Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Contoh Teks Drama Monolog

Kompas.com - Diperbarui 24/01/2022, 15:12 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Arum Sutrisni Putri

Tim Redaksi

Jalan pikiran melempas yang pendek, itu tak bertanggungjawab, egois, anarkis, provokatif, itu subversip! Meracuni angkatan muda, orang-orang yang putus asa, untuk mencari kebahagiaan dengan cara gampangan itu terlarang!

Keblinger tulis Profesor Ong.

Bodoh, cupet, asosial, mengandung pesona berbahaya bagi moral. Tidak mensyukuri karunia Tuhan. Menentang falsafah negara. Teroris itu bukan pahlawan, tapi sakit jiwa. Jangan biarkan dia jadi berhala. Hidup tambah berbahaya kalau ngebom semua bahaya. Teror itulah bahaya yang sebenarnya, bukan ancaman bahaya itu sendiri seperti yang sudah difitnahkan.

Mas Gan, Pak Kayom, Profesor Kan, Profesor Doktor Ali, Profesor Bos, Profesor Mak, Doktor Ko, Profesor Doktor Emanuel Den Bagus, Doktor Kwak, Araf, bahkan tak kurang dari mantan menteri kebudayaan Pak Fad dan presiden Sak memberikan suaranya:

Awas! Bunuh kejahatan pikiran itu! Racunnya terus menjalar. Setiap saat akan meledak. Dia mengacaukan antara yang ada dan yang tidak ada. Kikis tuntas tidak ada kata ampun! Bukan karena pikiran itu besar, tetapi karena justru begitu sederhana, mudah, naif menjanjikan penyelesaian tunggal yang keji terhadap satu kenyataan dunia yang kompleks. Bagaimana mungkin kehidupan yang sudah nyelimet karena usianya berabad-abad ini bisa diselesaikan dengan satu kalimat tanpa mengundang kebencian, permusuhan, perang dan pembunuhan-pembunuhan?. Ancaman-ancaman yang lahir karena benturan berbagai kepentingan, panutan dan kelompok etnik bukan saja di dalam negeri tetapi juga di seluruh dunia, itu dinamika kehidupan. Pluralisme itu bukan bahaya. Bahaya itu bukan ancaman. Ketakutan pada bahaya yang sudah tidak terkendali akan menimbulkan kebuasan. Itu baru bahaya! Itu yang harus dibasmi!

Lalu puting-beliung bertiup sebaliknya.

ANGIN KENCANG. DIA TERTIUP TAPI MENCOBA BERTAHAN. DIA BERPEGANG KEPADA TALI YANG MELILIT DI LEHERNYA.

Propaganda kebencian menyerang dari segala jurusan. Aku dikejar-kejar.

TALI DITARIK KE ATAS. BADANNYA TERGANTUNG.

Tapi dalam pengejaran aku tambah hidup. Dimaki-maki berarti aku dikenang. Disatroni, dihujat, disembelih, dipreteli, ditumbuk sampai serpihan-serpihan jadi debu aku malahan merajalela.

Sekarang setelah dihabisi sebagai kambing hitam, aku bangkit. Lahir, tumbuh dan tambah perkasa. Aku jadi tontonan, jadikan pelajaran, jadi pelatihan, tentang bagaimana caranya membunuh bahaya. Gila!

TURUN KEMBALI

Aku adalah pelajaran bahaya. Aku harus dipahami untuk mengerti apa yang harus dijauhi. Aku buku suci apa yang tabu. Mau tahu siapa yang harus dikutuk, lihat aku. Aku adalah musuh besar yang harus dibasmi itu, yang tidak bisa mati tanpa dipahami. Maka cintailah aku.

KETAWA

Anak-anak sekolah diwajibkan awas. Aku dipaku pada setiap kepala. Dicontreng pada setiap pojok kehidupan. Dari kamar kecil sampai ke tempat tidur. Orang waras, orang melek, orang pintar, orang sedang buang hajat, orang mabok, orang tidur, orang bersanggama, orang teler, bego, sakit jiwa, semua harus waspada, tahu aku.

Aku jadi popular dan mewabah. Merajalela sampai ke semua ketiak dan selangkangan. Bangsat yang dilestarikan, itulah aku.

Yang tidak tahu jadi tahu, yang tidak ngeh sekarang terusik. Yang terusik lalu bertindak. Yang sudah bertindak makin ganas. Yang ganas kontan hilang ingatan. Dan yang hilang ingatan bablas karena yakin akan masuk surga.

Setelah dibungkam, berjuta-juta bahaya baru lahir. Galak, menggigit-gigit, penuh dendam. Begitu kamu sadar, mau balik langkah, sudah terlambat.

KETAWA

Itulah bahaya yang sebenarnya!

KURUNGAN TURUN CEPAT. ORANG ITU DALAM KURUNGAN MENDUSIN. LAMPU DALAM KURUNGAN MENYALA. BAYANGAN ORANG ITU MENGAMUK DALAM KURUNGAN MENCOBA MEMBEBASKAN DIRI UNTUK BERBALIK LANGKAH MEMULAI LANGKAH. TAPI TERLAMBAT.

Tolong! Tolong!


LAMPU MATI PERLAHAN-LAHAN.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com