Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Doping seperti Testosterone Booster Dilarang dalam Olahraga

KOMPAS.com - Badan Antidoping Dunia (WADA) menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena dinilai tidak mematuhi program test doping plan (TDP).

Alhasil, tim bulu tangkis putra Indonesia tidak bisa mengibarkan bendera merah putih di podium Piala Thomas 2020.

Namun, kenapa doping dilarang untuk atlet atau orang yang berolahraga biasa?

Sebelumnya, mari kita membahas doping dan jenisnya dahulu.

Seperti diberitakan sebelumnya, istilah doping mengacu pada penggunaan obat-obatan atau zat terlarang oleh atlet untuk meningkatkan performa atau kinerja atletik.

Doping ini beragam jenisnya. Dilansir dari American College of Medical Toxicology, salah satu yang terkenal adalah steroid anabolik.

Steroid anabolik sudak dipakai sejak 1950-an, pertama kali oleh atlet angkat besi.

Doping steroid anabolik kerap digunakan untuk olahraga berbasis kekuatan seperti angkat berat, sepak bola, baseball, dan lainnya.

Steroid anabolik biasanya merupakan turunan sintetis dari testosteron atau yang lebih dikenal dengan suplemen testosteron booster.

Tujuan penggunaan steroid anabolik atau testosterone booster adalah untuk meningkatkan kekuatan, massa otot, dan berat badan tanpa lemak.

Obat-obatan ini dapat dikonsumsi baik secara oral atau injeksi, dan banyak bentuk yang berbeda sering dikonsumsi secara bersamaan untuk memaksimalkan efek yang diinginkan.

Namun, efek negatifnya jauh lebih besar dibanding manfaatnya.

Efek kesehatan yang relatif ringan termasuk infeksi kulit, jerawat, ginekomastia ireversibel (perkembangan jaringan payudara pria), dan penyusutan testis.

Sementara efek parahnya, steroid anabolik berpotensi mengancam jiwa, ini termasuk psikosis, pendarahan di sekitar hati, peningkatan risiko serangan jantung, dan kematian mendadak.

Karena efek buruk steroid anabolik yang begitu besar, zat ini terdaftar secara permanen di Kode Anti-Doping Dunia dan secara rutin diuji pada para atlet.

Dalam wawancara dengan Kompas.com pada 19 Juni 2021, Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Dr Michael Triangto, SpKO menegaskan bahwa dirinya tidak pernah suka jika ada orang yang olahraga atau berlatih tetapi mengonsumsi steroid atau testosterone booster.


"Karena steroid itu menjanjikan hasil jangka pendek, tapi jangka panjangnya itu buruk," kata Michael yang merupakan Direktur Slim and Health Sports Center Jakarta.

Dia memberi gambaran, penggunaan steroid saat berolahraga mirip seperti orang yang mengambil kredit. Karena kredit mudah dilakukan, akhirnya membuat orang kecanduan untuk terus mengambil kredit.

"Sama seperti kredit. Kita maunya pakai steroid agar otot terbentuk. Misalkan pakai steroid sekali kemudian langsung terlihat hasilnya, pasti kemudian dia ingin melakukannya lagi dengan dosis yang lebih besar," ungkap dokter Michael.

"Selain menggunakan dosis yang lebih besar, biasanya cara yang digunakan untuk streoid akan lebih ekstrem lagi. Dari yang awalnya oral, jadi injeksi."

Namun Michael mengingatkan, pemberian dosis steroid yang lebih besar juga akan memicu efek samping yang lebih besar lagi.

Beberapa efek samping yang biasa muncul saat menggunakan steroid antara lain keluarnya rambut di tempat-tempat yang tidak biasa, seperti jenggot, kumis.

"Selain itu, jantungnya juga membesar. Ini masih dalam batas logis, kenapa? Karena dengan otot yang lebih besar, butuh jantung yang lebih besar untuk bisa memompa darah lebih banyak," jelas Michael.

"Tapi tekanan darah tinggi lebih mudah terjadi, diabet muncul, ginjalnya rusak."

"Dan yang paling ekstrem dari pada itu, semua orang yang pakai steroid ingin lebih macho, lebih keren, berotot besar, tapi maaf testisnya jadi kecil dan akhirnya penisnya jadi kecil juga," pungkas dokter yang pada 2020 dianugerahi penghargaan dari Kemenpora atas usahanya selama ini dalam meningkatkan prestasi atlet Indonesia, terutama atlet bulutangkis ini mengatakan bahwa, ketika

https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/18/160200023/alasan-doping-seperti-testosterone-booster-dilarang-dalam-olahraga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke