Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Dokter Sutomo: Pendiri Budi Utomo dan Kisah Cinta Beda Agama

Kompas.com - 01/03/2020, 08:00 WIB
Serafica Gischa

Penulis

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Keberadaan organisasi Budi Utomo tentu tidak lepas dari sosok dokter Sutomo.

Pendiri sekaligus ketua dari organisasi tersebut terkenal sebagai seorang dokter yang dermawan dan juga aktif dalam politik.

Dalam buku Rekam Jejak Dokter Pejuang dan Pelopor Kebangkitan Nasional (2008) karya HM Nasruddin Anshoriy, Sutomo lahir di desa Ngapeh, Nganjuk pada 30 Juli 1888.

Sutomo sebenarnya memiliki nama asli Subroto. Namun, untuk bisa masuk ke sekolah Belanda, namanya berubah menjadi Sutomo.

Ayahnya, Raden Suwaji adalah seorang priyayi pegawai pangreh yang maju dan modern. Sutomo termasuk orang beruntung, karena dibesarkan dalam keluarga yang terhormat, berkecukupan, dan cukup di manja.

Pengaruh religius juga mengalir deras dalam diri Sutomo. Kakeknya bernama R Ng Singawijaya atau KH Abdurrakhman  dan neneknya menuntut Sutomo kecil agar taat beragama, beribadah, memiliki perasaan damai, berani, dan kokoh pendirian.

Di usia enam tahun, Sutomo diboyong ke Madiun bersama ke dua orangtuanya. Di sana Sutomo masuk ke Sekolah Rendah Belanda di Bangil.

Baca juga: Tokoh Pendiri Budi Utomo: Pelajar STOVIA

Situasi di dalam kelas STOVIAkemdikbud.go.id Situasi di dalam kelas STOVIA
Masuk STOVIA

Selesai pendidikan di Sekolah Rendah Belanda, Sutomo dihadapkan pada dua pilihan.

Ayahnya, Raden Suwaji ingin Sutomo masuk School tot Opleiding van Indische Aartsen (STOVIA) sebagai dokter. Sedangkan sang kakek menginginkannya menjadi pangreh praja.

Hal tersebut cukup menyita pikirannya, namun hati kecilnya memiliki kedokteran. Karena baginya, pekerjaan pangreh praja hanya disuruh-suruh Belanda.

Akhirnya melalui perenungan panjang, Sutomo dengan tegas menolak jabatan pangreh praja.

Pada usia 15 tahun, Sutomo ke Batavia dan resmi menjadi siswa STOVIA pada 10 Januari 1903.

Di sekolah kedokteran ini, Sutomo terkenal sebagai siswa paling nakal, berani, malas belajar, suka menyontek dan mencari masalah.

Sehingga kehidupans sosial maupun pelajarannya di STOVIA cukup berantakan dan tidak beres.

Baca juga: Kegiatan Budi Utomo: Organisasi yang Mengancam Belanda

Pendiri Organisasi Budi Utomokemdikbud.go.id Pendiri Organisasi Budi Utomo
Mendirikan Budi Utomo

Menjelang tahun ketiga pendidikannya, Sutomo berubah drastis.

Dirinya menjadi begitu serius dalam belajar. Bahkan perilakunya menunjukkan banyak perubahan.

Bahkan, di salah satu mata pelajaran Aljabar dirinya bisa menyelesaikan soal dengan sempurna. Padahal tidak ada satupun teman kelasnya yang bisa menjawab.

Perubahan tersebut semakin meningkat setelah dirinya mengetahui bahwa sanga ayah meninggal dunia pada 28 Juli 1907. Hal tersebut mngubah cara hidup Sutomo.

Sutomo berubah menjadi siswa pendiam, dan sangat perhatian dengan teman-temannya. Jiwa sosial dan kepeduliannya terhadap negara juga mulai tumbuh.

Pada tahun 1908, bersama rekan-rekannya Sutomo mendirikan Budi Utomo. Hal tersebut menjadi tonggak pergerakan politik Sutomo melawan pemerintah Hindia Belanda.

Baca juga: Pergerakan Nasional di Indonesia, Diawali Organisasi Budi Utomo

Meski sibuk dengan organisasi, Sutomo bisa menyelesaikan pendidikannya pada 1911. Dirinya mulai bertugas di Semarang, Tuban, Sumatera Timur, dan beberapa kota lainnya.

Dengan berkeliling daerah membuat Sutomo semakin sedih melihat kondisi rakyat Indonesia. Jiwanya panas dan hatinya terluka melihat bangsanya sengsara karena Belanda.

Akhirnya Sutomo memilih untuk mendermakan hidupnya membantu kesehatan masyarakat. Imbasnya Sutomo sedikit renggang dengan kegiatan organisasinya.

Sutomo dan istrinya, Everdinakemdikbud.go.id Sutomo dan istrinya, Everdina
Kisah cinta beda agama

Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Sutomo mempersunting seorang janda yang bekerja sebagai suster bernama Everdina Bruring.

Tentu saja, perpaduan dua orang beda bangsa dan bermusuhan ini mengundang polemik.

Everdina menjadi perempuan penting dalam hidup Sutomo. Pertemuan mereka bermula ketika Sutomo menjemput Everdina di Stasiun Blora untuk membantunya bertugas.

Sutomo pun mulai memahami kesedihan Everdina. Kedatangannya ke Hindia Belanda adalah untuk menghibur diri setelah kematian suaminya terdahulu.

Baca juga: Budi Utomo: Sejarah Berdiri dan Peranannya

Meski berdarah Belanda, Everdina tidak pernah menghalangi Sutomo melawan politik kolonial bangsanya. Bahkan tak jarang Everdina membantu Sutomo menyusun strategi melawan Belanda.

Mereka pun menikah pada tahun 1917. Pernikahan beda agama zaman dulu tidak serumit pada saat sekarang. Namun, ternyata pernikahan tersebut tidak direstui kaka Everdina dan menyebabkan hubungan keduanya renggang.

Di mata Sutomo, sang istri adalah perempuan pujaan. Tugas harian seperti memasak, mencuci, dan sebagainya rela dilakukan. Bahkan di waktu-waktu libur, Everdina tidak berhenti menyiapkan keperluan logistik di rumah, karena organisasi Sutomo sering mengadakan rapat di rumah.

Pengabdian yang tulus ini membuat Sutomo semakin cinta kepada Everdina. Sampai akhir hayatnya, hanya Everdina satu-satunya perempuan yang singgah di hati Sutomo.

Bahkan semenjak wafatnya Everdina pada 17 Februari 1934, Sutomo tidak pernah berniat sedikitpun untuk menikah lagi. Panah cintanya sudah padam dibawa oleh Everdina, suster Belanda yang mampu membuatnya mabuk kepayang.

Sutomo wafat pada 30 Mei 1938 karena kondisi kesehatan yang terus menurun.

Untuk mengenang jasanya, Sutomo dimakamkan di Gedung Nasional Bubutan, Surabaya. Serta diberi gelar Pahlawan Pergerakan Nasional pada 1961.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com