Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi Buktikan Otak Manusia Bisa Terawetkan Alami hingga Ribuan Tahun

KOMPAS.com - Otak dikenal sebagai salah satu organ yang pertama terurai setelah seseorang meninggal.

Jadi apakah otak manusia bisa terawetkan secara alami hingga ribuan tahun?

Ini tentu jadi pertanyaan yang menarik.

Ternyata, seperti dikutip New Scientist, Rabu (20/3/2024), penelitian baru terhadap otak manusia telah mengidentifikasi 1300 kasus otak yang terawetkan secara alami.

Beberapa dari otak tersebut bahkan berusia lebih dari 12.000 tahun.

"Otak ditemukan di bangkai kapal karam dan di kuburan yang tergenang air di mana tulang-tulangnya mengapung. Ini benar-benar aneh," kata Alexandra Morton-Hayward dari Universitas Oxford.

"Sejujurnya kami tidak mengharapkan otak dapat bertahan di lingkungan apa pun. Apalagi kami tidak mengharapkan jaringan lunak dapat bertahan di lingkungan yang tergenang air," paparnya lagi.

Temuan ini pun membuktikan bahwa organ luar biasa tersebut ternyata jauh lebih tahan terhadap pembusukan daripada yang kita duga, bahkan ketika jaringan lunak tubuh lainnya telah mencair seluruhnya.

Hasil penelitian juga bertentangan dengan bukti sebelumnya bahwa otak manusia adalah salah satu organ pertama yang mengalami pembusukan setelah kematian.

Selanjutnya, temuan juga bisa digunakan oleh peneliti untuk lebih memahami evolusi serta penyakit yang menimpa manusia.

“Apakah keadaan tersebut bersifat lingkungan, atau terkait dengan biokimia otak yang unik, merupakan fokus dari penelitian kami yang sedang berlangsung dan di masa depan," ungkap Morton-Hayward.

"Ini sangat menakjubkan dan menarik untuk mengeksplorasinya karena dapat memberi tahu kita tentang kehidupan dan kematian nenek moyang kita," sambungnya.

Otak yang terawetkan

Dilansir dari Science Alert, pengawetan otak alami (tidak diawetkan secara artifisial melalui pembalseman atau pembekuan), merupakan kejadian yang jarang terjadi.

Soalnya, studi pembusukan eksperimental menunjukkan bahwa otak adalah salah satu organ pertama yang mengalami pembusukan.

Morton-Hayward dan rekan-rekannya ingin mengetahui betapa langkanya hal tersebut, sehingga mereka memulai pencarian global untuk menemukan otak manusia yang diawetkan.

Mereka kemudian mendokumentasikan total 4.405 otak manusia yang diawetkan dari 213 sumber yang dilaporkan dari setiap benua di dunia kecuali Antartika, dalam catatan yang berasal dari pertengahan abad ke-17 dan seterusnya.

Otak-otak tersebut berasal dari berbagai lingkungan, termasuk kuburan massal dari Perang Saudara Spanyol, di mana otak tetap terawetkan bahkan dengan luka tembak yang parah.

Dari 4.405 otak, peneliti menemukan sepertiga otak bertahan dalam sisa-sisa kerangka, termasuk otak tertua yang berumur 12.000 tahun.

Namun, menurut peneliti, pengawetan otak tersebut tidak dapat dikaitkan dengan kondisi pengawetan alami. Sehingga peneliti menyebut mungkin ada mekanisme pelestarian jaringan lunak yang spesifik pada sistem saraf pusat.

Mekanisme apa yang mungkin terjadi masih menjadi tanda tanya besar, namun para peneliti memperkirakan hal itu bisa jadi merupakan interaksi antara molekul di otak dan sesuatu di lingkungan.

Misalnya, protein, lipid, dan gula di otak dapat menyatu dan membentuk makromolekul terpolimerisasi yang stabil dengan adanya logam tertentu, seperti tembaga, yang melimpah di otak.

Para peneliti berencana untuk menyelidiki fenomena menarik ini secara lebih rerperinci untuk mengetahui bagaimana hal itu bisa terjadi.

“Otak purba dapat memberikan wawasan paleobiologis baru dan unik, membantu kita lebih memahami sejarah gangguan neurologis utama, kognisi dan perilaku kuno, serta evolusi jaringan saraf dan fungsinya,” tambah Morton-Hayward.

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences.

https://www.kompas.com/sains/read/2024/04/01/180000123/studi-buktikan-otak-manusia-bisa-terawetkan-alami-hingga-ribuan-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke