Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberontakan PETA di Blitar

Kompas.com - 16/01/2020, 19:00 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Tindakan Jepang yang menyengsarakan rakyat Indonesia selama pendudukan, memicu rakyat melakukan perlawanan.

Pembela Tanah Air (PETA) berada di bawah kendali pemerintah militer Jepang bahkan ikut memberontak.

Ini disebabkan karena perwira PETA kerap direndahkan oleh Jepang. Para syidokan yang melatih mereka bersikap congkak dan sombong.

Mereka juga tak tahan melihat romusha dan pemerasan yang dilakukan Jepang.

Dikutip dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019), salah satu perlawanan PETA terjadi di Daidan (Batalyon) Blitar. Daidan Blitar dibentuk pada 25 Desember 1943. Pemimpinnya adalah Shodanco Supriyadi.

Baca juga: PETA, Pasukan Indonesia Bentukan Jepang

Saat itu, Supriyadi dikenal sebagai pemrakarsa pemberontakan terhadap kekuasaan pemerintah Jepang.

Tak tahan melihat romusha

Pemberontakan dipicu kejadian usai latihan militer. Sore itu, anggota Daidan Blitar baru pulang latihan.

Tiba-tiba mereka mendengar jeritan para petani. Petani dipaksa menjual padinya kepada kumiai (organisasi pembeli padi) melebihi jatah yang telah ditentukan.

Itu mengakibatkan padi untuk kebutuhan keluarganya sendiri tak cukup. Mereka terancam kelaparan.

Para tentara PETA juga mendengar Jepang telah memerintahkan pembelian telur besar-besaran dengan harga murah untuk tentara PETA. Padahal mereka sendiri tidak pernah mendapatkan jatah telur.

Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Kekecewaan tentara PETA makin menjadi-jadi ketika mereka ditugasi mengawas pekerjaan para romusha membangun kubu di Pantai Selatan.

Sejak dini hari, para romusha dipaksa bekerja berat hingga sore. Tanpa makan dan tanpa upah.

Makanan dan bantuan kesehatan sangat minim sehingga separuh dari mereka jatuh sakit dan meninggal dalam waktu singkat.

Pada akhir 1944, sejumlah penduduk laki-laki di desa-desa sekitar mereka berkurang sehingga sebagai gantinya dikerahkan romusha perempuqan.

Para perempuan pun mengalami penyiksaan dan menjadi korban. Jumlah korban romusha perempuan lebih banyak dari romusha laki-laki.

Baca juga: Fujinkai, Barisan Wanita Bentukan Jepang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com