Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerajaan Siak: Silsilah Raja, Puncak Kejayaan, dan Peninggalan

Pendirinya adalah Raja Kecil atau Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah, putra Sultan Mahmud Syah dari Kesultanan Johor.

Kerajaan Siak terletak di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dengan pusat pemerintahan berada di Buantan.

Kerajaan ini mengalami masa kejayaan pada abad ke-19, ketika di bawah pemerintahan Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908).

Ketika berkuasa, Sultan Syarif Hasyim membangun Istana Asserayah Hasyimiah atau Istana Siak dan kemajuan pesat kerajaannya dapat dilihat pada bidang ekonomi.

Menjelang abad ke-20, Kerajaan Siak mulai mengalami kemunduran setelah diganggu oleh pemerintah kolonial Belanda.

Setelah Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, sultan terakhir Siak, Sultan Syarif Kasim II, menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.

Sejarah berdirinya Kerajaan Siak

Sebelum Kerajaan Siak berdiri, daerahnya adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Johor.

Penguasa wilayah ini juga ditunjuk langsung oleh Sultan Johor.

Ketika Kesultanan Johor runtuh, di wilayah Siak terjadi kekosongan kekuasaan selama hampir 100 tahun.

Raja Kecik, yang pernah terlibat perang saudara di Johor kemudian menetap di Bintan, dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan, anak Sungai Siak.

Negeri baru yang berpusat di Buantan ini dinamai Kerajaan Siak.

Kendati demikian, pusat kerajaan sempat beberapa kali mengalami pemindahan.

Barulah pada masa pemerintahan Sultan Ismail (1827-1864), pusat kerajaan akhirnya menetap di Kota Siak Sri Indrapura sampai akhir pemerintahannya.

Puncak kejayaan Kerajaan Siak

Setelah mendirikan Kerajaan Siak, Sultan Abdul Jalil atau Raja Kecik mulai melakukan perluasan wilayah dan membangun pertahanan armada laut.

Dalam perkembangannya, Siak terus menunjukkan dominasinya di kawasan perairan timur Sumatera, dengan mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka dan menaklukkan Mempawah di Kalimantan Barat.

Pada masanya, kerajaan ini juga menjadi salah satu pusat penyebaran dakwah Islam.

Pada masa sultan Siak ke-11, yaitu Sultan Syarif Hasyim, dibangunlah istana megah yang diberi nama Istana Asserayah Hasyimiah atau Istana Siak.

Puncak kejayaan Kerajaan Siak juga berlangsung pada pemerintahan Sultan Syarif Hasyim.

Kebesaran kerajaan ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan ekonomi kerajaan.

Selain itu, Sultan Syarif Hakim bahkan berkesempatan untuk berkunjung ke Eropa, yaitu Jerman dan Belanda.

Keruntuhan Kerajaan Siak

Keruntuhan Kerajaan Siak diawali dengan ekspansi kolonialisasi Belanda ke kawasan timur Pulau Sumatera.

Salah satu akibat dari ekspansi Belanda tersebut adalah wilayah kedaulatan Siak menjadi semakin sempit.

Pada 1840, Sultan Siak dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan Inggris, yang menyebabkan wilayahnya menjadi semakin sempit lagi.

Kemudian pada 1858, Kesultanan Siak benar-benar kehilangan kedaulatannya setelah menandatangani perjanjian dengan Belanda.

Perubahan ini juga membuat pengaruh hegemoni Siak atas wilayah-wilayah yang pernah dikuasainya lenyap.

Kendati demikian, Kesultanan Siak masih mampu bertahan sampai masa kemerdekaan Indonesia.

Barulah setelah Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, sultan terakhir Siak, Sultan Syarif Kasim II, menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.

Peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura

  • Istana Asserayah Hasyimiah atau Istana Siak
  • Patung Sultan Syarif Hasyim
  • Masjid Raya Syahabuddin
  • Mahkota kerajaan
  • Meriam buntung

Referensi:

  • Amarseto, Binuko. (2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Relasi Inti Media.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/18/150000379/kerajaan-siak-silsilah-raja-puncak-kejayaan-dan-peninggalan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke