"Isu aja itu," kata Gayatri kepada Kompas.com, Jumat (11/6/2021).
Dia menjelaskan, kalau sebelumnya ada gempa kemudian air laut surut sehingga ikan-ikan terdampar, maka hal itu bisa saja menjadi pertanda.
Pasalnya, gempa besar di daerah subduksi memang bisa menyebabkan air laut surut dan bau garam menguar, sehingga serangkaian fenomena ini bisa dijadikan tanda untuk meningkatkan kewaspadaan dan peringatan agar segera menuju ke tempat yang tinggi.
"Tapi kalau tidak ada kejadian gempa, tidak ada kejadian apa-apa, lalu ada dibilang ikan menepi dan air laut berubah baunya, itu belum ada korelasinya, sih," ujarnya.
Baca juga: Potensi Tsunami Jawa Timur 29 Meter, Ini Cara Mitigasi Bencana Tsunami
Sementara itu, ahli tsunami Indonesia Widjo Kongko mengatakan, Jawa selatan menghadap daerah subduksi dengan potensi ancaman gempa bumi megathrust yang berpotensi memicu tsunami tinggi di Banyuwangi
Akan tetapi, seperti ditegaskan Widjo, sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi gempa yang dapat menyebabkan tsunami.
Selain itu, belum ada kajian yang mapan mengenai perilaku hewan laut atau ikan, serta fenomena air laut, yang relevan sebagai precusor atau prediksi gempa bumi dan tsunami.
"Saya kira yang saat ini terjadi, yaitu adanya ikan minggir, bisa saja karena faktor lain, dan ini beberapa kali sudah pernah terjadi sebelumnya dan tidak diikuti gempa atau tsunami," jelas Widjo ketika dihubungi secara terpisah.
Baca juga: Alaska Diguncang Gempa M 7,5 Tsunami Rendah sampai di Utara Papua
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.