Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Taman Tsunami Tanjung Lesung

Kompas.com - 20/10/2023, 14:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Monumen Tsunami 1883

Ada setidaknya dua peristiwa tsunami yang pernah melanda wilayah Selat Sunda termasuk Kawasan KEK Tanjung Lesung yaitu Tsunami Krakatau 1883 dan Tsunami Selat Sunda 2018.

Meskipun magnitudo kedua tsunami itu sangat jauh berbeda namun keduanya mampu melontarkan bongkah-bongkah koral dari dasar lautan dan meninggalkannya di daratan.

Baca juga: Update Aktivitas Gunung Anak Krakatau, Beserta Potensi dan Rekomendasinya

Gelombang tsunami Krakatau 1883 melontarkan bongkah-bongkah koral dengan jumlah lebih banyak dan ukuran lebih besar dan mengendapkannya pada jarak yang lebih jauh ke daratan jika dibandingkan dengan gelombang tsunami 2018.

Keberadaan bongkah-bongkah ini menjadi pertanda bahwa secara alami Selat Sunda memiliki lingkungan yang mendukung suburnya ekosistem terumbu koral.

Tsunami Krakatau 1883 mendaratkan ribuan bongkah koral di wilayah pantai Sumatra maupun Jawa. Hingga sekitar 10 tahun lalu, bongkah-bongkah koral berukuran sekitar 2-3 m dari tsunami 1883 masih mudah ditemui di areal persawahan baik sisi Pulau Sumatra maupun Jawa.

 

Namun, sebagian besar dari bongkah-bongkah itu kini lenyap karena dihancurkan masyarakat untuk berbagai keperluan khususnya sebagai batu pondasi rumah.

Bongkah terbesar masih teronggok di halaman Wisma Perumtel-Anyer berdekatan dengan Menara suar meskipun ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran semula yaitu sekitar 12 meter.

Baik bongkah ini maupun pondasi Menara suar lama menjadi semacam monumen tsunami 1883 sekaligus sebagai pengingat tentang masih adanya ancaman tsunami dari Gunung Anak Krakatau di masa datang.

Dark Tourisme di KEK Tanjung Lesung

Sebagai KEK Pariwisata berbasis marina, Tanjung Lesung perlu memiliki dan menyediakan beragam obyek wisata sebagai daya tariknya. Daya tarik itu bukan saja obyek wisata marina yang biasa dijumpai di resor-resor pantai namun termasuk obyek yang jarang ditemui diantaranya adalah obyek wisata dark tourism.

Baca juga: Penyebab Letusan Gunung Krakatau 1883 dan Anak Krakatau 2018, Studi Ungkap Perbedaannya

Dark tourism adalah wisata yang menampilkan obyek terkait kematian daya tariknya. Obyek dark tourism yang cukup dikenal diantaranya adalah Museum Sisa Hartaku di lereng Merapi, Lumpur Lapindo di Sidoarjo dan Museum Tsunami di Banda Aceh.

KEK Tanjung Lesung menyimpan obyek wisata dark tourism potensial berupa ratusan bongkah koral tsunami Krakatau 1883.

Meskipun bongkah-bongkah koral Tsunami Krakatau 1883 masih tersisa di beberapa tempat, keberadaannya umumnya tersebar dalam area yang luas sehingga menyulitkan untuk dikunjungi masyarakat.

Di dalam KEK Tanjung Lesung, ratusan bongkah koral tsunami 1883 terkumpul di satu tempat bernama Rawa Gribig. Rawa ini memiliki panjang sekitar 600 m dan lebar lebih dari 200 m.

Sebuah alur menghubungkannya dengan laut sehingga hutan mangrove tumbuh subur mengelilingi rawa. Hutan semak sekunder mengepung mangrove ini.

Ratusan bongkah koral yang dilontarkan oleh tsunami Krakatau 1883 berukuran hingga hampir 5 m menghiasi rawa ini, membentuk pulau-pulau terlihat menyerupai kepulauan Raja Ampat, Papua. Pohon-pohon bakau tumbuh agak kerdil di atas bongkah-bongkah itu, terlihat seperti bonsai alami.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com