Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Pembelajaran dari Kasus Baim Wong, Kakek Suhud dan Nikita Mirzani?

Kompas.com - 14/10/2021, 13:40 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Dalam kasus Baim Wong menegur seorang kakek, Widyanta menjelaskan pada saat itu Baim sedang berada di level back stage atau panggung belakang. Sebab, dia sedang tidak berada di dunia media sosial untuk memanggungkan dirinya.

"Akan tetapi, (Baim) sedang dalam kehidupan keseharian, sedang ada di level back stage. Tetapi di sisi lain, karena Baim Wong juga tampil sebagai front stage dengan media sosialnya, yang terbiasa menjadikan orang-orang miskin untuk diberi (uang) secara terus menerus, ia telah memposisikan dirinya sebagai dermawan. Itu panggung depannya," ungkap Widyanta.

Dalam aspek sosiologis, kata Widyanta, tindakan yang dilakukan Baim Wong merupakan bentuk komodifikasi kemiskinan, yang mana ia menampilkan dirinya sebagai orang dermawan melalui video yang direproduksi di media sosial dalam bentuk charity dengan tindakan suka memberi uang.

"Front stage (Baim Wong) menjadi Sinterklaus, malaikat, yang selalu memberi di saat ada orang mengalami kesusahan," kata Widyanta.

Secara tidak sadar, yang dilakukan Baim Wong adalah bentuk komodifikasi kemiskinan. Proses menjadikan kemiskinan sebagai komoditas untuk rating kepopuleran selebriti.

Baca juga: Banyak Netizen Kecewa pada Sikap Baim Wong, Sosiolog Nilai Wajar

 

Kakek Suhud juga memiliki pencitraan tentang Baim Wong yang ditangkapnya dari gambaran video Baim Wong yang suka memberi uang. Dalam benak Kakek Suhud, kata Widyanta, terbesit atau terindikasi oleh imej Baim Wong yang dermawan.

Komodifikasi ini pun juga dimanfaatkan oleh Nikita Mirzani, dari kegaduhan yang muncul dari kasus Baim Wong dan Kakek Suhud.

"Tujuannya untuk rekognisi, yakni pengakuan, agar Nikita Mirzani juga punya popularitas yang lebih tinggi dari Baim Wong. Ini soal kontestasi di dalam dunia simbolik," ungkap Dosen Departemen Sosiologi FISIP UGM ini.

Dalam dunia virtual media sosial hari ini, kata Widyanta, yang semua terkoneksi oleh banyak orang, orang menjadi semakin bebas berkomentar tanpa perlu mengetahui konteks dan duduk perkaranya. Semua bisa saling silang pendapat dengan bebas.

Di satu sisi, ada teori dramaturgi sosial yang dimainkan Baim Wong dan Kakek Suhud. Di sisi lain, ada komodifikasi oleh selebriti lain, yakni Nikita Mirzani, untuk mendapatkan rekognisi atau pengakuan.

Artinya, Widyanto menyimpulkan bahwa fenomena dari kasus ini adalah kompetisi untuk mendapatkan popularitas lebih dari perkara tersebut, yakni masalah Baim Wong menegur Kakek Suhud.

Baca juga: Soal Baim Wong, Indonesia Punya Peraturan dan UU yang Mengatur Privasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com