Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ciri-ciri Kehidupan pada Masa Berburu Tingkat Lanjut

Corak kehidupan pada Zaman Mesolitikum Akhir adalah mengumpulkan makanan dan menetap.

Hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan masih dilanjutkan, hal ini terbukti dari bentuk alat-alat yang digunakan, yakni dari batu, tulang, dan kulit kerang.

Ciri utama kehidupan sosial manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah berpindah-pindah.

Namun berbeda dengan masa sebelumnya, pola hidup masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut mulai timbul usaha untuk menetap di gua-gua alam.

Akan tetapi, tempat tersebut suatu saat akan ditinggalkan apabila sekiranya tidak dapat mencukupi kehidupan sehari-harinya lagi.

Salah satu contoh kehidupan budaya masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut yaitu gambar tangan pada dinding gua.

Berikut ini ciri-ciri kehidupan masa berburu dan meramu tingkat lanjut.

Kehidupan sosial-ekonomi

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, masyarakatnya masih bergantung pada alam sekitar.

Cara memperoleh makanan masih bersifat food gathering, yakni dengan mengumpulkan umbi-umbian, buah-buahan, keladi, daun-daunan, siput, kerang, serta berburu binatang di dalam hutan dan menangkap ikan.

Selain itu, awal kegiatan pertanian diduga juga berlangsung pada periode ini. Akan tetapi kehidupan bercocok tanam masih dikerjakan dengan amat sederhana dan berpindah-pindah.

Masyarakatnya hanya bisa menanam umbi-umbian, karena belum mengenal cara menanam biji-bijian.

Manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut telah menunjukkan keinginan untuk bertempat tinggal menetap di dalam gua-gua.

Mereka biasanya memilih gua yang tidak jauh dari sumber air, yakni di dekat sungai dan di pinggir pantai.

Contoh peninggalan yang khas dari masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut adalah abris sous roche, yaitu gua menyerupai ceruk batu karang yang digunakan sebagai tempat tinggal.

Selain itu, bukti bahwa masyarakatnya juga hidup di pinggir pantai dan sering mengonsumsi kerang dan siput adalah ditemukannya kjokkenmoddinger (sampah bukit kerang).

Di gua-gua tersebut, manusia purba hidup dalam kelompok kecil yang terdiri atas dua atau tiga keluarga.

Akan tetapi, situs-situs tersebut belum ditempati secara permanen. Pasalnya, manusia purba akan berpindah ke tempat lain apabila bahan makanan di wilayah tersebut sudah habis.

Kehidupan sosial-budaya

Corak kehidupan manusia praaksara pada periode ini setingkat lebih tinggi daripada masyarakat berburu dan meramu tingkat awal.

Hal ini terlihat dari teknik pembuatan alat ataupun hasil kebudayaannya. Peralatan sehari-hari yang dihasilkan berupa alat-alat batu seperti kapak genggam dan kapak pendek, kemudian peralatan dari tulang, tanduk, dan kulit kerang.

Di samping itu, pada masa ini mungkin sekali dibuat peralatan berbahan bambu.

Diduga bambu memiliki peran penting, karena dapat dengan mudah diolah menjadi berbagai macam peralatan sehari-hari.

Misalnya, bambu dapat dijadikan sudip untuk mencungkil atau membersihkan umbi-umbian, dijadikan keranjang, dan bahan bakar.

Selama bertempat tinggal di gua, manusia purba tidak hanya membuat peralatan yang diperlukan, tetapi juga melukiskan sesuatu di dinding.

Lukisan itu dibuat dengan cara menggores pada dinding gua atau menggunakan cat dari bahan alami berwarna merah, hitam, atau putih.

Lukisan yang dibuat biasanya menggambarkan pengalaman sehari-hari, sebuah perjuangan, harapan, atau kepercayaan.

Contoh lukisan yang dibuat adalah berupa cap-cap tangan, orang naik perahu, dan lukisan binatang buruan.

Kehidupan spiritual

Kehidupan spiritual masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut tergambar pada lukisan-lukisan yang ada di dinding gua.

Cap tangan mungkin mengandung arti kekuatan atau lambang kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat.

Di samping itu, lukisan juga bertalian dengan upacara-upacara penghormatan nenek moyang, upacara penguburan, dan keperluan meminta hujan atau kesuburan.

Selain lukisan pada dinding gua, kepercayaan masyarakat saat itu terlihat pada tradisi penguburan.

Hal ini terlihat pada masyarakat si Gua Lawa, Sampung, bukit kerang di Sumatera Utara, dan Gua Sodong, Jawa Timur, di mana mayatnya ditaburi dengan pewarna alami oker merah.

Diduga, pemberian oker merah dimaksudkan untuk memberikan kehidupan baru di alam baka.

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/27/110000479/ciri-ciri-kehidupan-pada-masa-berburu-tingkat-lanjut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke