Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/04/2020, 08:03 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Sumber Newsweek


KOMPAS.com - Para ilmuwan di Stanford Medicine membuat tes yang dapat mendeteksi antibodi yang diciptakan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang virus corona, SARS-CoV-2.

Seperti melansir Newsweek, Senin (13/4/2020), dibutuhkan waktu dua hingga tiga hari untuk mendapatkan hasil dari tes ini.

Tim peneliti menggunakan sampel darah dari pasien Covid-19 dan plasma darah yang diambil dua tahun lalu, karena plasma darah ini tidak mengandung SARS-CoV-2 sebagai kontrol untuk memverifikasi tes.

Dr. Thomas Montine, profesor dan ketua patologi di School of Medicine menjelaskan upaya mencari antibodi dalam plasma darah akan memberikan pandangan yang lebih komperhensif.

Baca juga: Ilmuwan AS Kembangkan Tes Darah Deteksi Antibodi terhadap Virus Corona

"Yakni tentang apa yang terjadi pada seseorang yang terinfeksi atau telah terinfeksi virus (corona)," kata Dr. Montine.

Dr. Montine mengakui tes itu bukan alat yang sempurna, tetapi itu salah satu cara yang mungkin dapat digunakan untuk membantu merancang protokol dalam mengatasi pandemi ini.

Pendekatan ini juga diklaim dapat membantu menyelidiki pengobatan Covid-19 yang potensial yang dikenal sebagai terapi plasma konvalesen.

Terapi ini menggunakan antibodi yang diambil untuk dari seseorang yang selamat dari penyakit.

Baca juga: Pakar Johns Hopkins Adopsi Metode Antibodi dari Abad 19 pada Covid-19

Dalam hal ini, pasien Covid-19 yang sembuh, yang kemudian plasma darahnya dapat dipindahkan ke orang yang terinfeksi penyakit yang sama.

"Pendekatan itu bisa sangat penting dalam periode ini, ketika kita tidak memiliki vaksin atau terapi definitif lainnya," kata Dr. Montine.

Saat ini, tes antibodi ini tengah dikembangkan dis eluruh dunia, tetapi kualitasnya akan beragam.

"Kami pikir ini adalah kebutuhan medis yang mendesak," jelasnya.

Tes ini dilakukan dengan mengambil antibodi IgM dan IgG. Sementara bukti menunjukkan pasien Covid-19 membentuk antibodi pada tahap awal infeksi.

Pada tahap akhirnya diyakini antibodi melimpah dan bertahan lebih lama di dalam tubuh.

Akan tetapi, karena virus corona, SARS-CoV-2 ini sangat baru, maka tim peneliti tidak dapat memastikan berapa lama antibodi itu dapat bertahan.

Ilmuwan terkendala mesin penguji

Sebagai tes serologis, pendekatan ini berbeda dengan skrining atau pemindaian yang digunakan untuk mendiagnosis pasien yang diduga terinfeksi virus corona yang menyebabkan Covid-19.

Di mana sekresi pernapasan diambil dari dalam saluran hidung seseorang untuk menemukan bahan genetik dari virus corona baru, SARS-CoV-2.

Baca juga: Indonesia Belum Sampai Puncak Pandemi Corona, Ahli Ingatkan Gelombang Kedua

Dr. Montine mengatakan tim memiliki persediaan yang cukup untuk menjalankan tes selama enam bulan. Sayangnya, mereka masih terkendala mesin yang dimiliki saat ini dalam menjalankan tes tersebut.

"Pada akhirnya, kami bercita-cita untuk memberikan pengujian serologis kepada sebanyak mungkin orang di California Utara," sambung dia.

Komisioner Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, Dr. Stephen Hahn mengatakan agensi mengeluarkan kebijakan pada bulan Maret lalu.

Baca juga: Kucing Lebih Rentan Terinfeksi Corona Covid-19, Ini Langkah Kurangi Risiko Penularannya

Kebijakan itu dikeluarkan untuk memungkinkan pengembangan tes serologis tertentu untuk mulai memasarkan atau menggunakan tes tersebut.

Namun, itu dapat dilakukan setelah evaluasi akurasi yang menyatakan tes untuk penggunaan plasma darah pasien Covid-19 yang sembuh memang dapat diandalkan sebagai terapi terhadap infeksi virus corona baru, SARS-CoV-2.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com