Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektif 90 Persen, Ketahui 7 Fakta Vaksin AstraZeneca-Oxford

Kompas.com - 25/11/2020, 13:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber Forbes

KOMPAS.com - AstraZeneca dan Universitas Oxford telah merilis hasil awal uji coba vaksin Covid-19 fase 3 pada hari Senin (23/11/2020). Mereka mengumumkan, kandidat vaksin Covid-19 efektif hingga 90 persen.

Hal ini menjadikan AstraZeneca-Oxford sebagai yang ketiga mengumumkan data awal dari uji coba fase 3, setelah Moderna dan Pfizer merilis hasil uji coba fase 3 sebelumnya.

Baik Moderna dan Pfizer, yang vaksinnya menggunakan platform mRNA, menyebut vaksin mereka efektif sekitar 95 persen.

Vaksin AstraZeneca-Oxford menunjukkan kemanjuran yang agak lebih rendah, tetapi lebih murah, lebih mudah untuk didistribusikan dan administrasinya.

Baca juga: Vaksin Oxford 70 Persen Efektif dan Mudah Disimpan, Epidemiolog: Cocok untuk Indonesia

"Hari ini menandai tonggak penting dalam perjuangan kami melawan pandemi (Covid-19)," kata CEO AstraZeneca Pascal Soriot dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Forbes, Senin (23/11/2020).

Menurut Soriot, keefektifan dan keamanan kandidat vaksin dalam melawan Covid-19 akan berdampak langsung pada keadaan darurat kesehatan masyarakat.

Berikut 7 hal yang perlu Anda ketahui tentang kandidat vaksin Covid-19 AstraZeneca-Oxford.

1. Teknologi vaksin AstraZeneca-Oxford berbeda dengan Pfizer dan Moderna

Vaksin AstraZeneca-Oxford adalah vaksin vektor adenovirus simpanse.

Ini berarti bahwa tim pengembang vaksin mengambil virus yang biasanya menginfeksi simpanse, dan dimodifikasi secara genetik untuk menghindari kemungkinan konsekuensi penyakit pada manusia.

Virus yang dimodifikasi ini membawa sebagian dari Covid-19 coronavirus yang disebut protein spike, bagian menonjol seperti paku yang ada di permukaan virus corona SARS-CoV-2.

Saat vaksin dikirim ke sel manusia, ini memicu respons kekebalan terhadap protein spike, menghasilkan antibodi dan sel memori yang akan mampu mengenali virus penyebab Covid-19.

Vaksin vektor adenovirus telah dikembangkan sejak lama, khususnya untuk melawan malaria, HIV, dan Ebola.

 

Ilustrasi vaksin.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Ilustrasi vaksin.

Tetapi tidak ada vaksin adenovirus yang pernah disetujui untuk digunakan manusia di AS.

Beberapa vaksin adenovirus dalam uji coba sebelumnya tidak efektif, sementara yang lain telah diserang oleh sistem kekebalan tubuh (adenovirus manusia dapat menyebabkan flu biasa, jadi beberapa orang sudah memiliki antibodi untuk virus ini).

Para peneliti di balik vaksin Covid-19 sedang mengatasi masalah ini dengan menggunakan virus simpanse yang hanya memiliki sedikit antibodi pada manusia.

Uji coba sebelumnya telah menunjukkan bahwa vaksin mereka memicu respons kekebalan terhadap Covid-19.

2. Hasil awal menunjukkan bahwa vaksin adenovirus efektif

Data awal yang dirilis pada hari Senin mempelajari dua cara berbeda untuk mengelola vaksin.

Dalam satu kelompok, pasien diberi dosis awal yang lebih kecil dari vaksin (atau plasebo), kemudian dosis yang lebih besar sebagai penguat satu bulan kemudian.

Pada kelompok kedua, pasien diberi dosis yang sama pada awalnya dan sebagai booster satu bulan kemudian.

Pada kelompok pertama, analisis data sementara menemukan bahwa vaksin itu sekitar 90 persen efektif mencegah Covid-19.

Paradoksnya, kelompok kedua, yang memiliki dosis awal lebih besar, menunjukkan bahwa vaksin tersebut hanya efektif sekitar 62 persen.

Tidak sepenuhnya jelas mengapa dosis awal yang lebih kecil menghasilkan hasil yang lebih baik, meskipun para ilmuwan di bidang tersebut telah menyarankan beberapa alasan.

Pertama, perbedaan hasil mungkin hanya artefak statistik, konsekuensi dari fakta bahwa ini adalah analisis data sementara, dan setelah hasil akhir ada dalam perbedaan mungkin lebih kecil.

Kemungkinan kedua, dosis awal yang lebih kecil dapat menstimulasi “sel memori” dalam sistem kekebalan, mendorong tubuh untuk memproduksi antibodi dalam jumlah yang lebih banyak ketika dosis kedua diberikan.

Kemungkinan ketiga, dosis awal yang lebih besar dapat menyebabkan tubuh mengembangkan antibodi terhadap vaksin itu sendiri, menumpulkan dampak suntikan penguat.

Untuk mengetahui persisnya, diperlukan lebih banyak penelitian untuk menjawab pertanyaan ini.

Meski begitu, hasil sementara ini sejalan dengan studi peer-review yang diterbitkan dalam jurnal medis Lancet pekan lalu, yang menemukan bahwa vaksin AstraZeneca meningkatkan respons kekebalan terhadap Covid-19 pada orang dewasa yang lebih tua, yang paling berisiko mengembangkan versi parah. penyakit.

Sejauh ini, tidak ada masalah keamanan serius yang muncul dari uji klinis yang dilakukan kepada lebih dari 23.000 orang.

 

Ilustrasi vaksin Pfizer 90 persen efektif berdasarkan pengamatan dari sekitar 43.000 relawan di Amerika Serikat (AS), hanya 94 orang yang terkonfirmasi Covid-19, sejak pemberian dosis kedua vaksin Covid-19 atau plasebo.SHUTTERSTOCK/Blue Planet Studio Ilustrasi vaksin Pfizer 90 persen efektif berdasarkan pengamatan dari sekitar 43.000 relawan di Amerika Serikat (AS), hanya 94 orang yang terkonfirmasi Covid-19, sejak pemberian dosis kedua vaksin Covid-19 atau plasebo.

3. Masih perlu disetujui otoritas regulasi

Langkah berikutnya untuk AstraZeneca adalah mendapatkan persetujuan vaksin oleh regulator.

Minggu ini, perusahaan mengatakan akan memberikan datanya kepada regulator di Inggris Raya, Uni Eropa, dan Amerika Serikat untuk otorisasi darurat guna mulai mengelola vaksin.

Mereka juga meminta izin darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengelola vaksin di negara-negara berpenghasilan rendah.

Belum ada vaksin vektor adenovirus yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat, meskipun beberapa telah menyelesaikan studi fase 2 dengan vaksin adenovirus untuk melawan penyakit lain.

4. AS mendanai pengembangan vaksin AstraZeneca-Oxford lebih dari Rp 14,16 triliun

Pada bulan Mei, Badan Penelitian dan Pengembangan Lanjutan Biomedis AS (BARDA) memberikan AstraZeneca dan Oxford lebih dari 1 miliar dollar AS atau Rp 14,16 triliun AS dalam pendanaan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 ini.

AstraZeneca juga setuju untuk memasok AS dengan setidaknya 400 juta dosis vaksin jika disetujui.

Selain itu, pada bulan Juni mereka bermitra dengan Center For Epidemic Preparedness Innovations, sebuah kemitraan global antara entitas publik dan swasta, untuk meningkatkan produksi vaksin.

Juga pada bulan Juni, perusahaan mencapai kesepakatan dengan Europe's Inclusive Vaccine's Alliance untuk menyediakan 400 juta dosis vaksin dengan biaya, tanpa keuntungan, selama durasi pandemi.

5. Jika disetujui, vaksin tersedia 2021

Setelah badan pengatur mengotorisasi penggunaan vaksin, AstraZeneca akan mulai memproduksi dosis, setelah membuat kesepakatan dengan sejumlah organisasi berbeda untuk membuatnya dengan cepat.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Senin (23/11/2020), perusahaan mengatakan dapat memproduksi hingga 3 miliar dosis vaksin pada tahun 2021.

 

Ilustrasi vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan Moderna berbasis teknologi genetik yang disebut mRNA (messenger RNA). SHUTTERSTOCK/Nixx Photography Ilustrasi vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan Moderna berbasis teknologi genetik yang disebut mRNA (messenger RNA).

6. Lebih mudah disimpan dibanding vaksin Pfizer atau Moderna

Baik vaksin Pfizer dan Moderna membutuhkan penyimpanan jangka panjang pada suhu rendah.

Vaksin buatan Pfizer perlu disimpan di suhu -70 derajat Celsiun, sementara vaksin Moderna pada -20 derajat Celsius.

Baik vaksin Pfizer dan Moderna tampaknya dapat mentolerir disimpan dalam lemari es untuk waktu yang singkat pada suhu yang lebih tinggi.

Namun, tantangan penyimpanan suhu ini dapat menjadi penghalang bagi distribusi vaksin.

Sebaliknya, vaksin AstraZeneca dapat diangkut dan disimpan pada suhu yang sama dengan lemari es normal, antara sekitar 2 sampai 7 derajat Celsius selama enam bulan.

Baca juga: WHO: Vaksin Covid-19 yang Berhasil Harus Didistribusikan dengan Adil

7. Vaksin lain akan dibutuhkan untuk memastikan cakupan global

Jika AstraZeneca dapat memproduksi 3 miliar dosis pada tahun 2021, itu tidak akan cukup untuk mencakup populasi global yang berjumlah 7 miliar orang.

Artinya, banyak perusahaan yang mengerjakan berbagai vaksin sangat penting untuk akhirnya mengatasi pandemi.

"Kami hanya bisa berharap bersama Pfizer dan juga Moderna dan juga Astrazeneca, akan memproduksi dosis yang cukup,” kata Dr. Ruud Dobber, presiden AstraZeneca AS di Squawk Box CNBC Senin pagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com