Presiden SUkarno menyerukan "Kekuatan Dunia Baru" (New Emerging Forces) untuk bangkit
menuju tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang, melampaui dominasi negara-negara besar di dunia yang secara ideologis terbagi ke dalam Blok Barat dan Blok Timur.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia bertemu dengan para kepala pemerintahan Ghana,
India, Mesir, dan Yugoslavia guna mempersiapkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok I di Beograd, Yugoslavia pada tahun 1961.
Dalam buku Grand Design: Kebijakan Luar Negeri Indonesia (2015-2025) (2016) karya Adriana
Elisabet, prinsip bebas aktif dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia disesuaikan dengan dinamika nasional, regional, dan internasional.
Khususnya dinamika yang cenderung berdampak ataupun saling memengaruhi perkembangan di tingkat nasional, regional, dan internasional.
Untuk mengoptimalkan kontribusi internasional Indonesia dan mencapai kepentingan nasionalsecara menyeluruh baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan masyarakat, maupun menciptakan ketertiban dunia.
Maka prinsip bebas aktif diimplementasikan secara lebih pragmastis, proaktif, fleksibel,
akomodatif, dan asertif.