Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Virus China: Evolusi Corona SARS Telah Beradaptasi dengan Inang Manusia

Kompas.com - 18/05/2020, 13:31 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Sumber SCMP

KOMPAS.com - Teori konspirasi tentang asal-usul virus corona yang menyebar dari China terus dilontarkan sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat.

Akibatnya, dunia tak hanya menghadapi pandemi Covid-19, tetapi juga ketegangan antara dua negara besar ini.

Baru-baru ini, ahli virus atau virologi asal China, Shi Zhengli yang telah menjadi subyek teori kontroversial tentang asal-usul virus ini, kembali memublikasikan hasil penelitian baru tentang SARS dan hewan inangnya.

Shi yang juga merupakan kepala pusat penyakit menular di Institut Virologi Wuhan ini mengatakan, kelelawar tapal kuda China adalah tuan rumah alami untuk virus corona yang berkaitan dengan SARS (SARSs-CoVs).

Baca juga: Tipe Virus Corona di Indonesia Beda dengan Negara Lain, Apa Vaksinnya Bakal Beda?

Makalah penelitian ini diterbitkan di situs pracetak Biorxiv.org pada Kamis lalu.

Dalam makalah yang belum ditinjau peer-review ini menunjukkan bahwa kelelawar membawa banyak virus corona dengan tingkat keragaman genetik yang tinggi.

Kelelawar tapal kuda (Rhinolophus) sejauh ini merupakan reservoir (sarang) alami yang penting bagi virus corona. Hewan ini juga memiliki virus corona yang merupakan kerabat dekat SARS-CoV-2.Shutterstock/Rudmer Zwerver Kelelawar tapal kuda (Rhinolophus) sejauh ini merupakan reservoir (sarang) alami yang penting bagi virus corona. Hewan ini juga memiliki virus corona yang merupakan kerabat dekat SARS-CoV-2.

Seperti melansir South China Morning Post (SCMP), Senin (18/5/2020), Shi mengatakan, keragaman genetik yang tampak terlihat yakni pada protein spike atau protein penancap.

Baca juga: Siapa Judy Mikovits, Sosok Teori Konspirasi Corona yang Resahkan Ilmuwan?

Protein spike pada virus corona kelelawar telah berevolusi dari waktu ke waktu untuk membantu penularannya.

"Semua protein kelelawar SARS -CoV yang diuji memiliki afinitas pengikat yang lebih tinggi pada ACE2 manusia daripada ACE2 milik kelelawar," ungkap peneliti.

Kendati keduanya menunjukkan afinitas pengikatan 10 kali lipat lebih rendah dengan kerabat SARS-CoV lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com