Permasalahan akan timbul jika satu ventilator digunakan bergantian, potensi penularan infeksi selama di RS bisa terjadi.
Sejumlah riset di Inggris, menunjukkan proyeksi persentase pasien COVID yang memerlukan ventilator sebesar 30%, sementara studi lain menyebut 58,8%.
Saya mengunakan angka 58,8% pasien COVID (5.171) yang dirawat di ruang ICU butuh ventilator.
Kebutuhan APD sangat penting bagi petugas kesehatan yang merawat pasien COVID di ICU atau pasien dengan kasus berat. Pemakaian set APD akan lebih banyak dibanding pada unit-unit perawatan lain di RS seperti rawat inap dan rawat jalan.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa memperkirakan kebutuhan APD untuk perawatan pasien COVID-19 dengan kasus berat terdiri dari masker N95, pelindung wajah, pakaian khusus yang anti-air, dan sarung tangan medis.
Kebutuhan alat ini akan bervariasi tergantung dari tingkat keparahan dan prosedur yang akan diberikan kepada pasien. Secara umum kebutuhan set APD di ICU bagi para dokter, perawat, dan petugas lainnya berkisar 15-24 set per pasien per hari. Untuk mencegah penularan virus, alat ini hanya sekali pakai.
Dengan menggunakan asumsi di atas, maka saya memproyeksikan jumlah kebutuhan set APD petugas ICU di enam wilayah kajian dalam grafik di bawah ini:
Jika asumsi dalam kajian ini terpenuhi, maka dalam sebulan ke depan sistem pelayanan kesehatan di enam provinsi itu akan runtuh.
Kemampuan menahan laju penderita yang tidak perlu perawatan di RS menjadi salah satu strategi utama yang dapat ditempuh untuk menghindari runtuhnya sistem layanan kesehatan. Isolasi mandiri di rumah dan strategi “perawatan pasien di rumah (home care)” bisa dikembangkan oleh pemerintah untuk menekan laju pasien yang dirawat di rumah sakit.
Pemerintah harus segara mengembangkan standar yang ketat mengenai kriteria pasien yang bisa mendapat perawatan di RS dan ICU dengan tetap memperhatikan prinsip keselamatan pasien. Saat ini jumlah kasus positif yang dirawat di rumah sakit masih cukup besar yakni 61%.
Penambahan ruang ICU dan ventilator serta pendistribusian ke berbagai daerah titik panas penyebaran virus harus segera dilakukan oleh pemerintah secara terukur dan efektif.
Kontribusi dunia usaha dalam negeri dan perguruan tinggi juga diperlukan di tengah keterbatasan skala produksi ventilator yang dihadapi secara global saat ini.
Beberapa universitas seperti UGM, UI, ITS, dan ITB saat ini telah berusaha untuk ikut memecahkan masalah ini. Bahkan Kementerian Perindustrian telah meminta industri otomotif di dalam negeri memproduksi ventilator.
Pemerintah harus terus memberikan dukungan, khususnya biaya riset dan produksi untuk mempercepat usaha ini. Sebab, produksi ventilator memerlukan tahapan yang panjang mulai dari riset, pengembangan, uji klinis, perizinan hingga produksi.
Kebutuhan set APD bagi para petugas Kesehatan di RS juga harus menjadi perhatian serius. Setidaknya 32 dokter dan 12 perawat telah gugur karena terinfeksi virus corona akibat keterbatasan APD.
Situasi ini memang tidak mudah. Pemerintah harus segera mengambil keputusan jika tidak menghendaki keadaan makin buruk. Nyawa pasien bisa melayang lebih cepat jika mereka terlambat mendapat perawatan pada saat genting.
Irwandy
Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Pertengahan Mei, Indonesia terancam krisis tempat tidur ICU, ventilator, dan APD karena kasus COVID-19 bisa melewati 50.000" Isi di luar tanggung jawab Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.