Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mantan Menkes Siti Fadilah Sebut Omicron Bisa Dilawan dengan Obat, Benarkah Efektif?

KOMPAS.com - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari kembali menjadi sorotan. Baru-baru ini dia mengungkapkan bahwa infeksi Covid-19 varian Omicron bisa dilawan dengan obat antivirus yang sudah tersedia saat ini.

Sehingga vaksinasi Covid-19 maupun pemberian booster tidak perlu dipaksakan kepada masyarakat.

"Pak Budi Gunadi sudah memiliki 400.000 dosis Paxlovid yang dari Pfizer dan katanya juga sudah pesan Molnupiravir yang dari Merck satu juta dosis. Dengan obat itu kita cukup siap anytime Omicron masuk ke Indonesia," kata Siti dalam siaran di kanal YouTube pribadinya, Selasa (18/1/2022).

Dia menambahkan bahwa varian Omicron tidak bisa dicegah, namun tidak akan membahayakan masyarakat atau menyebabkan kematian.

"Tidak ada hubungannya kalau sudah divaksin maka Anda tidak bisa kena Omicron. Justru yang kena Omicron yang sudah booster di Inggris. Hal seperti ini yang seharusnya menjadi dasar pemikiran pembuat kebijakan," sambung dia.

Terkait dengan obat antivirus Covid-19, Guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati, Apt membenarkan saat ini terdapat dua obat Covid yang sedang dikembangkan, yakni Molnupiravir dan Paxlovid.

"Obat-obat ini sudah diuji klinik untuk Covid dan sudah mendapatkan EUA (izin penggunaan darurat), yang artinya efikasi dan manfaatnya sudah dievaluasi," ujar Zullies kepada Kompas.com, Jumat (21/1/2022), menerangkan obat yang disebutkan mantan Menkes Siti Fadilah Supari yang disebut dapat melawan infeksi varian Omicron.

Obat antivirus Covid-19 Molnupiravir dan Paxlovid, dikatakan Zullies adalah sebagai pelengkap dari obat sebelumnya yakni Remdesivir serta Favipiravir.

Lantas, benarkah obat antivirus ini bisa menangkal Covid-19 khususnya varian Omicron seperti yang dikatakan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari?

Menjawab hal ini, Zullies memaparkan bahwa efektivitas obat antivirus sangat bervariasi.

Misalnya, Remdesivir lebih ditujukan untuk pasien Covid-19 bergejala berat yang sudah dirawat di rumah sakit. Sebab, obat ini perlu diberikan melalui infus.

Sedangkan, obat Molnupiravir dan Paxlovid ditujukan bagi pasien yang terinfeksi Covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang dan menjalani perawatan di rumah.

Mantan Menkes Siti Fadilah mengatakan bahwa obat Covid yang tersedia saat ini, Monupiravir dan Paxlovid, dapat melawan infeksi yang disebabkan oleh Covid varian Omicron.

"Dari hasil uji klinik Molnupiravir dan Paxlovid dilaporkan bahwa mereka bisa mengurangi perburukan penyakit yang menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit atau juga kematian. Angkanya berbeda-beda antar obat, berkisar 50 sampai 89 persen," bebernya.

Kemudian, Prof Zullies juga menyinggung persyaratan penggunaan obat antivirus Covid-19 yang berkaitan dengan usia, kondisi kehamilan, gangguan pada organ hepar dan ginjal.

"Hal ini didasarkan dari hasil uji kliniknya. Misalnya Molnupiravir boleh digunakan pada pasien dengan gangguan liver ringan sampai sedang, sedangkan Paxlovid tidak boleh," terang Zullies.

"Molnupiravir digunakan pada usia 18 tahun ke atas, sedangkan Paxlovid bisa digunakan pada usia 12 tahun ke atas dengan berat badan minimal 40 kilogram," sambung dia.

Mengutip laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM), Kamis (13/1/2022) pil Molupiravir yang dikembangkan Merck Sharp & Dohme (MSD) saat sudah mendapatkan EUA di Indonesia.

Nantinya obat Covid ini diberikan dua kali sehari sebanyak 4 kapsul dengan dosis masing-masing 200 mg selama lima hari pada orang dewasa bergejala ringan hingga sedang.

Efek samping obat antivirus Covid-19

Prof Zullies menuturkan efek samping dari setiap obat berbeda-beda. Umumnya, efek samping obat Covid-19 akan menyebabkan diare serta mual.

Sementara itu, khusus bagi Molupiravir Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan berdasarkan hasil evaluasi obat ini relatif aman dan memberikan efek samping yang bisa ditoleransi.

"Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual, sakit kepala, mengantuk, nyeri abdomen, dan nyeri orofaring. Hasil uji non-klinik dan uji klinik, Molnupiravir tidak menyebabkan gangguan fungsi hati," kata Penny.

Berdasarkan hasil uji klinis fase 3 menunjukkan bahwa obat antivirus Molnupiravir dapat menurunkan risiko hospitalisasi (risiko dirawat di rumah sakit) atau kematian sebesar 30 persen pada pasien Covid-19 gejala ringan hingga sedang dan 24,9 persen pada pasien bergejala ringan.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/21/180100323/mantan-menkes-siti-fadilah-sebut-omicron-bisa-dilawan-dengan-obat-benarkah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke