Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

APRA dibentuk dan dipimpin oleh mantan kapten KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau Tentara Hindia Belanda Raymond Westerling

Westerling mempertahankan bentuk negara federal karena menolak Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terlalu Jawa-sentris di bawah Soekarno dan Hatta.

Latar Belakang 

Terjadinya perang APRA ini didasari dengan adanya hasil keputusan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Agustus 1949. 

Hasil dari KMB, yaitu:

  • Kerajaan Belanda akan menarik pasukan KL dari Indonesia
  • Tentara KNIL akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI

Keputusan ini lantas membuat para tentara KNIL merasa khawatir akan mendapatkan hukuman serta dikucilkan dalam kesatuan. 

Dari kejadian tersebut kemudian komandan dari kesatuan khusus Depot Speciale Troopen (DST), Kapten Westerling, ditugaskan untuk mengumpulkan para desertir dan anggota KNIL yang sudah dibubarkan. 

Sebanyak 8.000 pasukan berhasil terkumpul. Selanjutnya, target utama dari operasinya adalah Jakarta dan Bandung. 

Jakarta sendiri pada awal 1950 tengah sering melakukan sidang Kabinet RIS untuk membahas kembali terbentuknya negara kesatuan. 

Sedangkan Bandung merupakan kota yang belum sepenuhnya dikuasai oleh pasukan Siliwangi ditambah dengan Bandung sudah lama menjadi basis kekuatan militer Belanda.

Gerakan ini pun kemudian mereka namai dengan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). 

Asal Muasal

Nama Ratu Adil dalam gerakan APRA sudah lebih dulu disebut-sebut, karena memiliki sebuah makna penting bagi masyarakat yang saat itu sedang dijajah. 

Ratu Adil menjadi ideologi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, menitikberatkan akan datangnya juru selamat yang akan membawa kesejahteraan pada suatu masa. 

Karena Ratu Adil sangat diyakini oleh masyarakat, Kapten Westerling pun memanfaatkan nama tersebut guna menarik dukungan dalam melancarkan rencananya. 

Pemberontakan Westerling memakai nama perang Ratu Adil karena dengan nama Ratu Adil jadi didukung rakyat banyak.

Ultimatum 

Pada 5 Januari 1950, Westerling sudah mengirimkan surat ultimatum kepada RIS yang berisi tuntutan agar RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Pasundan. 

Bahkan pemerintah RIS juga diminta untuk mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. 

Surat ultimatum ini tidak hanya meresahkan RIS saja, tetapi juga beberapa pihak Belanda. 

Guna mencegah tindakan Westerling, Moh. Hatta mengeluarkan perintah untuk melakukan penangkapan terhadap Westerling. 

Jenderal Vreeden pun bersama Menteri Pertahanan Belanda yang merasa resah dengan ultimatum ini kemudian menyusun rencana untuk mengevakuasi pasukan RST tersebut. 

Kudeta

Namun, upaya mengevakuasi RST, gabungan baret merah dan baret hijau sudah terlambat untuk dilakukan. 

Westerling sudah lebih dulu mendengar rencana penangkapan tersebut, sehingga ia mempercepat pelaksanaan kudetanya. 

Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temui di jalan. 

Sementara Westerling menyerang kota Bandung, anak buahnya, Sersan Meijer menuju ke Jakarta untuk menangkap Presiden Soekarno dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan.

Sayangnya, karena  pasukan KNIL dan Tentara Islam Indonesia (TII) tidak muncul untuk membantu Westerling, serangannya di Jakarta mengalami kegagalan. 

Setelah melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST kembali ke tempat mereka masing-masing. 

Meskipun sudah banyak korban jiwa, Westerling tetap tidak tinggal diam. Ia berniat untuk mengulang kembali tindakannya tersebut. 

Namun, upaya keduanya ini gagal, sehingga kudeta pun tidak berhasil dilakukan. 

Akhir Pemberontakan

Kegagalan kudeta yang dilakukan Westerling terhadap RIS menyebabkan adanya demoralisasi anggota milisi terhadap Westerling dan ia terpaksa melarikan diri ke Belanda. 

Larinya Westerling ini kemudian membuat APRA berdiri sendiri tanpa adanya seorang pemimpin yang kuat. 

Oleh karena itu, APRA resmi tidak kembali berfungsi pada Februari 1950. 

 

Referensi: 

  • Kahin, George McTurnan. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, N.Y.: Cornell University Press.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/02/180056679/pemberontakan-apra-angkatan-perang-ratu-adil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke