Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

295.000 Tahun Lalu, Ada Kera Raksasa Misterius Hidup di Bumi

Kompas.com - 12/01/2024, 18:34 WIB
Monika Novena,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kera raksasa misterius pernah hidup di Bumi 295.000 tahun yang lalu.

Tidak berlebih jika disebut raksasa. Pasalnya diperkirakan kerabat orangutan modern ini memiliki tinggi 3 meter dengan berat mencapai 300 kilogram.

Baca juga: 7 Fakta Gigantopithecus, Kera Terbesar yang Pernah Hidup di Bumi

Spesies itu masih menjadi misteri sejak gigi fosilnya ditemukan di toko obat tradisional di Hong Kong pada tahun 1935.

Gigi raksasa tersebut pada awalnya konon disebut milik seekor naga, namun ahli paleontologi dengan cepat menyadari gigi sebenarnya berasal dari primata.

"Biasanya ketika Anda berpikir tentang raksasa, Anda berpikir tentang dinosaurus. Tapi ini adalah raksasa dalam keluarga primata," kata Kira Westaway dari Macquarie University di Sydney, Australia.

Lalu kemana mereka dan bagaimana nasibnya?

Punahnya kera raksasa

Mengutip New Scientist, Jumat (12/1/2024) sayangnya, setelah bertahan lebih dari 2 juta tahun, spesies bernama Gigantopithecus blacki punah antara 295.000 hingga 215.000 tahun yang lalu.

Kera yang juga dikenal sebagai Giganto ini punah karena kemungkinan besar gagal beradaptasi menyesuaikan preferensi makanannya di tengah perubahan iklim.

Untuk mengetahui kapan kera tersebut punah, Westaway dan rekan-rekannya mempelajari ratusan gigi dan empat fragmen tulang rahang kera yang ditemukan di gua-gua di provinsi Guangxi, Tiongkok Selatan.

Melihat peluruhan radioaktif unsur-unsur tertentu seperti uranium, di dalam gigi dan tulang kemudian memungkinkan para peneliti mengukur berapa lama waktu yang telah berlalu sejak kepunahan.

Baca juga: Apa Perbedaan Monyet dan Kera?

Peneliti juga mengamati endapan lain seperti serbuk sari dan sedimen di dalam gua untuk menentukan kondisi tempat tinggal G.blacki yang merupakan herbivora.

"Studi menunjukkan bahwa sejak 2,3 juta tahun lalu, lingkungan merupakan mosaik hutan dan rerumputan yang menyediakan kondisi ideal bagi berkembangnya populasi G.blacki," tulis para peneliti.

Namun, sebelum dan selama periode kepunaha antara 295.000 hingga 215.000 tahun yang lalu, terdapat peningkatan variabilitas lingkungan akibat peningkatan musim yang menyebabkan perubahan pada komunitas tumbuhan dan peningkatan lingkungan hutan terbuka.

Dengan mempelajari ikatan pada gigi fosil hewan tersebut, para peneliti mendeteksi tanda-tanda stres kronis yang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan makanan favorit mereka.

Peneliti pun menyebut kemampuan beradaptasi terhadap perubahan iklim dan keragaman makanan yang menyertainya mungkin menentukan nasib mahluk itu.

Sebaliknya, orangutan yang merupakan tiga spesies yang masih hidup berhasil menyesuaikan preferensi pola makan dan perilakunya sebagai respons terhadap meningkatnya variabilitas iklim.

"Pada akhirnya perjuangan G.blacki untuk beradaptasi menyebabkan punahnya primata terbesar yang pernah menghuni Bumi ini," tulis peneliti lagi.

Peneliti juga menghilangkan gagasan bahwa hominin mungkin bersaing atau memburu spesies tersebut, sehingga membantu mendorong kepunahannya.

"Tidak ada bukti mengenai hal itu," kata Westaway.

Baca juga: Sama seperti Manusia, Bahasa pada Kera Terbentuk karena Pergaulan Sosial

Julien Louys dari Griffith University di Queensland, Australia, mengatakan para peneliti memberikan bukti yang meyakinkan bahwa perubahan lingkungan, dan khususnya peningkatan variabilitas habitat, mungkin berdampak buruk pada G. blacki.

Namun, ia menambahkan bahwa fosil-fosil yang dipelajari berasal dari wilayah geografis yang cukup terbatas. Fosil yang menyerupai G. blacki juga telah ditemukan di Thailand, Vietnam dan Indonesia.

Studi dipublikasikan di Nature.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com