Oleh: Rina Kastori, Guru SMP Negeri 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Istilah koersi berasal dari bahasa Inggris coercion, berasal dari bahasa Latin coersio.
Secara harfiah berarti pengekangan dan secara maknawiyah berarti upaya mencapai suatu tujuan dengan menggunakan kekuatan.
Dalam prakteknya, untuk mencapai suatu tujuan dilakukan kegiatan dalam bentuk sanksi, ancaman, intimidasi, pemerasan, boikot, terror, dan lain-lain sehingga orang-orang yang dijadikan sasaran merasa cemas, takut, dan sebagainya.
Baca juga: Intensitas Komunikasi: Pengertian, Aspek, dan Taraf
Dilansir dari buku Metodologi Penelitian Kuantitatif (2015) oleh Abdullah, koersif berkenaan dengan koersi. Koersi adalah sistem, komunikasi yang menggunakan paksaan dan kekerasan.
Senada dengan pengertian tersebut, berdasarkan jurnal Teknik Komunikasi Koersif Dinas Kesejahteraan Sosial dalam Menanggulangi Gelandangan dan Pengemis di Kota Samarinda (2017) oleh Kiki Rosiana, pengertian komunikasi koersif adalah proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain dengan ancaman atau sanksi untuk merubah sikap, opini, dan tingkah laku.
Penegasan ini dimaksudkan untuk mengadakan perbedaan dengan koersi. Tujuan persuasi dan koersi sama, yakni mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, tetapi jika persuasi dilakukan dengan cara halus, luwes, yang mengandung sifat-sifat manusiawi, koersi mengandung ancaman atau sanksi.
Baca juga: Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya
Disadur dari buku Komunikasi Antarpersonal (2015) oleh Alo Liliweri, ada tiga unsur komunikasi koersif, yaitu:
Dalam unsur ancaman terbagi menjadi dua jenis, sebagai berikut:
Ancaman ini dilakukan dalam bentuk komunikasi persuasif yang koersif dimana seseorang mengancam seseorang agar orang itu taat dan patuh kepada pihak yang berkuasa, ancamannya adalah jika tidak taat dan patuh maka pihak yang berkuasa akan membahayakan orang yang menjadi sasaran tersebut.
Ancaman kontingen bisa datang dalam bentuk complain melalui dua tindakan tertentu, yakni “harus melakukan” atau “tidak boleh melakukan” sesuatu yang tergantung dalam pandangan pihak penguasa.
Tampaknya lebih soft dari ancaman kontingen di atas, atau dalam bahasa sehari-hari adalah “tindakan menakut-nakuti”.
Jenis ancaman ini biasanya digunakan untuk menakut-nakuti atau mempermalukan seseorang yang berada di bawah pengaruh kekuasaan.
Ancaman kontingen lebih parah dibandingkan ancaman nonkontingen, dikarenakan ancaman kontingen dapat membahayakan orang yang menjadi sasaran itu dan ancaman nonkontingen hanya menakut-nakuti atau mempermalukan seseorang yang berada di bawah pengaruh kekuasaan.
Kedua jenis ancaman dapat dilakukan secara diam-diam atau tersirat atau bahkan eksplisit.
Baca juga: Pesan yang Dibawa Teknologi Komunikasi