Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perang Tondano II: Penyebab, Jalannya Perang, Tokoh, dan Akhir

Perang Tondano 1 terjadi pada abad ke-17, sementara Perang Tondano 2 berlangsung antara 1808 hingga 1809.

Penyebab terjadinya Perang Tondano 2 adalah adanya implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara guna membangun pertahanan terhadap kemungkinan serbuan Inggris.

Hasil dari perang kedua ini cukup menggembirakan, karena masyarakat Minahasa berhasil memperoleh kemenangan atas Belanda.

Latar belakang Perang Tondano 2

Akar permasalahan Perang Tondano 2 sebenarnya masih berhubungan dengan hasil akhir Perang Tondano 1.

Pada akhir Perang Tondano 1, pihak VOC dan rakyat Minahasa membuat perjanjian pada 1679 yang mengatur berbagai hal di sekitar hubungan dan kepentingan kedua belah pihak.

Salah satu isi perjanjian tersebut adalah bahwa Minahasa akan membantu Belanda, terutama dalam menyalurkan sejumlah kebutuhannya.

Dalam perkembangannya, Belanda mulai melakukan tindakan-tindakan licik, termasuk mencampuri urusan walak-walak Minahasa.

Tindakan Belanda yang tidak sesuai perjanjian itu membuat walak-walak berselisih. Pada 1802, Carel Christoph Prediger Jr. diangkat sebagai residen Manado.

Tidak lama kemudian, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.W. Daendels, membutuhkan pasukan dalam jumlah besar yang akan dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan serangan Inggris.

Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan mengerahkan penduduk dari sejumlah daerah, termasuk Minahasa.

Pada Mei 1808, Prediger segera mengumpulkan para ukung (pemimpin dalam suatu wilayah walak atau daerah setingkat distrik) dan menyampaikan bahwa pemerintah membutuhkan sekitar 2.000 pemuda Minahasa yang akan dikirim ke Jawa.

Ternyata, para ukung tidak mau menuruti permintaan Prediger, bahkan beberapa di antaranya mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda.

Jalannya Perang Tondano 2

Para ukung dari Minahasa memusatkan aktivitas perjuangan mereka di Tondano, Minawanua.

Salah satu tokoh Perang Tondano 2 adalah Ukung Lonto, yang memimpin perlawanan dan menegaskan bahwa rakyat Minahasa harus melawan sebagai bentuk penolakan terhadap program mobilisasi pemuda ke Jawa.

Perlawanan itu juga sebagai bentuk penolakan kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras secara cuma-cuma kepada Belanda.

Pada awalnya, Prediger masih mencoba untuk menempuh cara persuasif dan berusaha menarik dukungan dari sejumlah ukung.

Namun, melihat keadaan semakin kritis karena aksi rakyat Minahasa, Prediger tidak memiliki pilihan selain mengirim pasukan untuk menyerang Tondano.

Seperti Perang Tondano 1, Belanda kembali menerapkan strategi membendung Sungai Temberan.

Selain itu, Belanda menyiapkan dua pasukan yang ditugaskan untuk menyerang dari darat dan air.

Pada 23 Oktober 1808, pertempuran mulai berkobar dan Belanda berhasil menerobos pertahanan rakyat Minahasa.

Serangan pun terus dilakukan baik di darat maupun air, hingga kampung pertahanan Minawanua seperti tidak ada kehidupan lagi.

Dalam perkembangannya, strategi Belanda untuk membendung Sungai Temberan ternyata justru menjadi senjata makan tuan. Pasalnya, air sungai yang meluap mempersulit gerak pasukan Belanda.

Akhir Perang Tondano 2

Perang Tondano II berlangsung cukup sengit hingga Agustus 1809. Bahkan pada 5 Agustus 1809, benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankannya.

Setelah itu, Belanda membantai semua penduduk yang dijumpainya sampai habis.

Dalam kelompok-kelompok terbatas, sisa pasukan Minahasa memilih bertahan di hutan lebat yang tidak mudah untuk dijangkau Belanda.

Karena kesulitan menjangkau tengah hutan, Belanda sampai mengaku akan memberikan pengampunan kepada pemberontak asalkan mereka mau mengakui kekuasaan Belanda.

Akan tetapi, hal itu tidak pernah terjadi karena pihak Inggris lebih dulu mengambil alih kekuasaan Belanda di Minahasa pada 1810.

Pihak Inggris memanggil tokoh Perang Tondano 2, yakni Matulandi dan Mamait, dari persembunyian di hutan dan mengangkat mereka kembali sebagai kepala walak.

Sementara Lonto dan beberapa tokoh perlawanan lainnya yang sempat dibuang ke Ternate, dikembalikan ke Minahasa.

Oleh Inggris, para pemberontak Belanda itu diberi izin untuk membangun permukiman di tempat yang lama, yakni di sebelah utara Minawanua.

Referensi:

  • Makfi, Samsudar. (2019). Perlawanan terhadap Penjajah di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Singkawang: Maraga Borneo Tarigas.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/04/130000779/perang-tondano-ii-penyebab-jalannya-perang-tokoh-dan-akhir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke