Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Taman Tsunami Tanjung Lesung

Oleh : Eko Yulianto

TIM penelitian tsunami BRIN menemukan ratusan bongkah koral dan endapan pasir tsunami di dataran KEK Tanjung Lesung.

Temuan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek dark tourism yang dapat menjadi daya tarik di KEK Pariwisata Tanjung Lesung.

Saat ini Pemerintah Indonesia sedang memacu pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung sebagai sebuah KEK pariwisata dengan keunggulan strategis berupa marina.

Jika dapat diwujudkan, kehadiran KEK Tanjung Lesung diharapkan dapat menjadi lokomotif bagi kemajuan ekonomi bukan saja di wilayah Banten tapi juga di Jawa Barat selatan.

Namun ada hal yang perlu dipastikan implementasinya dalam upaya pembangunan KEK Tanjung Lesung yaitu mitigasi risiko tsunami.

Ini menimbang adanya dua buah sumber ancaman tsunami terhadap kawasan ini yaitu Gunung Anak Krakatau dan jalur Megathrust Sunda di lepas pantai barat Sumatra hingga ke Selatan Jawa dan Nusa Tenggara.

Dalam catatan sejarah, kedua sumber ini pernah memicu tsunami dengan kerugian dan korban sangat besar yaitu tsunami akibat letusan Gunung Krakatau 1883 dan tsunami Samudera India 2004.

Hingga saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara dengan total korban tsunami terbesar di dunia. Dua kejadian tsunami yang menyumbang jumlah korban terbesar adalah tsunami Samudera India 26 Desember 2004 dan tsunami Krakatau 1883, masing-masing lebih dari150.000 dan 30.000 jiwa.

Pada sisi lain, risiko tsunami di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan pesatnya pembangunan infrastruktur dan simpul-simpul ekonomi baru di dataran-dataran pantai yang terpapar ancaman tsunami.

Bukan saja menaikkan risiko kerugian ekonomi, pembangunan ini juga mendorong laju urbanisasi sehingga juga menaikkan risiko korban jiwa akibat tsunami.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa pembangunan menjadi syarat mutlak dalam meraih kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai jalan tengahnya, pesatnya pembangunan perlu diimbangi dengan berbagai upaya mitigasi risiko bahkan sejak dari perencanaanya. Dengan demikian, mitigasi risiko bukan saja menjadi program dan kegiatan pembangunan sektoral namun dapat menjadi modalitas dalam setiap program dan kegiatan pembangunan.

Tanpa mitigasi risiko, kerugian ekonomi dan korban jiwa yang jauh lebih besar dari yang pernah ada akibat bencana tsunami adalah sebuah keniscayaan tak terhindarkan. Selain itu, kesadaran dan kesiapan masyarakat menghadapi risiko bencana juga perlu dikuatkan terus-menerus melalui berbagai cara.

Di antaranya adalah dengan menghadirkan cerita-cerita, even-even, dan monumen-monumen pengingat yang dapat menjaga kewaspadaan masyarakat terhadap risiko bencana.

Monumen Tsunami 1883

Ada setidaknya dua peristiwa tsunami yang pernah melanda wilayah Selat Sunda termasuk Kawasan KEK Tanjung Lesung yaitu Tsunami Krakatau 1883 dan Tsunami Selat Sunda 2018.

Meskipun magnitudo kedua tsunami itu sangat jauh berbeda namun keduanya mampu melontarkan bongkah-bongkah koral dari dasar lautan dan meninggalkannya di daratan.

Gelombang tsunami Krakatau 1883 melontarkan bongkah-bongkah koral dengan jumlah lebih banyak dan ukuran lebih besar dan mengendapkannya pada jarak yang lebih jauh ke daratan jika dibandingkan dengan gelombang tsunami 2018.

Keberadaan bongkah-bongkah ini menjadi pertanda bahwa secara alami Selat Sunda memiliki lingkungan yang mendukung suburnya ekosistem terumbu koral.

Tsunami Krakatau 1883 mendaratkan ribuan bongkah koral di wilayah pantai Sumatra maupun Jawa. Hingga sekitar 10 tahun lalu, bongkah-bongkah koral berukuran sekitar 2-3 m dari tsunami 1883 masih mudah ditemui di areal persawahan baik sisi Pulau Sumatra maupun Jawa.

Namun, sebagian besar dari bongkah-bongkah itu kini lenyap karena dihancurkan masyarakat untuk berbagai keperluan khususnya sebagai batu pondasi rumah.

Bongkah terbesar masih teronggok di halaman Wisma Perumtel-Anyer berdekatan dengan Menara suar meskipun ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran semula yaitu sekitar 12 meter.

Baik bongkah ini maupun pondasi Menara suar lama menjadi semacam monumen tsunami 1883 sekaligus sebagai pengingat tentang masih adanya ancaman tsunami dari Gunung Anak Krakatau di masa datang.

Dark Tourisme di KEK Tanjung Lesung

Sebagai KEK Pariwisata berbasis marina, Tanjung Lesung perlu memiliki dan menyediakan beragam obyek wisata sebagai daya tariknya. Daya tarik itu bukan saja obyek wisata marina yang biasa dijumpai di resor-resor pantai namun termasuk obyek yang jarang ditemui diantaranya adalah obyek wisata dark tourism.

Dark tourism adalah wisata yang menampilkan obyek terkait kematian daya tariknya. Obyek dark tourism yang cukup dikenal diantaranya adalah Museum Sisa Hartaku di lereng Merapi, Lumpur Lapindo di Sidoarjo dan Museum Tsunami di Banda Aceh.

KEK Tanjung Lesung menyimpan obyek wisata dark tourism potensial berupa ratusan bongkah koral tsunami Krakatau 1883.

Meskipun bongkah-bongkah koral Tsunami Krakatau 1883 masih tersisa di beberapa tempat, keberadaannya umumnya tersebar dalam area yang luas sehingga menyulitkan untuk dikunjungi masyarakat.

Di dalam KEK Tanjung Lesung, ratusan bongkah koral tsunami 1883 terkumpul di satu tempat bernama Rawa Gribig. Rawa ini memiliki panjang sekitar 600 m dan lebar lebih dari 200 m.

Sebuah alur menghubungkannya dengan laut sehingga hutan mangrove tumbuh subur mengelilingi rawa. Hutan semak sekunder mengepung mangrove ini.

Ratusan bongkah koral yang dilontarkan oleh tsunami Krakatau 1883 berukuran hingga hampir 5 m menghiasi rawa ini, membentuk pulau-pulau terlihat menyerupai kepulauan Raja Ampat, Papua. Pohon-pohon bakau tumbuh agak kerdil di atas bongkah-bongkah itu, terlihat seperti bonsai alami.

Dasar rawa ini berlumpur hingga lebih dari 0,5 m. Di bawah lumpur rawa tersimpan rapat endapan pasir Tsunami Krakatau 1883 dengan ketebalan hingga 50 cm yang mengandung lapisan batu apung Gunung Krakatau.

Rawa ini biasanya ditutupi air hingga menjelang bulan Agustus dan mengering hingga musim hujan berikutnya. Ketika rawa ini penuh air, kedalamannya hampir 1 m.

Berbagai jenis ikan dan kepiting berkembang biak di dalamnya. Cangkang-cangkang tiram terlihat memenuhi permukaan bongkah-bongkah koral yang terendam air. Ikan-ikan di dalam rawa ini diburu dan menjadi sumber pangan bagi warga lokal.

Warga sekitar rawa terlihat menangkap ikan menggunakan jala yang dibentangkan.

Keberadaan Rawa Gribig, mangrove dan bongkah-bongkah koral di dalamnya perlu dijaga kelestariannya, dikembangkan dan dipromosikan sebagai obyek wisata dark tourism oleh pengelola KEK Tanjung Lesung.

Obyek ini akan menjadi monumen untuk peristiwa tsunami Krakatau 1883 sekaligus pengingat masih adanya ancaman laten serupa di masa datang. Ini penting mengingat obyek serupa di tempat-tempat lain tak lagi tersisa.

Jika bongkah-bongkah koral di Rawa Gribig ini dibiarkan lenyap, kedasyatan tsunami Krakatau hanya akan dikenang sebagai cerita tanpa fakta.

Eko Yulianto
Peneliti Utama - Pusat Riset Kebencanaan Geologi
BRIN

https://www.kompas.com/sains/read/2023/10/20/144000223/taman-tsunami-tanjung-lesung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke