Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa Pluvial Carnian, Ketika Bumi Alami Periode Basah Selama 2 Juta Tahun

Kompas.com - 01/11/2023, 17:00 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Pada tahun 1970-an dan 80-an, para ahli geologi melaporkan adanya lapisan-lapisan tidak biasa yang tersimpan pada batuan purba, yang berumur sekitar 232-4 juta tahun yang lalu.

Di Pegunungan Alpen Timur, satu tim ahli geologi menyelidiki lapisan sedimentasi siliklastik yang diendapkan dalam karbonat.

Sementara itu, di Inggris, ahli geologi dan forensik, Alastair Ruffell, meneliti lapisan batuan abu-abu yang ditemukan di dalam batu merah, yang ditemukan di kawasan tersebut.

Kedua temuan tersebut, dan banyak temuan lainnya setelahnya, menunjukkan satu hal, yakni sekitar 232 juta tahun yang lalu, Bumi mengalami masa kering dan mulai turun hujan.

Kemudian, mengingat bahwa batu pasir abu-abu dan sedimen siliklastik diendapkan dalam jangka waktu yang sangat lama, ini merupakan bukti bahwa tepat pada awal zaman dinosaurus, ketika jumlah dan keanekaragamannya meningkat pesat, terdapat periode "basah" yang berlangsung selama 1- 2 juta tahun.

Baca juga: Bagaimana Hiu Bertahan dari Dampak Asteroid yang Membunuh Dinosaurus?

Sejak penemuan tersebut pula semakin banyak bukti bahwa periode basah mungkin menjadi pemicu yang memungkinkan dinosaurus, dan mungkin anggota fauna darat modern lainnya, melakukan diversifikasi serta mendominasi daratan.

Periode tersebut, yang dikenal sebagai peristiwa pluvial Carnian, telah tampaj pada bebatuan di seluruh dunia.

Penyebab curah hujan yang tidak biasa ini disebabkan oleh peningkatan kelembapan yang sangat besar, kemungkinan akibat letusan gunung berapi raksasa di Provinsi Beku Besar Wrangellia, yang membentang dari Alaska tengah-selatan dan sepanjang pantai British Columbia.

Jacopo Dal Corso, yang terlibat dalam penelitian letusan tersebut, mengatakan bahwa letusan itu mencapai puncaknya di Carnian.

Menurut Dal Corso, letusannya sangat besar sehingga mengeluarkan sejumlah besar gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan terjadi lonjakan pemanasan global.

Baca juga: Apakah Dinosaurus Bisa Berenang?

Pangea, benua super di Bumi pada saat itu, sudah rentan terhadap angin muson. Hal ini terjadi ketika udara yang mengandung banyak uap air dari laut dihembuskan ke daratan, lalu menjadi udara dingin dan turun sebagai hujan lebat.

Ketika lautan memanas selama periode ini, lebih banyak uap air yang berada di atasnya sehingga menyebabkan lebih banyak monsun dan lebih banyak curah hujan di daratan.

Periode yang lembap dan basah tidak baik bagi kehidupan. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of the Geological Society menggambarkan masa ini sebagai masa ketika letusan gunung berapi menghasilkan hujan asam dan gas rumah kaca, yang pada gilirannya menyebabkan kepunahan akibat guncangan pemanasan, hilangnya vegetasi dan tanah di darat, serta anoksia dan pengasaman laut.

Selain itu, berbagai spesies musnah akibat peristiwa tersebut. Peneliti mengatakan, setelah punahnya tanaman dan herbivora utama di darat, dinosaurus berkembang pesat dalam hal keanekaragaman.

Bagi para ilmuwan, ini mungkin merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah kehidupan di Bumi, tidak hanya membentuk ‘zaman dinosaurus’, tetapi juga asal usul sebagian besar kelompok kunci yang membentuk fauna darat modern, yaitu tetrapoda, lissamphibians, kura-kura, buaya, kadal dan mamalia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com