Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sarekat Islam: Pendirian, Perkembangan, dan Perpecahan

Kompas.com - 21/12/2020, 17:11 WIB
Gama Prabowo,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebangkitan nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20 Masehi berawal dari kemunculan organisasi-organisasi pergerakan nasional di Indonesia.

Salah satu organisasi pergerakan nasional yang teguh dalam memeperjuangkan hak-hak masyarakat pribumi adalah Sarekat Islam.

Awal pembentukan

Pada awalnya, Sarekat Islam adalah organisasi dagang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh K.H Samanhudi pada 16 Oktober 1905.

Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam dengan tujuan untuk menggalang kerja sama antara pedagang Islam demi memajukan kesejahteraan pedagang Islam pribumi.

Baca juga: Pengaruh Organisasi Militer Regional dan Global terhadap Indonesia

Selain itu, Samanhudi juga ingin meruntuhkan dominasi pedagang-pedagang etnis China di sektor perekonomian Indonesia.

Pada tahun 1912, H.O.S Tjokroaminoto mengubah nama organisasi Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam.

Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaan organisasi tidak hanya terbatas pada golongan pedagang, namun juga terbuka bagi seluruh umat Islam di Indonesia.

Tujuan Sarekat Islam

Dalam jurnal Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional Indonesia (1912-1927) (2009) karya Yasmis, Sarekat Islam merupakan organisasi yang secara lantang menentang segala ketidakadilan dalam sistem kolonialisme di Indonesia.

Pendirian Sarekat Islam memiliki beberapa tujuan, yaitu:

  1. Mengembangkan jiwa dagang dan kesejahteraan masyarakat pribumi
  2. Mengembangkan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat pribumi
  3. Memperbaiki citra Islam di kalangan masyarakat luas
  4. Membantu kesulitan yang dialami anggota dalam sektor ekonomi
  5. Mengembangkan eksistensi agama Islam di Indonesia

Baca juga: Pergerakan Nasional: Dampak dari Politik Etis

Perkembangan Sarekat Islam

Pada masa kepemimpinan H.O.S Tjokroaminoto, arah organisasi Sarekat Islam merambah di bidang sosial, politik dan pemerintahan.

Sarekat Islam selalu menyuarakan semangat perjuangan Islam dalam perlawanan terhadap kolonialisme dan Imperialisme.

Cita-cita Sarekat Islam berhasil mendapat simpati masyarakat pribumi dan berkembang hingga ke desa-desa pedalaman. Rakyat pedesaan menganggap Sarekat Islam adalah wadah dalam perjuangan melawan struktur kekuasaan lokal.

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Sarekat Islam semakin berkembang pesat pada tahun 1912. Keanggotaan Sarekat Islam tidak hanya berasal dari Jawa, namun meluas hingga pulau Sumatera, Sulawesi, dan Maluku.

Baca juga: Kegiatan Budi Utomo: Organisasi yang Mengancam Belanda

Pada tahun 1917, Pemerintah kolonial Belanda meminta kepada Sarekat Islam untuk mengirimkan wakil untuk menduduki kursi Volksraad (Dewan Rakyat). Tjokroaminoto dan Abdoel Moeis dipilih sebagai perwakilan Sarekat Islam di Volksraad.

Pada perkembangannya, Tjokroaminoto dan Abdoel Moeis tidak dapat berbuat banyak karena Volksraad hanyalah dewan boneka bentukan pemerintah Belanda.

Perpecahan

Pada tahun 1914, beberapa anggota Sarekat Islam mendapatkan pengaruh ideologi Komunis dari tokoh Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) bernama Henk Sneevliet.

Anggota-anggota Sarekat Islam seperti Semaoen, Darsono, Alimin, dan Tan Malaka berusaha mengubah perjuangan Sarekat Islam ke arah yang lebih radikal sesuai dengan semangat komunisme.

Baca juga: Perhimpunan Indonesia: Organisasi Pertama yang Pakai Istilah Indonesia

Namun, upaya mereka mendapatkan perlawanan dari golongan Islam konservatif seperti Kartosuwiryo, Agus Salim dan Abdoel Moeis.

Pada akhirnya Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Merah di bawah pimpinan Semoen dan Sarekat Islam Putih di bawah pimpinan Tjokroaminoto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com