diangkat menjadi Residen Langkat oleh Komite Nasional. 

Dalam perkembangannya, Kota Binjai menjadi salah satu daerah tingkat II di Provinsi Sumatra Utara.

Semenjak ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1986, wilayah Kota Binjai sudah diperluas hingga 90,23 km persegi. 

 

Referensi: 

  • HM, Zaenuddin. (2017). Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: PT Zaytuna Ufuk Abadi.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/08/110000979/asal-usul-nama-dan-sejarah-binjai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke