Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Karel Sadsuitubun (KS Tubun): Peran, Kiprah, dan Pembunuhannya

Karel juga pernah bergabung melawan DI/TII dan PRRI. Ia juga turut memberikan sumbangsih dalam Operasi Trikora pembebasan Irian Barat.

Pada 1 Oktober 1965, Karel menjadi salah satu korban dari Gerakan 30 September.

Karel pun menjadi Pahlawan Revolusi pertama yang diakui dari kepolisian.

Kehidupan

Karel Sadsuitubun lahir di Rumadian, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928. 

Ayahnya bernama Primus Sadsuitubun dikenal oleh rakyat Maluku Tenggara sebagai seorang yang taat aan agama. 

Ibu Karel sendiri sudah meninggal dunia sejak ia berusia tujuh tahun. 

Karel bertumbuh menjadi seorang anak yang memiliki sikap militan, rajin, serta pekerja keras.

Ia bersekolah di SD Kristen Katolik sejak 1935 dan tamat pada 1941. 

Saat sudah dewasa, Karel memutuskan untuk bergabung menjadi anggota POLRI atau Kepolisian Nasional Indonesia.

Ia pun diterima dan mengikuti pendidikan polisi.

Kiprah

Setelah lulus, Karel kemudian ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang disebut Bhayangkara Dua Polisi.

Lalu, ia ditarik ke Jakarta dan mendapat pangkat Polisi Kelas Satu atau Bhayangkara Satu Polisi.

Pada tahun yang sama, 1954, Karel mengikuti latihan Brimob di Sekolah Polisi Negara Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Pada 18 Februari 1955, Karel bertugas di Sumatera Utara. Ia juga sempat bertugas di Aceh pada 1956 selama tiga bulan.

Saat sedang bertugas di Aceh, tengah terjadi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di sana yang dipimpin Daud Beureueh.

Seselesainya bertugas, pada 1958, Karel ditarik kembali ke Jakarta. Ia ditempatkan di Ciputat.

Namun, di Sulawesi Utara tengah terjadi pemberontakan Permesta dan DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, sehingga Karel dikirim ke Sulawesi selama enam bulan.

Pada 2 September 1960, Karel dikirim ke Sumatera Barat selama enam bulan untuk mengatasi pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Ia bertugas di bagian lapis baja kompi C/1129. Setelah itu, Karel bergabung dalam Angkatan Darat.

Selain turut melawan DI/TII dan PRRI/Permesta, Karel juga ikut dalam operasi Trikora untuk membebaskan Irian Barat.

Trikora

Pada 16 Maret 1963, Karel ditugaskan pada Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk turut membantu dalam rangka pembebasan Irian Barat. 

Ia bertugas dalam operasi ini selama 10 bulan di perbatasan Irian Barat. 

Karel ditugaskan sebagai pasukan/Kompi Gabungan Brigade Mobile dari Jakarta untuk membantu kesatuan-kesatuan Brigade Mobile di Maluku yang dikoordinasi oleh Komisaris Polisi VE Karamoy, komandan Brigage Mobile Provinsi Maluku. 

Selesai dari Trikora, Karel pun ditarik kembali ke Jakarta.

Ia diberi kenaikan pangkat menjadi Brigadir Polisi.

Gugurnya Karel dalam G30S

Gerakan 30 September berlangsung antara tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965. 

Mereka yang menamakan diri sebagai Gerakan 30 September dengan cara paksa telah melakukan penculikan terhadap beberapa perwira tinggi Angkatan Darat.

Salah satu yang mereka culik adalah A.H. Nasution. 

Dipimpin oleh Pelda Djahuru dari Resimen Cakrabirawa, ia mengirim pasukan untuk melakukan gerakan penculikan terhadap Jenderal A.H. Nasution. 

Karena rumah A.H. Nasution berdekatan dengan kediaman Wakil Perdana Menteri Indonesia, J. Leimena, mereka berusaha melumpuhkan pengawal yang berada di kediaman tersebut lebih dulu. 

Saat itu, petugas yang sedang berjaga di rumah J. Leimena adalah Karel. 

Para penculik mulai melancarkan aksi mereka. Para penculik ini terus berusaha untuk menerobos masuk ke dalam kediaman J. Leimena. 

Karena tidak ingin membiarkan hal ini terjadi, Karel pun melakukan perlawanan.

Ia berusaha untuk menahan pasukan penculik tidak masuk ke dalam kediaman J. Leimena. 

Tiba-tiba, tubuh Karel diberi sebuah timah panas yang membuatnya tersungkur tidak berdaya. Tembakan pun mendarat di tubuhnya. 

Karena Karel juga kalah jumlah, ia pun tewas ditembak oleh para penculik. 

Ia meninggal dini hari 1 Oktober 1965, saat sedang menjaga rumah J. Leimena.

Penghargaan 

Atas segala jasa-jasa Karel, ia pun dikukuhkan menjadi Pahlawan Revolusi Indonesia. Selain itu, pangkatnya juga dinaikkan menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi.

Nama Karel juga kini diabadikan menjadi nama sebuah kapal perang Republik Indonesia.

Kapal tersebut bernama KRI Karel Sadsuitubun.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga memberi gelar kehormatan pada Karel dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional.

Nama Karel juga diabadikan pada Bandar Udara Karel Sadsuitubun di Pelabuhan Ratu dan di Ibra, Maluku Tenggara.

Referensi: 

  • Roosa, John. (2008). Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto. Jakarta: Institut Sejarah Sosial Indonesia.
  • Nasution dan Abdul Harris. (1987). Memenuhi panggilan tugas jilid 6 : masa kebangkitan orde baru / A.H. Nasution. Jakarta: Gunung Agung.
  • Hitipeuw, Frans. (1985). Karel Sadsuitubun. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, dan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/06/111032579/karel-sadsuitubun-ks-tubun-peran-kiprah-dan-pembunuhannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke