Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

4 Tipe Pantai Rawan Tsunami, Apa Saja?

Dilansir dari informasi dalam laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2018, dalam setahun rata-rata dapat terjadi gempa bumi besar berkekuatan 7-7,9 magnitudo sebanyak dua kali, serta gempa bumi berkekuatan lebih besar dari 8 magnitudo setiap 5-6 tahun sekali.

Dalam kurun waktu 27 tahun periode 1990-2017, setidaknya telah terjadi 166 gempa bumi merusak dan 16 di antaranya memicu terjadinya tsunami.

Gempa bumi menengah hingga besar berkedalaman dangkal berpotensi memicu kejadian tsunami. Gelombang tsunami pun dapat berdampak pada daerah yang berlokasi dekat dengan pantai.

Menurut informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ESDM, terdapat empat tipe pantai rawan tsunami di Indonesia.

Pantai rawan tsunami adalah pantai yang berhadapan langsung dengan sumber gempa bumi, yang mempunyai kondisi seperti:

Pantai selatan Jawa

Berdasarkan hasil kajian ilmiah yang didukung sejarah kejadian bencana gempa bumi dan tsunami, membuktikan wilayah selatan Jawa menjadi salah satu daerah di Indonesia dengan risiko tinggi ancaman gempa bumi dan tsunami.

Cilacap menjadi satu wilayah yang berada di garis pantai selatan Jawa, menghadap langsung zona tumbukan dua lempeng yaitu lempeng Samudra Hindia dan Eurasia.

Dalam pemodelan yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dengan skenario terburuknya, pantai Cilacap berpotensi terjadi tsunami dengan ketinggian melebihi 10 meter, sebagai akibat dari gempa berkekuatan 8,7 magnitudo dalam tumbukan dua lempeng tersebut.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkap, bahwa Cilacap yang berada di garis pantai selatan Jawa, menghadap langsung zona tumbukan lempeng antara lempeng Samudra Hindia dengan lempeng Eurasia.

"Dari hasil pemodelan tsunami dengan skenario terburuk, dikhawatirkan ketinggian lebih dari 10 meter di pantai Cilacap, sebagai akibat dari gempa bumi dengan kekuatan M 8,7 pada zona megathrust dalam tumbukan lempeng tersebut,” ujar Dwikorita kepada Kompas.com, Kamis (28/7/2022).


Prakiraan skenario terburuk bukanlah ramalan, lanjut dia, tapi merupakan hasil kajian ahli dan pakar kegempaan.

Kendati begitu waktu terjadinya tidak dapat diketahui, meningat sejauh ini belum ada satupun teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa.

Dwikorita menjelaskan, perhitungan skenario terburuk menjadi pijakan untuk mempersiapkan langkah-langkah mitigasi.

Sehingga, jika kemungkinan terburuk terjadi gempa bumi dan tsunami sewaktu-waktu, masyarakat telah siap dan mengerti yang harus dilakukan, termasuk mengevakuasi diri.

“Masyarakat harus paham apa yang mesti dilakukan dan disiapkan, termasuk sarana prasarananya, keterampilan untuk menyelamatkan diri, jalur evakuasi, tempat aman yang semua harus sudah dipersiapkan secara matang," jelas Dwikorita.

"Apalagi khusus Kabupaten Cilacap, wilayah pantai merupakan kawasan padat penduduk, termasuk kantor, pemerintahan, pusat perekonomian, dan lain sebagainya,” lanjutnya.

Sejarah tsunami di pantai selatan Jawa

Tumbukan lempeng Indo-Australia dan Eurasia membentuk zona subduksi Sunda, yang merupakan sumber gempa bumi utama di sepanjang perairan selatan Jawa.

Sejarah mencatat sejak awal abad ke-20, pantai selatan Jawa telah dilanda oleh 20 kali kejadian tsunami yang dipicu guncangan gempa bumi.

Wilayah yang pernah dilanda tsunami meliputi Pangandaran (1921, 2006), Kebumen (1904), Purworejo (1957), Bantul (1840), Tulungagung (1859), Jember (1921), dan Banyuwangi (1818, 1925, 1994).

Pada tahun 1990an-2000an, dua tsunami besar melanda Banyuwangi pada tahun 1994 dan Pangandaran pada tahun 2006.

Tsunami yang terjadi di Banyuwangi dipicu gempa bumi bermagnitudo 7,2 dan menyebabkan 377 orang meninggal dunia. Sementara itu, tsunami Pangandaran dipicu gempa bumi berkekuatan 7,7 magnitudo menyebabkan 550 korban jiwa.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/29/080500323/4-tipe-pantai-rawan-tsunami-apa-saja-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke