Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konten Keguguran Aurel Atta Banjir Kritik, Ahli Media LIPI Nilai Wajar

Kompas.com - 24/05/2021, 17:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Warganet bersimpati dengan kabar keguguran yang dialami Aurel Hermansyah.

Namun setelah itu, konten-konten terkait Aurel keguguran terus tayang. Tidak hanya dari video yang diunggah di YouTube Atta, tapi juga Gen Halilintar dan keluarga Anang. Bahkan ada pula konten yang bekerjasama dengan produk komersial.

Hal ini akhirnya memicu kritik-kritik di sosial media, terutama Twitter.

Dari pantauan Kompas.com di Twitter, kebanyakan netizen mengkritik kenapa pengalaman keguguran mereka terus dijadikan konten "hiburan".

Baca juga: Belajar dari Aurel Hermansyah, Ketahui Penyebab Keguguran Saat Hamil Muda

"Nyari duit segitunya yah, lagi berduka tapi konten semua," tulis seorang netizen di Twitter.

"Kedepannya orang-orang akan berpikiran hal kaya gini tuh 'biasa' untuk jd konten," tulis akun lain.

"Ini sebenarnya rasa empati? Atau cari untung? Atau gimana sih? Gw gatau banget dah, sampe ke hal beginian banget jadi konten. Sorry to say kaya jadi budak konten, hingga 'apapun' dijual demi konten," imbuh yang lain.

Isu ini pun mendapat sorotan ahli Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bidang media, Nina Widyawati.

Kata ahli LIPI

Kepada Kompas.com, Senin (24/5/2021), Nina menjelaskan, kehidupan pribadi yang dijadikan konsumsi publik sebenarnya sudah ada sejak dulu. Misalnya saja kehidupan keluarga kerajaan hingga konglomerat.

Masyarakat ingin mengetahui kehidupan pribadi tokoh-tokoh tersebut karena dirasa memiliki dampak pada dirinya.

Sebagai contoh, zaman dulu rakyat ingin mengetahui tentang kehidupan pribadi putera mahkota sebuah kerajaan, seperti kelahiran anak Pangeran William. Ini karena kehidupan kerajaan berpengaruh pada kehidupan pribadinya. Rakyat ingin tau siapakah calon penerus pemimpin monarki.

Hal yang sama juga terjadi pada kehidupan keluarga konglomerat.

Dikatakan Nina, pada tahun 1970-an, kehidupan Aristotle Onasis baik dalam bisnis maupun kisah cintanya sangat dikonsumsi publik.

Kumpulan headline koran Inggris ketika wawancara Putri Diana tahun 1995 dengan jurnalis BBC Martin Bashir menjadi berita besar. Pangeran William dan Harry menuding Bashir menipu Putri Diana agar mau diwawancarai di tv.AP PHOTO/MARTIN CLEAVER Kumpulan headline koran Inggris ketika wawancara Putri Diana tahun 1995 dengan jurnalis BBC Martin Bashir menjadi berita besar. Pangeran William dan Harry menuding Bashir menipu Putri Diana agar mau diwawancarai di tv.

Kemudian pada saat ini, kehidupan pribadi Jeff Bezos dan keluarga pemilik Samsung, misalnya, juga banyak dikonsumsi publik.

Menurut Nina, di sini publik memiliki kepentingan dengan kelangsungan hidup usaha dari tokoh-tokoh tersebut.

Hal tersebut pun didukung oleh pemberitaan media masa dari jurnalis yang berafiliasi dengan institusi media.

"Kenapa jurnalis merasa penting? Sebagaimana telah disebut, ada kaitannya dengan kehidupan publik yang biasanya menggunakan media mainstream atau biasa disebut dengan media massa," kata Nina.

Komodifikasi kehidupan pribadi saat ini

Komodifikasi kehidupan pribadi setelah itu bentuknya adalah Reality Show.

Era media massa masyarakat merupakan masyarakat massa, yakni satu konten yang akan dikonsumsi oleh massa dalam jumlah banyak.

"Konten pada era ini ada gatekeeping," ujar dia.

Untuk diketahui, gatekeeping adalah proses yang menyaring informasi untuk disebarluaskan, baik untuk publikasi, penyiaran, internet, atau beberapa mode komunikasi lainnya.

"Hal ini berbeda dengan era social media, media sifatnya mass-self. Individu (bukan institusi media) bisa memproduksi konten sekaligus mengkonsumsinya. Masyarakat disebut prosumer (produser sekaligus consumer)," terang Nina.

Momen pertemuan Aurel dan Atta dengan Krisdayanti dan Yuni Shara. (Bidikan layar YouTube Atta Halilintar). KOMPAS.com/Revi C Rantung Momen pertemuan Aurel dan Atta dengan Krisdayanti dan Yuni Shara. (Bidikan layar YouTube Atta Halilintar).

Dia mengatakan, Atta merupakan salah satu produsen konten di era mass-self.

Konten yang dibuat Atta sebagian besar berisi kehidupan pribadi, dan konsumennya luar biasa banyak mencapai 27,6 juta subscribers.

"Dengan 27,6 juta subscribers, setiap gerak gerik kehidupannya dikonsumsi publik termasuk Ketika istrinya keguguran," ucap Nina.

Dia melanjutkan, apa relevansinya publik ingin tahu kehidupan pribadi Atta? Kenyataannya, kehidupan pribadinya tidak berhubungan dengan kehidupan masyarakat.

"Dalam sebuah wawancara (penelitian) terdapat informan yang mengatakan bahwa 'konten yang menarik adalah konten yang 'gue banget'," ungkap Nina.

"Konten Atta-Aurel menjadi 'gue banget' bagi sebagian masyarakat karena Atta-Aurel sering memperlihatkan kehidupan bak keluarga kerajaan. Yang (dalam) bahasa anak sekarang adalah 'sultan'."

Disampaikan Nina, kehidupan bak sultan inilah yang sebenarnya menjadi mimpi banyak pengikut Atta-Aurel.

"Bayangkan hanya soal Aurel keguguran salah satu videonya ditonton hampir 10 juta orang. Di sini, fungsi media sebagai eskapisme atau melepaskan diri dari kenyataan sehari-hari."

Dari hal ini, Nina berpendapat, bagaimanapun seharusnya hal pribadi yang dibagikan ke publik ada batasnya.

"Pengguna medsos Indonesia belum sadar ini. Perlu ada pertimbangan etika," kata Nina.

Lantas, apakah konten seperti ini arahnya akan terus diproduksi?

"Tentu saja tidak," kata Nina menjawab.

"Kita perlu mencetak content creator yang mampu membuat konten yang memiliki pesan-pesan edukatif tetapi menarik untuk dikonsumsi generasi muda di semua kalangan," tegasnya.

Baca juga: Atta Halilintar Mau 15 Anak dari Aurel Hermansyah, Apa Dampak Hamil Anak Banyak?

Dia menilai, adanya kritik terhadap Atta tentang komersialisasi yang dilakukan ketika Aurel keguguran yang viral di sosial media seperti Twitter, menunjukkan adanya gatekeeping oleh masyarakat.

"Pengguna Twitter umumnya lebih banyak berasal dari masyarakat berpendidikan, oleh karena itu mampu melakukan kritik tersebut," ucap dia.

Kendati memang pengguna Twitter yang mengkritik Atta mungkin jumlahnya jauh di bawah penonton video Atta.

"Hal yang perlu dilakukan adalah literasi digital baik dari konteks teknologi maupun substansi," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com