Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soroti COP26, Walhi Tuntut Pemerintah Indonesia Prioritaskan Keadilan Iklim

Kompas.com - 06/11/2021, 09:00 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menuntut pemerintah memprioritaskan keadilan iklim dan menolak solusi palsu terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi, mengatakan, aksi ini merupakan bagian dari aksi global untuk menuntut keadilan iklim dan aksi perlawanan rakyat dan lingkup dengan menjamin adanya solusi berdasarkan keadilan iklim.

Ada beberapa poin yang menjadi sorotan Walhi dalam persoalan ini:

1. Pelaksanaan COP26 belum sesuai jalur

Pada poin yang pertama, Walhi menyoroti pelaksanaan Conference of Parties ke-26 (COP26) yang membahas isu perubahan iklim di Glasgow.

Pelaksanaan COP26 ini dianggap belum mengarah pada jalur yang tepat dalam upaya memenuhi target Perjanjian Paris untuk menjaga suhu bumi tidak melewati ambang batas 1,5 derajat celsius.

Baca juga: Menteri LHK Siti Sebut Deforestasi demi Pembangunan Jalan, Walhi: Lebih Banyak untuk Tambang

Komitmen penurunan emisi semua negara yang terlibat dalam negosiasi justru mengarah pada kenaikan suhu bumi mencapai 2,7 derajat celsius. 

Oleh karena pandemi dan diskriminasi akses terhadap vaksin di tingkat global, para negosiator dari negara berkembang banyak yang tidak bisa hadir secara langsung. 

Demikian juga dengan perwakilan masyarakat sipil, masyarakat adat, perempuan dan anak muda yang dibatasi ruang geraknya dalam menyampaikan pendapat. 

Hal Ini menunjukkan tidak Inklusifnya pelaksanaan COP26 dan seolah menunjukkan bahwa konferensi Ini hanya untuk elit. 

Di sisi lain, perwakilan dari korporasi dan sektor bisnis justru difasilitasi dan diberi ruang dalam mempromosikan gagasan dan solusi palsu yang berdasarkan pada mekanisme pasar.

2. Perdagangan karbon merupakan solusi palsu

Berikutnya, menurut Zenzi, mekanisme perdagangan karbon dan offset emisi atau mengimbangi emisi yang dihasilkan di satu tempat dengan pengurangan emisi di tempat lain adalah bagian dari solusi palsu tersebut.

Baca juga: Pidato Jokowi di COP26, Realisasinya Butuh Kebijakan Pembangunan yang Konsisten

"Skema perdagangan karbon dan offset emisi merupakan skema keliru karena tidak efektif mengurangi emisi secara drastis dan cepat, tidak menjadikan rakyat sebagai subyek, akan memperluas konflik, perampasan tanah dan memperuncing ketidakadilan," kata Zenzi dalam keterangan tertulisnya Jumat (5/11/2021).

"Perdagangan karbon dan offset emisi tidak lebih dari sekadar perampasan ruang hidup rakyat dengan kedok hijau serta menjadi skema greenwashing (pencitraan palsu dari pemasaran hijau) bagi korporasi perusak lingkungan," tambahnya.

Celakanya, skema inilah yang juga didorong oleh Indonesia, sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di COP26.

Padahal, kata Zenzi, skema tersebut merupakan langkah keliru, yang akan memberi ruang bagi negara utara dan korporasi untuk mengelak dari tanggung jawab penurunan emisi di negara mereka sendiri dengan cara menghentikan penggunaan energi fosil dan moda produksi dan komsumsi yang tinggi emisi karbon.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com