Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kembali dari Long March, Divisi Siliwangi Disambut Gerakan DI/TII

Sejak dibentuk pada 1946, pasukan ini pernah terlibat konflik dengan beberapa pihak, salah satunya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). 

Adu senjata antara Divisi Siliwangi dan DI/TII pertama kali terjadi pada 25 Januari 1949, ketika pasukan Siliwangi melakukan "Long March" atau kembali dari Jawa Tengah dan Yogyakarta ke Jawa Barat.

Serangan ini membuka bentrokan antara pasukan Siliwangi dan DI-TII/SMK, yang nantinya berlangsung selama 13 tahun.

Long March Siliwangi

Pada Februari 1948, kesatuan tempur TNI di Jawa Barat atau Divisi Siliwangi, terpaksa hijrah ke Jawa Tengah akibat ditandatanganinya Perjanjian Renville.

Namun, pada 18 Desember 1948, Belanda melanggar perjanjian tersebut dengan melancarkan agresi militernya yang kedua.

Pelanggaran terhadap Perjanjian Renville sama saja dengan membatalkan persetujuan gencatan senjata.

Sebagai respon, semua angkatan perang Indonesia diturunkan untuk menghadapi serangan Belanda, termasuk Divisi Siliwangi.

Kepala Staf Divisi Siliwangi, Letnan Kolonel Daan Yahya, segera menghadap Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia untuk melaporkan pelaksanaan "Long March".

"Long March" berarti seluruh anggota Divisi Siliwangi yang berada di Jawa Tengah akan menempuh jarak ratusan kilometer untuk kembali ke kampung halamannya di Jawa Barat.

Dalam perjalanan melakukan "Long March" ini, pasukan Siliwangi ternyata tidak hanya menghadapi rintangan dari pihak Belanda, tetapi juga jebakan yang dipasang Darul Islam-Sukarmadji Marijan Kartosuwiryo atau DI-TII/SMK.

Motif serangan DI-TII/SMK

Setelah Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, di Jawa Barat timbul pergolakan dari DI-TII/SMK, yang memproklamasikan negara Islam Indonesia dan menyusun peralatan kenegaraannya.

Pada mulanya, pemerintah mengira aksi DI-TII/SMK adalah siasat penyamaran untuk melanjutkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Namun, pergerakan DI-TII/SMK ternyata memiliki tujuan-tujuan tersendiri, bahkan memusuhi Republik Indonesia, di samping melawan Belanda.

Sikap memusuhi ini ditunjukkan dengan serangan terhadap Divisi Siliwangi yang tengah melakukan "Long March".

DI-TII/SMK menganggap pasukan Siliwangi yang pulang berhijrah itu hanya tentara liar yang harus ditindak.

DI-TII/SMK membantai Siliwangi

Ketika pasukan-pasukan Siliwangi kembali ke Jawa Barat, mereka belum menyadari adanya perubahan keadaan di kampung halamannya yang disebabkan oleh DI-TII/SMK.

Setibanya mereka di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, pasukan DI-TII/SMK telah menghadang secara tidak terduga.

Bahkan tidak sedikit pasukan Siliwangi yang disergap kemudian dibantai setelah dianiaya dan diracun setelah diundang makan bersama.

Sebagai Perwira Teritorial, Mayor Utaraya berusaha menemui pimpinan DI/TII, terutama S.M. Kartosuwiryo sebagai pucuk pimpinan.

Keduanya lantas mengadakan pembicaraan di Cisampang, tetapi tidak mencapai kesepakatan. Alhasil, regu pengawal Mayor Utaraya dilucuti dan ditawan guna menunggu perkembangan lebih lanjut.

Semenjak hari itu, mereka tidak pernah melihat Mayor Utaraya, yang ternyata dibunuh secara keji oleh gerombolan DI-TII/SMK.

Pertempuran inilah yang membuka bentrokan antara Divisi Siliwangi dan DI-TII/SMK, yang nantinya berlangsung selama 13 tahun, yakni hingga 4 Juni 1962.

Referensi:

  • Disjarahdam VI/Siliwangi. (1979). Siliwangi dari Masa ke Masa. Bandung: Penerbit Angkasa

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/29/080000979/kembali-dari-long-march-divisi-siliwangi-disambut-gerakan-di-tii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke