Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/12/2022, 11:02 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak orang memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Akan tetapi tak sedikit pula yang gagal untuk melakukannya.

Lantas, mengapa banyak orang sulit untuk berhenti merokok?

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyebut bahwa ketergantungan seseorang terhadap rokok berkaitan dengan tembakau yang mengubah cara kerja otak, membuat seseorang untuk menginginkan lebih banyak lagi dan lagi.

Dikutip dari Live Science, Jumat (30/12/2022) tembakau adalah zat yang sangat adiktif. Studi telah menemukan bahwa merokok tembakau dapat membuat ketagihan seperti menggunakan heroin dan kokain.

"Kecanduan terutama didefinisikan sebagai hilangnya kendali atas penggunaan suatu zat dan terus digunakan meskipun ada konsekuensinya," kata Bernard Le Foll, Ketua Psikiatri Ketergantungan, Universitas Toronto.

"Begitu kecanduan, orang akan mengalami ketagihan saat tidak menggunakannya untuk jangka waktu tertentu," papar Le Foll.

Tembakau pada rokok memiliki sifat adiktif, karena mengandung nikotin, zat psikoaktif dengan potensi adiktif yang tinggi.

Baca juga: Mengapa Orang Dewasa Menangis, Begini Penjelasan Sains

Zat psikoatif adalah zat yang memengaruhi cara kerja otak dan menurut National Cancer Institute (NCI) menyebabkan perubahan suasana hati, kesadaran, pikiran, perasaan atau perilaku.

Nikotin sangat adiktif ketika dihisap atau dimasukkan ke dalam paru-paru karena permulaan efek seperti stimulan terjadi sangat cepat melalui rute tersebut.

David Ledgerwood, psikolog klinis di Divisi Riset Penyalahgunaan Zat di Wayne State University, Detroit, Michigan, mengungkapkan kenikmatan awal dari merokok langsung terasa, tetapi juga dapat menghilang dengan cepat.

Oleh karenanya, hal ini lah yang menyebabkan perokok sering mengonsumsi produk tembakau dalam upaya mencapai pengalaman stimulan yang sama.

Saat tembakau dikonsumsi, kadar nikotin dalam aliran darah melonjak dan masuk ke otak. Begitu berada di otak besar, nikotin menempel dan mengaktifkan reseptor yang melepaskan dopamin kimiawi otak yang bahagia, membuat orang merasa nyaman.

Akibatnya, otak pada orang yang merokok, dengan cepat menganggap nikotin sebagai zat yang nyaman dan terus menginginkannya.

Baca juga: Mengapa Manusia Kentut?

Ilustrasi berhenti merokok.SHUTTERSTOCK/Nopphon_1987 Ilustrasi berhenti merokok.

Perokok kronis memiliki jumlah reseptor nikotin di otak yang tinggi. Hal ini menjelaskan mengapa perokok yang kecanduan memiliki miliaran reseptor ini cenderung lebih banyak, daripada yang bukan perokok.

Jika seseorang merokok secara teratur selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun, otak mereka akan terbiasa dengan nikotin sampai pada titik di mana, di mana mereka membutuhkan nikotin supaya bisa merasa lebih baik.

Lebih lanjut, saat seseorang mencoba berhenti untuk merokok, mereka mungkin akan mengalami gejala penarikan fisik sampai otak dapat menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran nikotin.

Gejala tersebut termasuk ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, insomnia, depresi dan kurang nafsu makan.

Baca juga: Mengapa Pasien Long Covid Kehilangan Penciuman dalam Waktu Lama?

 

Ini yang akhirnya membuat seseorang sulit untuk berhenti merokok. Ditambah lagi, rokok saat ini masih dengan mudahnya bisa ditemukan di mana saja.

FDA juga mencatat orang yang mulai menggunakan produk tembakau saat anak-anak atau remaka akan lebih sulit untuk berhenti karena paparan nikotin dapat menganggu perkembangan otak mereka.

Akan tetapi, bukan berarti untuk tak berusaha mencoba, sebab menurut Mayo Clinic, meski kecanduan bisa terjadi dengan cepat, begitu pula manfaat kesehatan yang akan dapat dirasakan saat seseorang berhenti merokok.

Saat berhenti merokok, dalam 20 menit setelahnya, detak jantung akan menurun, sedangkan dalam waktu 12 jam kadar beracun karbon monoksida kembali normal di dalam darah.

Bahkan, dalam tiga bulan, fungsi dan sirkulasi paru-paru membaik hingga setelah satu tahun risiko serangan jantung turun setengahnya.

Baca juga: Mengapa Kita Menangis Saat Menguap?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com