Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sitisoemandari Soeroto, Korbankan 4 Tahun Tuliskan Biografi Kartini

Kompas.com - 21/04/2021, 11:32 WIB
Monika Novena,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com  Hati Sitisoemandari Soeroto, wartawan Suluh Indonesia merasa gundah saat Kartini diangkat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional Nasional pada 2 Mei 1964. Pasalnya, riwayat istri bupati Rembang ini belum banyak dituliskan.

Kala itu, Sitisoemandari berkeyakinan Indonesia harus mempunyai buku biografi pahlawan-pahlawannya.

“Sesungguhnya adalah memalukan, bila bangsa Indonesia sendiri tidak memiliki lektur riwayat pahlawan-pahlawannya sendiri,” tulis Sitisoemandari dalam kata pengantar di bukunya.

Semangat Sitisoemandari juga makin terlecut saat mengingat perjumpaannya dengan Kardinah, adik Kartini.

Baca juga: Kartini dan Kesempatan Sekolah Bidan, Ingin Mencegah Kematian saat Melahirkan

Di suatu pagi tanggal 25 Maret 1964, Sitisoemandari bersama suaminya yang juga ahli sejarah berhasil menemui adik Kartini yang masih hidup dan tinggal di Salatiga.

Sitisoemandari menyatakan keinginannya untuk menulis artikel mengenai Kartini dan, dalam jangka panjang, akan membuat buku tentang Kartini.

Dari percakapan itu, Kardinah terlihat senang serta antusias dengan maksud Sitisoemandari. Kisah mengenai Kartini yang belum banyak terungkap juga diceritakan Kardinah. Ia juga memberikan beberapa foto Kartini serta sketsa silsilah keluarga Kartini dan suaminya.

Namun Sitisoemandari masih butuh lebih banyak sumber lagi sebagai bahan penulisannya. Seperti pengakuannya kepada Hanna Rambe, wartawan Mutiara yang datang untuk mewancarainya, ia sama sekali belum memiliki bahan-bahan untuk menulis mengenai Kartini.

Baca juga: RA Kartini, Putri Jawa Pejuang Emansipasi dan Sejarah Hari Kartini

“Saat gagasan itu timbul pertama kali, saya tidak memiliki bahan apa-apa tentang Ibu Kartini, baik dalam bahasa Indonesia maupun Belanda. Buku surat-surat Kartini Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) saja saya tidak punya,” kata Sitisoemandari seperti dikutip dari Buku Satu Abad Kartini, Bunga Rampai Karangan Mengenai Kartini.

Apalagi Sitisoemandari berkeinginan menuliskan biografi selengkap mungkin dengan menggali sumber lain termasuk kerabat Kartini yang masih hidup. Tidak hanya sebatas menggunakan referensi dari bahan-bahan Belanda yang kebanyakan kala itu digunakan sebagai sumber tulisan mengenai Kartini.

Empat tahun kemudian, Sitisoemandari berjibaku merangkai dan menuliskan fragmen-fragmen yang berhasil ia temukan.

Seperti yang ditulis Hanna Rambe dalam Buku Satu Abad Kartini, Bunga Rampai Kenangan Mengenai Kartini, Sitisoemandari bahkan rela mengorbankan pengelihatannya. Selama kurun 1972-1976, ia membaca dan menulis terus menerus.

Baca juga: 4 Kartini Intelek Mendunia, Salah Satunya Ungkap Pelaku Bom Bunuh Diri

“Kedua matanya menderita dan makin sulit untuk memandang dengan tajam,” tulis Hanna Rambe.

Namun kepingan-kepingan informasi mengenai Kartini berhasil disusun oleh Sitisoemandari, hingga melahirkan sebuah buku Kartini: Sebuah Biografi, yang begitu apik.

Ia mampu menghadirkan bagaimana gejolak jiwa Kartini dalam setiap fase semasa hidupnya. Dengan gaya penuturan yang sederhana, Sitisoemandari menyihir siapapun yang membacanya untuk membayangkan segala kegembiraan dan derita Kartini.

Dr. H. Bouman penulis buku Meer Licht Over Kartini sekaligus juga ahli Indologi (ilmu tentang Hindia Belanda) menyebut buku Kartini: Sebuah Biografi sebagai karya yang monumental.

Buku Kartini: Sebuah Biografi kini juga menjadi salah satu referensi penting bagi penulisan-penulisan baik itu di Indonesia dan luar negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com