Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Bicara dengan Diri Sendiri, Apakah Pertanda Mengidap Gangguan Jiwa?

Kompas.com - 11/11/2021, 19:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mungkin Anda pernah menemukan seseorang yang suka atau sering berbicara dengan dirinya sendiri.

Atau bahkan Anda juga termasuk dari salah seorang yang sering melakukannya, berbicara dengan diri sendiri bisa hanya bercerita, melampiaskan kekesalan, bahkan marah dan emosi.

Kerap kali orang yang berbicara dengan diri sendiri ini dianggap sebagai seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan. 

Benarkah demikian? Jika benar, apa yang harusnya kita lakukan?

Baca juga: Benarkah Kecanduan Main Game Sebabkan Gangguan Jiwa? Ini Kata Dokter

Menjawab pertanyaan mendasar tersebut, Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, DR Indria Laksmi Gamayanti M.Si.,Psikolog mengatakan, sebenarnya berbicara dengan diri sendiri itu bisa disebut dengan internal dialogue (dialog internal).

Dialog internal atau sering disebut juga dengan monolog internal, yakni mengacu pada 'suara di dalam kepala Anda' atau 'suara batin'.

Melansir Healthline, monolog internal adalah hasil dari mekanisme otak tertentu yang menyebabkan Anda 'mendengar' diri Anda berbicara di kepala Anda tanpa benar-benar berbicara dan membentuk suara.

"Memang hal ini ada dan sebagian orang mungkin mengalaminya, tetapi banyak juga yang belum kita ketahui tentang dialog internal ini ya. Masih terus penelitiannya," kata Indria dalam peluncuran buku 'Panduan Pertolongan Pertama Kesehatan Jiwa Indonesia', Sabtu (6/11/2021).

Monolog internal atau dialog internal dianggap sebagai pelepasan yang wajar dari sejenis sinyal di otak sampai tingkat tertentu. 

Sehingga, seolah kita mendengar sesuatu yang terucapkan walaupun itu adalah diri kita sendiri yang mengucapkannya dari dalam hati.

Kapan seseorang bisa bermonolog internal atau dialog dengan diri sendiri?

Diketahui bahwa kemampuan untuk bermonolog internal ini diperkirakan berkembang selama masa kanak-kanak, dalam apa yang disebut "private speech" (pidato pribadi).

Saat anak-anak memperoleh keterampilan bahasa, mereka juga secara bersamaan belajar bagaimana terlibat dalam komentar internal saat mereka bekerja secara mandiri atau bergiliran selama suatu kegiatan.

Suara hati masa kecil juga bisa datang dalam bentuk teman imajiner.

Selanjutnya, saat dewasa, jenis ucapan batin yang sama ini terus mendukung memori kerja bersama dengan jenis proses kognitif lainnya.

Diperkirakan bahwa dialog internal atau monolog internal ini membantu Anda menyelesaikan tugas sehari-hari, termasuk dalam pekerjaan Anda.

Baca juga: Sering Kerja Virtual Bisa Sebabkan Gangguan Jiwa, Kenali Tandanya

 

Namun, tidak semua orang mengalami suara hati. Anda mungkin memiliki pikiran batin, tetapi ini tidak menimbulkan jenis ucapan batin yang sama di mana Anda dapat 'mendengar' suara Anda sendiri yang mengekspresikannya.

Atau bahkan, ada pula yang memiliki suara hati dan pikiran batin secara berkala bersamaan.

Kapan harus konsultasi dengan profesional?

Meskipun berdialog dengan diri sendiri ini merupakan hal yang umum dilakukan setiap orang, Anda juga harus waspada dan segera berkonsutasi dengan profesional jika dialog internal yang Anda lakukan sudah merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitar Anda.

"Salah satu yang perlu diamati dalam internal dialog ini saran-sarannya menuju ke arah positif atau tidak," jelas Indria.

Baca juga: Orangtua Aniaya Anak karena Tak Paham Saat Belajar Daring, Pertanda Gangguan Jiwa?

Kalau saran-saran hasil berdialog dengan diri sendiri membawa Anda menjadi lebih produktif, mencari solusi dari permasalahan yang sedang Anda hadapi, juga memicu kreativitas maka ini adalah hasil yang baik.

"Tapi, kalau dalam internal dialog itu justru mendapati saran-saran yang negatif, misal ada dorongan untuk menyerah saja dalam sebuah kondisi dan bahkan ada pikiran serta hasutan-hasutan untuk bunuh diri, maka ini yang berbahaya," imbuhnya.

Tidak hanya itu, ketika Anda sudah berbicara dengan diri sendiri dan mengalami halusinasi pendengaran, maka Anda perlu berkonsultasi dengan profesional atau ahli kesehatan, seperti psikolog klinis atau psikiater. 

Para ahli ini akan membantu Anda dengan memberikan berbagai teknik atau terapi untuk mengelola kembali kesehatan mental Anda.

Salah satunya dengan terapi perilaku kognitif (CBT) untuk membantu Anda mengubah pikiran negatif menjadi positif.

Jika dengan terapi perilaku ini tidak membantu, psikiater mungkin akan meresepkan obat, dan perawatan yang tepat tergantung pada kondisi yang mendasari penyebab halusinasi pendengaran yang terjadi.

Baca juga: Marak Obat Gangguan Jiwa Dijual Online, Psikiater Ingatkan Risikonya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com