Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/03/2022, 13:05 WIB
Mela Arnani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Endometriosis merupakan masalah global, dengan sebanyak 176 juta wanita di dunia menderita penyakit ini.

Endometriosis merupakan penyakit reproduksi perempuan yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan mirip endometrium di luar uterus, yang memicu timbulnya reaksi inflamasi kronis.

Penyakit yang berkaitan erat dengan nyeri haid dan gangguan kesuburan tersebut, mayoritas diderita oleh wanita di usia reproduksi.

Baca juga: Mengenal Gejala Endometriosis, Salah Satunya Nyeri Haid

Berdasarkan data World Endometriosis Research Foundation, sebesar 64 persen pasien yang mengalami endometriosis berusia kurang dari 30 tahun. Disusul sebesar 31 persen wanita berusia 30-39 tahun.

“Endometriosis memengaruhi wanita pada masa primetime kehidupannya,” ujar Ketua Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) Prof. Dr. dr. Wiryawan Permadi dalam acara Peluncuran Pedoman Tatalaksana Diagnosis Klinis dan Manajemen Awal Endometriosis untuk Asia dan Kampanye #DontLiveWithPain yang diadakan Bayer Indonesia, Selasa (29/3/2022).

Sayangnya, hingga saat ini banyak mitos terkait endometriosis yang diyakini banyak wanita. Berikut di antaranya.

1. Mitos: Nyeri haid adalah hal yang normal, Anda memiliki ambang ketahanan nyeri yang rendah

Fakta: Nyeri hebat atau disminore dengan menstruasi tidak normal, dapat disebabkan oleh endometriosis atau kondisi terkait lainnya.

“Nyeri haid ada yang normal kalau istilah kedokteran disminore. Ada primer ada sekunder,” jelas Wiryawan.

“Normal itu primer, nyerinya ya ringan sampai sedang, tidak bertambah hebat,” lanjut dia.

Adapun disminore atau nyeri yang hebat dan semakin lama makin progresif, maka dapat dikaitkan dengan kemungkinan endometriosis.

“Artinya dibuktikan bukan endometriosis, bisa dikatakan haidnya normal,” papar Wiryawan.

2. Mitos: Setiap orang dengan endometriosis memiliki periode menstruasi yang sangat tidak teratur

Fakta: Banyak individu yang tidak memiliki gejala sama sekali.

Baca juga: Akhirnya, Peneliti Temukan Hubungan Endometriosis dan Kanker Ovarium

 

3. Mitos: Memiliki bayi atau hamil akan memperbaiki endometriosis

Fakta: Gejala endometriosis bisa tampak membaik selama kehamilan karena perubahan kadar hormon. Efek ini mungkin hanya bersifat sementara dan gejala dapat terjadi kembali.

“Betul saat hamil tidak ada nyeri karena tidak ada haid, ada perubahan hormon yang menekan gejalanya. Tapi, ini bersifat sementara. Setelah melahirkan, haid lagi, gejala endometriosis bisa terjadi (kembali),” papar Wiryawan.

4. Mitos: Jika menderita endometriosis, Anda tidak dapat memiliki anak

Fakta: Meski bisa lebih sulit untuk hamil, kebanyakan wanita dengan endometriosis masih bisa memiliki anak.

“Tidak berarti penderita tidak dapat hamil,” ujar Wiryawan.

5. Mitos: Pengangkatan rahim akan menyembuhkan endometriosis

Fakta: Terapi bertujuan menghilangkan nyeri atau infertilitas, tapi gejalanya bisa kembali.

Pengangkatan rahin atau histerektomi merupakan pilihan terakhir apabila semua modalitas terapi tidak memberikan manfaat.

Baca juga: Studi Temukan Hubungan Genetik Endometriosis, Depresi hingga Gangguan Mood

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com