Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Benarkah Konsumsi Telur Bisa Menurunkan Risiko Stunting?

KOMPAS.com - Stunting adalah kondisi pada balita yang berperawakan pendek dengan panjang atau tinggi badan (menurut usia) di bawah -2 standar deviasi grafik pertumbuhan World Health Organization (WHO), yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronik atau berulang. Di Indonesia, pada tahun 2022, prevalensi stunting berada di angka 21,6 persen.

Untuk membantu mencegah kenaikan kasus stunting, salah satu hal yang sangat perlu diperhatikan adalah asupan gizi anak. Menurut Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), penting diketahui bahwa kekurangan gizi yang berkorelasi dengan stunting, utamanya, adalah kekurangan energi dan asam amino esensial.

“Energi itu berasal dari karbohidrat dan lemak, protein juga. Tetapi, untuk asam amino esensial, itu pasti protein karena zat pembangun itu adalah protein. Selain itu, ada juga mikronutrien, seperti magnesium, potasium, sodium, dan seng,” jelasnya, Rabu (5/4/2023).

Prof. Damayanti mengatakan, dalam sebuah meta analisis, disimpulkan bahwa asupan protein adalah yang paling bermakna dalam meningkatkan tinggi badan. Sementara itu, suplementasi zat gizi mikro meningkatkan tinggi badan secara tidak efektif.

Penelitian tahun 2016 oleh Richard D. Semba dan rekan-rekannya, yang terbit di Jurnal The Lancet, juga mendukung temuan tersebut.

Mereka melaporkan bahwa anak-anak yang stunting memiliki konsentrasi 9 asam amino esensial yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak stunting.

Asam amino esensial tidak bisa diproduksi oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari asupan makanan. Beberapa makanan sumber protein nabati, seperti kacang kedelai, mengandung asam amino esensial. Namun, makanan sumber protein hewani memiliki asam amino esensial yang lebih lengkap dan cukup dibandingkan makanan nabati.

“Kenapa asam amino esensialnya harus lengkap? Karena satu saja asam amino esensialnya kurang dari kebutuhan, kadar hormon pertumbuhannya bisa turun sampai 34 persen,” ujar Prof. Damayanti.

Makanan sumber protein hewani yang mengandung asam amino esensial yang tinggi adalah susu, telur, ikan, ayam, dan daging.

Menurut Prof. Damayanti, di antara makanan sumber protein hewani, yang paling baik adalah susu. Kemudian, ada telur, ikan, ayam, dan daging yang terakhir.

Terdapat sejumlah penelitian yang membuktikan bahwa makanan sumber protein hewani, khususnya telur, mampu menurunkan risiko stunting pada anak.

Sebuah studi yang terbit di Jurnal Pediatrics tahun 2020 mengatakan, asupan produk susu dan telur yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko stunting yang lebih rendah.

Sedangkan, asupan kelompok makanan lain, seperti daging, buah, dan sayuran tidak berhubungan secara signifikan dengan stunting.

Penelitian sebelumnya di tahun 2017, yang juga terbit di Jurnal Pediatrics, menemukan bahwa konsumsi satu butir telur setiap hari selama enam bulan, bagi anak usia 6-9 bulan, dapat menurunkan prevalensi stunting hingga 47 persen dan kekurangan berat badan hingga 74 persen.

“Kalau bayinya sudah di atas satu tahun, maka dia sudah harus (makan) dua butir telur. Enggak bisa satu butir aja, harus dua butir. Jadi, berdasarkan usia dan kebutuhan,” kata Prof. Damayanti.

Menurut studi tahun 2019 yang terbit di The Journal of Nutrition, dalam rata-rata 55 g telur, terkandung 75 kalori, 7 g protein, 5 g lemak, 1,6 g lemak jenuh, vitamin, mineral, dan karotenoid. Untuk anak berusia 7-12 bulan, 50 g telur dapat memenuhi 57 persen AKG (Angka Kecukupan Gizi) protein.

Selain berperan dalam meningkatkan pertumbuhan linier pada anak, penelitian menunjukkan bahwa konsumsi telur dapat meningkatkan status kolin dan asam dokosaheksaenoat, yang keduanya penting untuk pertumbuhan dan perkembangan neurokognitif.

https://www.kompas.com/sains/read/2023/04/22/170000823/benarkah-konsumsi-telur-bisa-menurunkan-risiko-stunting-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke