KOMPAS.com - Lempeng tektonik erat kaitannya dengan lapisan yang ada di bumi. Lempeng tektonik juga menjadi salah satunya proses pembangunan gunung, gunung berapi, dan gempa bumi.
Dilansir dari Encyclopaedia Britannica, lempeng tektonik juga membuat evolusi bumi dan merekontruksi benua serta laut.
Konsep lempeng tektonik dirumuskan pada 1960-an. Menurut teori tersebut, bumi memiliki lapisan luar yang kaku, dikenal sebagai litosfer.
Biasanya sekitar 100 kilometer atau 60 mil tebalnya dan menutupi lapisan astenosfer
Lapisan astenosfer adalah lapisan yang terletak di bawah litosfer dan di atas mantel atas bumi.
Litosfer pecah menjadi tujuh lempeng benua dan samudera berukuran besar. Enam sampai tujuh lempeng regional berukuran sedang dan beberap berukuran kecil.
Lempeng-lempeng ini bergerak relatif satu sama lain, biasanya dengan kecepatan 5-10 sentimeter per tahun.
Baca juga: Gempa, Penyebab, Jenis dan Cara Mengukurnya
Lempeng-lempeng itu berinteraksi di sepanjang batasnya, di mana mereka bertemu, menyimpang, atau menyelip melewati satu sama lain.
Interaksi tersebut sebagian besar memicu aktivitas seismik dan vulkanik. Selain itu juga gempa bumi dan gunung berapi.
Gerakan lempeng menyebabkan gunung-gunung naik di mana lempeng mendorong atau bertabrakan.
Teori lempeng tektonik memberikan kerangka kerja untuk menggambarkan geografi masa lalu terhadap benua dan lautan.
Selama akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21, proses lempeng tektonik sangat memengaruhi komposisi atmosfer dan lautan bumi.
Selain itu juga penyebab utama perubahan iklim jangka panjang dan memberikan kontribusi signifikan pada lingkungan.
Lapisan permukaan bumi yang tebal dan kaku ini tersusun atas satu set pelat besar dan kecil. Bersama-sama lempeng tersebut membentuk litosfer.
Sementara komposisi lempeng dianggap tetap pada dasarnya, yaitu sebagai salah satu pembentuk permukaan terestrial termasuk gempa bumi, gunung berapi, dan penbentukan jajaran pegunungan.