Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jamin Gintings: Masa Muda dan Perjuangannya

Ia menjadi salah satu komandan pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dalam perang Medan Area melawan Inggris dan Belanda.

Perang Medan Area berakhir pada Desember 1946. 

Sejak saat itu, kariernya pun meningkat. Ia menjadi Komandan Batalyon I Resimen II TRI di Tanjung Balai. 

Jamin Gintings juga dinilai memiliki kontribusi besar dalam penumpasan gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). 

Masa Muda

Jamin Gintings lahir di Desa Suka, Kabupaten Karo, Sumatra Utara. 

Gintings mengenyam pendidikannya pertama kali di pendidikan dasar di Kabanjahe. Kemudian ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Medan.

Namun Gintings tidak dapat menyelesaikan sekolahnya karena saat itu Jepang telah berkuasa di Indonesia mengalahkan Belanda, tahun 1942.

Pada masa pendudukan Jepang tersebut Jamin Gintings mengikuti pendidikan calon perwira Gyugun di Siborong-Borong sampai ia menjadi perwira Gyugun.

Setelah kekalahan Jepang, ia bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia. 

Gintings bergabung dengan BKR di Kabanjahe. 

Pasukan BKR yang ia pimpin kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) mengikuti kebijakan pemerintah pusat pada 5 Oktober 1945. 

Perjuangan

Jamin Gintings berjasa dalam mendamaikan pertikaian antarlaskar perjuangan di Sumatra Timur. 

Tanggal 21 Juli 1947 pasukan Belanda melancarkan agresi militer pertamanya ke seluruh wilayah pasukan Indonesia, termasuk Medan.

Gintings memimpin perlawanan terhadap pasukan Belanda di Front Tanah Karo seperti Sibolangit, Pancurbatu, Tuntungan, Merek, dan Seribudolok.

Di antara misi pentingnya tersebut, ia juga bertugas mengawal perjalanan Wakil Presiden Mohammad Hatta dari Berastagi ke Bukittinggi. 

Karena terdesak oleh Belanda, Jamin Gintings memindahkan markas komando resimennya dari Suka ke Bukit Tusam, Lawe Dua, Tanah Alas, Aceh Tengah. 

Pemindahan ini guna persiapan untuk melancarkan perang gerilya terhadap pasukan Belanda yang berpusat di Kota Medan. 

Perang melawan pasukan Belanda ini kemudian dapat diakhiri melalui perundingan Renville yang ditandatangani bulan Januari 1948. 

Berdasarkan perjanjian Renville, Tanah Karo sampai perbatasan Tanah Alas dinyatakan sebagai daerah kekuasaan Belanda.

Akibatnya, pasukan Resimen IV TNI pimpinan Jamin Gintings harus mundur ke Kutacane, Aceh Tengah.

Belum berhenti di situ, peperangan kembali terjadi.

Pasukan Belanda kembali menyerang dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II. 

Tanggal 19 Desember 1948, pasukan Belanda merebut ibukota Yogyakarta dan seluruh kota besar lainnya.

Dalam agresi kedua ini Belanda berhasil menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. 

Pada 23 Desember 1948, Gintings menyerang pos terdepan pasukan Belanda di Tanah Karo. 

Memasuki tahun 1949, pasukan Gintings menyergap konvoi Belanda di Tigakicat dekat Kampung Berastepu.

Perang antara Indonesia-Belanda yang keduai ini berakhir dengan berbagai perundingan pada tahun 1949.

Namun selama masa perundingan pertempuran masih terus berlangsung sebelum terjadinya gencatan senjata.

Perdamaian pun tercapai pada akhir tahun 1949. 

Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatannya kepada pemerintah Indonesia. 

Akhir Hidup

Pada 1972, pemerintah mengirim Jamin Gintings ke Kanada sebagai Duta Besar Berkuasa Penuh Indonesia dengan pangkat letnan jenderal.

Sayangnya setelah sampai di Kanada, Gintings terkena darah tinggi.

Jamin Gintings wafat pada 23 Oktober 1974 di Kanada. 

Jasadnya pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Utama Kalibata, Jakarta Selatan.

Untung mengenang jasanya, ia pun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 2014. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/07/150000179/jamin-gintings--masa-muda-dan-perjuangannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke