Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Pelecehan Seksual di KPI, Ketahui 2 Faktor Terjadinya Perundungan

Kompas.com - 04/09/2021, 13:32 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan ini, viral dugaan pelecehan seksual dan perundungan terhadap seorang pegawai pria di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Banyak orang yang terkejut, mengapa hal seperti ini bisa terjadi di lingkungan kerja seperti KPI.

Menanggapi kasus ini, Psikolog Sosial asal Solo, Hening Widyastuti, mengungkapkan alasan perundungan atau pelecehan seksual di lingkungan kantor bisa terjadi.

Dia mengatakan, perundungan bisa terjadi karena 2 faktor eksternal, yakni senioritas-yunioritas dan karakter internal.

1. Masalah senioritas dan yunioritas

Masalah pertama yang kerap kali menjadi faktor risiko teradinya pelcehan seksual atau perundungan di lingkungan  kantor adalah persoalan senioritas dan yunioritas.

"Masalah senioritas dan yunioritas, (atau soal) anak lama, anak baru; dan lingkungan yang tidak sehat secara psikologis terlalu mendewa-dewakan senioritas dan situasi yang memberi kesempatan untuk terjadi perundungan," kata Hening kepada Kompas.com, Jumat (3/9/2021).

Baca juga: Viral Kabar Pegawai KPI Pusat Alami Pelecehan Seksual di Kantor, Ini Efeknya Menurut Ahli

2. Karakter internal korban

Faktor berikutnya adalah persoalan internal yakni karakter korban perundungan.

Hening berkata bahwa perundungan umumnya dialami oleh seseorang dengan karakter penurut yang tidak memiliki keberanian untuk melawan, serta cenderung pendiam dan menyimpan semua masalah yang dihadapi sendirian.

"Karakter ini sangat mudah untuk menjadi korban perundungan," kata Hening.

Seseorang dengan karakter pendiam biasanya bungkam mengenai perundungan yang diterimanya adalah karena ada banyak pertimbangan yang ia pikirkan sebelum berani untuk berbicara terus terang.

"Selain karena banyak pertimbangan, karena menurutnya, (perundungan) adalah hal yang sangat memalukan (sehingga) orang lain tidak perlu tahu, cukup disimpan," ujarnya.

Namun, dalam kasus pelecehan seksual atau perundungan yang dialami pegawai KPI Pusat tersebut, Hening berkata bahwa sikap diam yang diambil oleh korban bisa jadi karena menyangkut masalah pekerjaan dan pertimbangan nafkah keluarga juga.

"Mungkin si individu mempertimbangkan banyak hal untuk keluar dari kantornya saat ini karena adalah tidak mudah mencari pekerjaan lain, sementara ada keluarga yang harus dinafkahi," ujarnya.

Baca juga: Mengapa Orang Cenderung Diam Saat Mengalami Pelecehan Seksual? Sains Jelaskan

Dugaan pelecehan seksual dan perundungan di KPI

Viralnya kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan di KPI ini berawal ketika pegawai pria berinisial MS memberanikan diri untuk membuka suara dan menceritakan kisahnya dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.

Korban mengaku dirinya mengalami perlakuan buruk tersebut sejak tahun 2012. Puncaknya adalah pada tahun 2015, ketika korban dilecehkan secara beramai-ramai oleh para pelaku yang juga pria.

"Tolong Pak Joko Widodo, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI, saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka," tulis korban membuka surat terbuka itu.

Selain pelecehan seksual, korban juga mengaku dirinya pernah dipukul, dimaki, dan diperlakukan seperti pesuruh.

Perlakuan buruk tersebut membuat korban merasa stres dan terhina, hingga akhirnya mengalami penurunan fungsi tubuh. Akibatnya, korban didiagnosa hipersekresi cairan lambung dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Apalagi, sebelumnya ia sempat melapor pada polisi dan atasan di kantornya, namun tak mendapatkan penanganan serius.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com