Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tsunami: Tanda-tanda dan Prosesnya

Meski sering mendengar, pahamkah Anda bagaimana tsunami bisa terjadi? Apa sebenarnya itu tsunami? Serta apa saja tanda-tandanya?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tsunami adalah gelombang laut dahsyat (gelombang pasang) yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di dasar laut.

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang artinya gelombang pelabuhan. Bencana ini punya nama Jepang karena Jepang menjadi negara yang paling sering terdampak tsunami.

Dilansir dari Kompas.com, Perekayasa Bidang Kelautan Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai (BTIPFP) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widyo Kongko, menjelaskan tsunami ialah bencana alam yang paling mungkin terjadi di daerah yang memiliki lempeng benua dan lempeng samudera.

Indonesia dikelilingi oleh tiga lempeng tektonik yang terus bergerak, yakni lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik.

Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah utara dan menyusup ke dalam lempeng Eurasia. Sementara lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah barat.

Jalur pertemuan lempeng berada di laut sehingga apabila terjadi gempa bumi besar dengan kedalaman dangkal, tsunami berpotensi terjadi. Ketiga lempeng tersebut saling bergerak dan tidak pernah berhenti selama Bumi berputar.

"Pertanyaannya adalah, kapan lempeng akan melepaskan energi. Itu yang tidak kita tahu," ujar Widjo yang mendalami tsunami pada Juli 2019 lalu.

Tanda-tanda tsunami

Tsunami biasanya didahului dengan gempa bumi besar dan menyusutnya air laut. Ada jarak waktu antara terjadinya gempa bumi hingga gelombang besar tiba di pantai.

Di Indonesia, tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah gempa bumi besar di bawah laut.

Hewan liar biasanya mulai berperilaku aneh. Ini terjadi di Sri Lanka dan Thailand. Sebelum tsunami meluluhlantakkan daratan, gajah-gajah berlari ke daerah yang lebih tinggi.

Di India dan Sumatra, burung mulai terbang ke tempat yang lebih tinggi dan menjauh dari daerah pantai.

Menurut ilmuwan, para hewan berperilaku aneh karena mereka takut dengan getaran mikro yang dihasilkan oleh tsunami. Karena itu, mereka berlari menjauhi arah datangnya getaran itu.

Di era modern, ada tsunami buoy atau alat yang bisa mengirim peringatan jika terjadi gelombang tidak biasa di lautan.

Sebab, tsunami yang bermula dari tengah lautan, tak telihat dari pantai. Di laut dalam, tsunami juga tak terlihat tinggi sama sekali. Ketinggian gelombang hanya sekitar 30 hingga 60 sentimeter (1 hingga 2 kaki).

Jika terjadi gempa, hindari area pantai. Pergilah ke tempat yang lebih tinggi kendati belum ada peringatan dini tsunami.

Proses terjadinya tsunami

Dilansir dari Encyclopaedia Britannica (2015), tsunami bisa mencapai jarak yang jauh. Setelah gempa atau letusan gunung berapi, gelombang beberapa kali akan menyebar di permukaan laut.

Tsunami punya panjang gelombang yang jauh lebih panjang dan jarak antargelombang yang lebih lama dari ombak biasa.

Di laut dalam, tsunami bisa melaju hingga 800 kilometer per jam. Semakin dalam perairan, semakin cepat gelombangnya. Dengan kedalaman laut yang mencapai 4.000 meter, tsunami bisa bergerak lebih dari 640 kilometer per jam.

Gelombang tsunami juga lebar, sekitar 100 hingga 200 kilometer. Luas tsunami juga berpengaruh terhadap kerusakan yang ditimbulkan. Seiring dengan makin jauhnya gelombang, energinya semakin berkurang. 

Namun hilangnya energi ini tidak sebanding dengan lebarnya. Seban semakin lebar gelombang, semakin dikit energi yang berkurang. Sehingga ketika sampai di pantai, tsunami masih sangat kuat.

Tsunami terparah

Dalam sejarah, ada dua tragedi tsunami yang cukup parah dan terbesar. Keduanya terjadi di Indonesia. Berikut dua peristiwa tsunami yang dimaksud:

1. Tsunami 1883

Dilansir dari Kompas.com, tragedi tsunami yang terjadi pada 27 Agustus 1883 menjadi yang terparah sepanjang sejarah.

Letusan Gunung Krakatau kala itu memicu terjadinya tsunami besar setinggi 120 kaki. Gelombang besar ini menelan korban jiwa sekitar 35.500 orang.

Dalam buku Krakatau, the Day the World Exploded August 27, 1883 (2003) disebutkan bahwa pada 250 tahun terakhir tercatat tak kurang dari 90 kali tsunami terjadi akibat letusan gunung.

Namun, tsunami yang disebabkan oleh Krakatau menjadi tsunami vulkanik terbesar yang pernah tercatat oleh sejarah. Dikutip dari History, Krakatau telah menunjukkan peningkatan aktivitas pertamanya setelah lebih dari 200 tahun pada 20 Mei 1883.

2. Tsunami 2004

Pada 26 Desember 2014 silam, wilayah Aceh dan sebagian pesisir barat Sumatera Utara hancur diterjang gelombang tsunami. Ada sekitar 170.000 orang tewas dan jutaan rumah hancur akibat tragedi tsunami.

Peristiwa ini bermula terjadinya gempa beberapa kali. Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 29 Desember 2004, kekuatan gempa yang terjadi berada di Samudra Hindia pada kedalaman sekitar 10 kilometer di dasar laut.

Gempa yang berlangsung selama kurang lebih 10 menit ini tercatat mempunyai magnitudo sekitar 9,0. Setelah itu gelombang tsunami mulai menghantam Aceh dan sebagian di Sumatera Utara.

Kemudian tsunami bergerak menyebar ke arah pantai-pantai. Jarak pantai Sumatera terdekat dengan episenter gempa bumi utama diperkirakan 125 kilometer dengan kecepatan gelombang mencapai 800 kilometer per jam.

Dua jam setelah gempa, gelombang setinggi 9 meter menghantam pantai timur India dan Sri Lanka, sekitar 1.200 kilometer jauhnya.

Dalam tujuh jam setelah gempa, gelombang menghantam daratan di Tanduk Afrika, lebih dari 3.000 kilometer jauhnya di sisi lain Samudra Hindia.

Tidak hanya Aceh yang terdampak tsunami, tapi melanda pantai-pantai di Sri Lanka, India, Thailand, Malaysia, Somalia, Bangladesh, Maladewa, dan Kepulauan Cocos.

Hari kesadaran tsunami

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan World Tsunami Awareness Day atau Hari Kesadaran Tsunami pada 5 November.

Hari itu dipilih untuk menghormati cerita Jepang "Inamura-no-hi", yang artinya membakar beras dengan jumlah besar.

Ini dilakukan oleh seorang petani yang melihat air laut surut yang pertanda tsunami saat terjadi gempa bumi tahun 1854.

Petani itu membakar seluruh panennya dan memperingatkan para penduduk desa agar pergi ke tempat yang lebih tinggi.

Setelah itu, membangun sebuah tanggul dan menanam pohon buat menghalau gelombang di kemudian hari.

Peringatan ini digagas oleh bangsa Jepang, yang selama bertahun-tahun menghadapi tsunami. Jepang mempelajari kebencanaan, terutama peringatan dini tsunami, aksi publik, dan pembangunan kembali setelah bencana.

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/09/183608869/tsunami-tanda-tanda-dan-prosesnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke