Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Komet yang Meletus di Langit

Kompas.com - 29/08/2023, 09:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Karakter orbit demikian menjadikannya bagian keluarga komet tipe Halley, yakni keluarga komet yang dinamika orbitnya dikendalikan oleh pengaruh gravitasi Jupiter dan Saturnus.

Namun penyelidikan Carusi dkk pada 2014 silam menunjukkan gangguan tersebut tidaklah signifikan bagi komet orbit Pons–Brooks untuk rentang waktu sejak tahun 1740 hingga 2167 mendatang.

Baca juga: BRIN Potret Gambar Fenomena Langka Komet K2 Melintasi Planet Bumi

Pada 21 Juli 2023 lalu, komet Pons–Brooks ini terdeteksi mendadak benderang. Hanya dalam satu hari komet bertambah cemerlang hingga 100 kali lipat dari semula. Untuk kemudian perlahan–lahan meredup kembali.

Pengamatan menunjukkan fenomena ini ditandai dengan terbentuknya struktur tapal–kuda di bagian depan coma dari komet Pons–Brooks.

Dari hari ke hari struktur tersebut berkembang meluas hingga pada puncaknya bergaris tengah sekitar 210.000 km diikuti dengan meredupnya kembali sang komet.

Dalam astronomi, peningkatan kecemerlangan benda langit secara mendadak dikenal sebagai outburst.

Peristiwa outburst komet Pons–Brooks terjadi saat komet masih berjarak 3,9 SA (satuan astronomi). Atau masih di luar garis es yang nilainya 3,2 SA.

Garis es adalah tapalbatas minimal dari Matahari dimana suhu sudah cukup dingin untuk memungkinkan air membeku menjadi butir–butir es.

Komet umumnya baru akan menampakkan bentuk ekornya yang khas setelah menyeberangi garis es ini seiring terjadinya sublimasi butir–butir es dan bekuan senyawa volatil lainnya membentuk gas.

Mengingat kedudukannya saat itu maka outburst komet Pons–Brooks dapat diidentifikasi dengan mudah dan selanjutnya diinterpretasikan sebagai peristiwa erupsi vulkanik dingin.

Baca juga: Apa Perbedaan Komet dan Meteor?

Berdasarkan pemodelan astronom Carie Holt (Amerika Serikat), massa material vulkanik dingin (dalam bentuk debu dan butir–butir es) yang disemburkan erupsi vulkanik dingin komet Pons–Brooks sekitar 10 juta ton.

Jika dianggap massa jenisnya setara air (1.000 kilogram per meter kubik), maka volume erupsinya sekitar 10 juta meter kubik. Setara volume erupsi tipikal Gunung Merapi di Indonesia pada umumnya (kecuali Letusan Merapi 2010).

Untuk sebuah benda langit sangat kecil dimana diameter inti komet Pons–Brooks sekitar 30 km, maka volume erupsi vulkanik dingin tersebut tergolong sangat besar. Mengingat massa material vulkanik dingin itu setara sepersejuta massa komet.

Erupsi vulkanik dingin pada komet Pons–Brooks terkait dinamika bawah permukaan intikometnya. Karena belum menyeberangi garis es, maka intikomet seharusnya belum cukup hangat.

Namun kombinasi ukurannya yang relatif besar bagi komet dengan periode rotasinya dan anomali komposisi kerak memungkinkan terjadinya titik panas (hotspot). Sehingga panas Matahari terakumulasi dan sanggup membentuk cairan magma dingin yang tekanannya kian lama kian besar.

Saat tekanan magma dingin sudah melampaui ambang batas daya tahan kerak, maka saluran alamiah terbentuk. Magma dingin mengalir deras ke paras sembari menyeret partikel–partikel kerak komet yang dilintasinya.

Peristiwa erupsi vulkanik dingin di komet Pons – Brooks menunjukkan, bahwa pengetahuan tentang vulkanisme di Bumi ternyata dapat diinterpolasikan ke benda langit lain dalam tata surya kita.

Baca juga: Komet Terbesar yang Pernah Ditemukan Ungkap Bahan Pembentuk Komet

Meskipun karakteristiknya berbeda, namun beberapa penanda vulkanisme di Bumi tetap dapat diterapkan dalam mengeksplorasi vulkanisme di benda langit lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com