Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/03/2020, 12:30 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

Sumber Telegraph

KOMPAS.com – Meski bermula dari China, tetapi salah satu negara dengan kasus kematian tertinggi akibat virus corona adalah Italia.

Data per 22 Maret 2020, lebih dari 47.000 orang di Italia terinfeksi virus corona dengan angka kematian sebesar 4.032 kasus. Bahkan, Italia mencetak rekor tertinggi dengan 627 kasus kematian dalam 24 jam.

China sendiri memiliki jumlah orang terinfeksi dua kali lipat, yakni 81.250 kasus. Namun, jumlah kematiannya 3.253 kasus.

Baca juga: WHO: Strategi Lockdown Tak Mampu Perangi Virus Corona

Hal ini berarti angka kematian di Italia mencapai 8 persen, dibandingkan China yang hanya 4 persen. Sementara itu, Jerman yang memiliki 13.000 kasus infeksi hanya memiliki 42 kasus kematian atau 0,3 persen.

Sementara itu, Indonesia juga memiliki tingkat angka kematian yang tinggi. Per 22 Maret 2020 pukul 15.52 WIB, terdapat 514 kasus konfirmasi dengan jumlah kematian 48 kasus dan 29 kasus sembuh. Sebanyak 437 kasus berada dalam perawatan.

Tingkat kematian tinggi di Italia

Prof Walter Ricciardi, juru bicara Menteri Kesehatan Italia, mengatakan bahwa tingginya angka kematian di negara tersebut disebabkan oleh demografinya.

Italia memiliki populasi manula terbanyak kedua di dunia.

“Usia pasien yang meninggal di rumah sakit mayoritas adalah manula, dengan rata-rata usia 67 tahun,” tutur Ricciardi, dikutip dari Telegraph, Senin (23/3/2020).

Baca juga: Studi: Mendadak Tak Bisa Mencium Bau, Gejala Baru untuk Virus Corona

Sebuah studi yang dilakukan oleh JAMA Network baru-baru ini menyebutkan bahwa hampir 40 persen infeksi dan 87 persen kematian di Italia terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun.

Kemudian, tingginya populasi manula berpengaruh terhadap terbatasnya fasilitas di rumah sakit yang tersebar di negara tersebut. Pasien yang berusia lanjut memiliki kebutuhan untuk fasilitas yang memadai dan lengkap. Jaringan rumah sakit di Italia kewalahan menghadapi hal ini.

Seorang perawat membawa perangkat darurat di Rumah Sakit Cremona, tenggara Milan, Lombardy, Italia, Rabu (11/3/2020). Selama diberlakukannya lockdown di Italia terkait meledaknya penyebaran virus corona di negara tersebut, sosok para tenaga medis banjir dukungan atas dedikasi mereka yang menjadi pahlawan dalam menangani serbuan pasien corona.AFP/PAOLO MIRANDA Seorang perawat membawa perangkat darurat di Rumah Sakit Cremona, tenggara Milan, Lombardy, Italia, Rabu (11/3/2020). Selama diberlakukannya lockdown di Italia terkait meledaknya penyebaran virus corona di negara tersebut, sosok para tenaga medis banjir dukungan atas dedikasi mereka yang menjadi pahlawan dalam menangani serbuan pasien corona.

Selain itu, Ricciardi juga menyebutkan bahwa tingginya mortality rate di Italia disebabkan oleh cara dokter atau petugas medis menghitung angka kematian.

“Pasien yang meninggal di rumah sakit yang menangani virus corona dihitung sebagai pasien meninggal karena virus corona itu sendiri,” tuturnya.

Baca juga: Meski Bermanfaat, Berjemur Tak Bisa Mematikan Virus Corona

Ricciardi menuturkan bahwa berdasarkan reevaluasi yang dilakukan oleh National Institute of Health, hanya 12 persen dari total pasien yang meninggal karena virus corona.

“Sementara 88 persen pasien memiliki setidaknya satu penyakit bawaan. Banyak yang memiliki dua atau tiga,” tambahnya.

Skeptisisme terhadap data

Para ilmuwan lainnya juga memiliki skeptisisme terhadap data kematian di Italia. Martin McKee, Profesor of European Public Health di London School of Hygiene and Tropical Medicine, menyebutkan bahwa negara tersebut belum memiliki perhitungan terhadap gejala ringan virus corona.

Jika lebih banyak tes dilakukan kepada orang yang asimptomatik (tidak menunjukkan gejala), maka angka kematian dirasa akan menurun.

“Terlalu dini untuk membandingkan Italia dengan negara-negara lain di Eropa. Kita tidak tahu berapa banyak orang asimptomatik yang menyebarkan virusnya,” tambah ia.

Baca juga: Update Corona 22 Maret: 308.659 Kasus di 188 Negara, 95.838 Sembuh

Ilmuwan lain memiliki pemikiran adanya faktor lain terkait tingginya angka kematian akibat virus corona di Italia. Faktor ini termasuk angka yang tinggi terhadap konsumsi rokok dan polusi udara.

Hal tersebut berdasarkan data bahwa mayoritas pasien yang meninggal berasal dari wilayah Lombardy bagian utara, yang memiliki kualitas udara cukup buruk dibandingkan wilayah lainnya.

Ilustrasi: Suasana Kota Milan setelah virus corona mulai merebak di Italia Shutterstock Ilustrasi: Suasana Kota Milan setelah virus corona mulai merebak di Italia

Dr Mike Ryan selaku Health Emergencies Programme Executive Director dari WHO menyebutkan bahwa para dokter di Italia kewalahan menangani pasien sebanyak itu.

“Dokter di Italia tidak hanya melayani satu atau dua pasien, melainkan sampai 1.200 pasien,” tuturnya.

Baca juga: Dokter Gigi Rentan Kena Droplet Covid-19, Begini Protokol Pencegahannya

Kondisi ini diperburuk karena banyak petugas medis yang terinfeksi dan harus mengisolasi diri. Sebanyak 2.000 petugas medis di Italia terinfeksi virus corona sejauh ini.

“Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Eropa, Italia memiliki jumlah ventilator dan petugas medis yang sangat sedikit,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com