Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erupsi Gunung Berapi di Indonesia

Kompas.com - 29/04/2020, 09:36 WIB
Serafica Gischa

Penulis

 

KOMPAS.com - Indonesia terkenal dengan negeri seribu pulau. Selain memiliki beragam budaya, hasil bumi, dan negeri eksotis, Indonesia juga terkenal dengan gunung api.

Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, gunung-gunung ini tersebar di sepanjang Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, Lombok, Flores, Sulawesi, hingga Maluku.

Rangkaian Gunung api yang menbentang ini dikenal dunia dengan Ring of Fire. Indonesia memiliki total 127 gunung berapi atau 13 persen gunung berapi di dunia.

Indonesia memiliki banyak gunung api

Alasan Indonesia memiliki banyak gunung api karena terletak di tiga lempeng tektonik besar, yaitu Eurasia, Indo-ustralia dan Pasifik. Setiap tahunnya Indo-Australia dan Pasifik ini bergeser beberapa sentimeter.

Pergeseran itu mengakibatkan magma dapat naik dan membentuk kerucut-kerucut gunung api. Gunung api dapat menyebabkan bencana erupsi, contohnya peristiwa erupsi Gunung Tambora, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat yang meletus pada 1815.

Ini merupakan peristiwa erupsi gunung terdasyat yang terjadi di Indonesia dengan menelan korban lebih dari 90 ribu jiwa. Erupsi gunung merapi tersebut juga mengakibatkan perubahan iklim dunia.

Baca juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi, Bagaimana Pantauan Terakhir Gunung Merapi?

Erupsi lain juga terjadi pada Gunung Krakatau tepatnya di Selat Sunda yang terjadi pada 1883, serta memicu gelombang tsunami yang mengakibatkan 36 ribu orang meninggal.

Dua peristiwa tersebut merupakan dua erupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. Di samping itu masih ada erupsi-erupsi lain, seperti Gunung Merapi, Gunung Kelud, dan Gunung Sinabung.

Gunung Soputan menghembuskan awan panas di Miahasa Tenggara, Sulawesi Utara, Minggu (16/12/2018). Letusan setinggi 250 meter tersebut disertai dengan kolom asap setinggi 1.500 meter yang mengarah ke timur-timur laut.ANTARA FOTO/ADWIT B PRAMONO Gunung Soputan menghembuskan awan panas di Miahasa Tenggara, Sulawesi Utara, Minggu (16/12/2018). Letusan setinggi 250 meter tersebut disertai dengan kolom asap setinggi 1.500 meter yang mengarah ke timur-timur laut.
Mengapa gunung mengalami erupsi?

Erupsi gunung terjadi karena magma yang tersimpan di kawah dalam gunung api menyembur keluar akibat tekanan dan suhu yang tinggi.

Dalam keadaan seperti ini banyak sekali ancaman bagi penduduk di sekitar gunung berapi, yaitu:

  • Aliran awan panas. Masyarakat sering menyebut "wedus gembel". Awan panas yang berhembus dari puncak gunung ke dataran rendah yang memiliki kecepatan hingga ratusan kilometer perjam. Bahkan suhunya mencapai ratusan derajat selsius.
  • Lelehan lava, merupakan bahan vulkanis cair yang panasnya mencapai ratusan derajat selsius. Sehingga mampu melelehkan semua benda yang ada di depannya.
  • Jatuhan awan panas berupa material vulkanik hingga hujan abu. Jatuhnya material ini dapat mengakibatkan korban jiwa. Sedangkan abu vulkanik dapat mengganggu kesehatan mata dan pernapasan. Bahkan hujan abu bisa merubah cuaca, terlebih untuk dunia penerbangan mengakibatkan kerusakan mesin pesawat.
  • Saat erupsi, gunung api dapat mengeluarkan lahar erupsi. Hal ini terjadi pada gunung api yang memiliki danau kawah. Biasanya berupa lumpur, air, pasir, dan kerikil akan mengalir ke lereng hingga lembah gunung. Ada juga gas beracun, seperi CO, CO2, H2S, dan SO2 atau belerang.
  • Bahaya tidak langsung dari erupsi adalah lahar hujan. Terjadi bila material hasil erupsi gunung api yang diendapkan disekitar puncak dan lereng terangkut oleh hujan atau air permukaan melalui lembah atau sungai.

Baca juga: Erupsi Gunung Api, Jawaban Soal TVRI Belajar dari Rumah SMP 29 April

Dengan banyak faktor bahaya yang diakibatkan gunung berapi, banyak upaya yang dilakukan. Salah satunya membagi kawasan berdasarkan sejarah kejadian dan identifikasi potensi ancaman bahaya gunung api yang biasa disebut dengan Kawasan rawan Bencana (KRB).

Tingkatan tersebut, yaitu:

  1. KRB 3 berpotensi terkena awan panas, aliran lava, guguran lava, guguran batu pijar, dan gas beracun.
  2. KRB 2 kawasan berpotensi terkena awan panas, aliran lava, lontaran batu pijar, guguran lava, hujan abu lebat, hujan lumpur panas, aliran lahar dan gas beracun.
  3. KRB 1 kawasan berpotensi terkena lahar, tertimpa hujan abu dan atau air dengan keasaman tinggi.

Tingkatan status aktivitas 

Untuk itu pemerintah membagi empat tingkatan status aktivitas gunung api, yaitu:

  • Level 1, normal artinya gunung api tidak menunjukkan gejala berbahaya.
  • Level 2, waspada artinya aktivitas gunung api mengalami kelainan dari visual atau instrumental dan gejala vulkanik lainnya.
  • Level 3, siaga artinya perubahan aktivitas gunung api diikuti erupsi
  • Level 4, awas artinya tingkatan paling tinggi dan diikuti erupsi.

Baca juga: Pulau Manakah di Indonesia yang Tidak Memiliki Gunung Api?

Masyarakat bisa melakukan pemantauan gejala gunung api dengan melihat tanda-tanda alam, seperti:

  • Adanya bau belerang dan suara gemuruh dengan radius lebih dari satu kilometer
  • Berubahnya warna asap kawah gunung api
  • Air danau kawah menjadi keruh
  • Terlihat titik api diam di puncak kawah
  • Adanya hujan abu tipis, guguran batuan atau larva pijar dari puncak.

Jika hal itu terjadi sebaiknya masyarakat tetap tenang, namun tetap.waspada dengan terus mendengarkan informasi dan arahan dari pemerintah atau instansi berwenang.

Erupsi gunung api merupakan gejala alam yang bisa terjadi kapan saja. Namun, masyarakat tetap bisa meminimalisasi dengan selalu siaga dan membekali pengetahuan mengenai karakteristik gunung api.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com