Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Optimisme Riset Kelautan di Indonesia

Oleh: Dr. A’an Johan Wahyudi

WILAYAH Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dua per tiga bagiannya adalah laut menjadi sebab keniscayaan pembangunan di sektor kelautan. Laut Indonesia cukup luas dan sekaligus dalam, karena sekitar 68 persen perairan laut Indonesia memiliki kedalaman lebih dari 200 meter.

Sejarah masa lalu bangsa Indonesia tidak terlepas dari laut, meski belakangan kita merasakan kurangnya perhatian negara ini pada sektor kelautan. Hampir 70 persen aktivitas perekonomian Indonesia ditopang dengan berbasis pada aktivitas daratan. Hal ini merembet pada aktivitas riset nasional yang lebih condong bukan pada aktivitas riset kelautan.

Seyogyanya, jika kita melihat pada proporsi laut nasional dan apa yang telah manusia lakukan pada laut kita, maka meningkatkan porsi riset kelautan menjadi sebuah konsekuensi logis. Peningkatan porsi riset kelautan menjadi fondasi terhadap visi kemerdekaan dan kemandirian pengelolaan maritim nasional.

Layaknya kalimat bijak, “kita perlu tahu tingginya ombak dan kuatnya angin di laut sebelum mengarungi samudra,” maka penguasaan terhadap pengelolaan laut nusantara harus diawali dengan kemandirian dan kemerdekaan melakukan riset kelautan.

Selain itu riset kelautan menjadi salah satu cara manusia Indonesia untuk membalas budi sekaligus bertanggung jawab atas dampak yang kita berikan. Tiga ancaman terbesar pada laut (warmer, more acidic, less oxygen) lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia yang justru berkiblat pada pembangunan di daratan. Sampah yang banyak ditemukan di laut juga sebagian besar berasal dari daratan.

Agenda riset kelautan: Foresight 2020-2035

Akhir tahun 2017, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia telah merilis Foresight Riset Kelautan Indonesia 2020-2035. Pada tahun yang sama beberapa lembaga riset dan universitas di Indonesia juga mendeklarasikan Konsorsium Riset Samudra. Salah satu motivasinya adalah untuk meningkatkan porsi riset kelautan nasional.

Sebagai tindak lanjut dari deklarasi tersebut, telah disusun Agenda Riset Samudra (ARS) sebagai rencana saintifik riset kelautan. Ada tujuh agenda riset yang merujuk pada dorongan strategis rencana pembangunan nasional. Tujuh agenda riset samudra ini relevan dengan enam isu utama riset kelautan Indonesia 2020-2035.

Keenam isu utama riset kelautan adalah ketahanan pangan, ketahanan energi, keanekaragaman hayati laut, pencemaran laut, pengelolaan ekosistem, dan perubahan iklim.
Agenda riset pendayagunaan sumber daya alam pada ARS tercakup dalam isu ketahanan pangan dan energi. Dorongan strategisnya adalah terwujudnya pendayagunaan sumber daya alam hayati dan nirhayati berkesinambungan.

Tema-tema riset pada isu ketahanan pangan antara lain kajian stok biota laut, riset biota tangkap ekonomis penting, riset budidaya/marikultur, dan riset teknologi pasca panen. Sementara itu tema riset pada isu ketahanan energi meliputi riset eksplorasi asal dan aksesibilitas sumber energi berbasis laut, riset energi terbarukan hayati dan nir-hayati (e.g., biofuel), dan eksplorasi cekungan hidrokarbon.

Riset pemanfaatan sumber daya hayati laut juga menjadi bagian dari usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Riset-riset semacam ini perlu diimbangi pula dengan pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan nasional.

Riset pada isu keanekaragaman hayati tidak terlepas dari dorongan posisi Indonesia sebagai wilayah dengan kekayaan hayati laut yang melimpah. Riset keanekaragaman genetis, spesies, dan ekosistem tetap relevan dalam beberapa dekade yang akan datang. Eksplorasi galur unggul, identifikasi informasi genetik, eksplorasi spesies baru, riset potensi sumberdaya hayati laut, kajian layanan ekosistem, dan riset adaptasi terhadap perubahan lingkungan merupakan topik-topik riset yang relevan.

Tiga isu utama riset kelautan berikutnya merupakan isu kompleks yang terkait satu dengan lainnya.

Pertama adalah isu pencemaran laut yang seolah menjadi bahasan tanpa henti dan diperkirakan akan tetap eksis sampai beberapa dekade yang akan datang. Tiga bahasan inti dari riset pencemaran laut antara lain kajian sumber asal bahan pencemar, dampak pencemaran, dan penanganan pencemaran. Bahasan-bahasan tersebut terkait erat dengan isu riset kelautan pada isu pengelolaan ekosistem laut.

Berbagai aspek keilmuan dalam riset kelautan sangat diperlukan pada isu ini, misalnya oseanografi, ekologi, biologi, dan sebagainya. Beberapa tema riset yang masih perlu dikembangkan antara lain, pengembangan indeks kesehatan laut, indeks resiliensi lingkungan, rehabilitasi/restorasi, dan kesinambungan/efisiensi sumber daya alam.

Isu selanjutnya adalah riset perubahan iklim, pengasaman laut dan deoksigenasi. Agenda riset ini dilakukan untuk menjawab dorongan strategis terwujudnya strategi nasional terkait adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta penurunan risiko bencana. Perubahan iklim menjadi ancaman terbesar abad terakhir ini, maka diperlukan riset-riset untuk adaptasi dan mitigasinya.

Riset multidisiplin oseanografi terkait sistem biosfer, interaksi iklim dan laut, dan variabilitas spatio-temporal cukup penting menjadi fondasi agenda riset ini. Pengembangan metode baru (model, forecasting, dsb) juga sangat diperlukan untuk riset pada isu perubahan iklim ini.

Riset lainnya yang juga terkait langsung dengan perekonomian nasional yaitu riset infrastruktur maritim dan riset kelautan untuk perekonomian maju dan mandiri. Pengembangan sains dan teknologi terkait infrastruktur maritim sangat diperlukan untuk mendorong konektivitas di negara kepulauan seperti Indonesia. Pemerataan perekonomian tentunya tidak terlepas dari konektivitas antar pulau.

Optimisme riset kelautan pada era BRIN

Visi Indonesia menjadi poros maritim dunia mendorong riset kelautan sebagai keniscayaan untuk menjadi pilar penopang utama pembangunan maritim. Namun, visi ini sekaligus menjadi tuntutan bahwa riset kelautan Indonesia harus berkualitas global.

Peningkatan kualitas riset kelautan dapat dilakukan dengan memenuhi berbagai critical mass berkualitas global, di antaranya adalah sumber daya manusia, infrastruktur, dan program riset. Selain itu perlu juga memenuhi pra-syarat suksesnya implementasi riset kelautan.

Komitmen peningkatan kualitas SDM riset Indonesia telah diiringi kebijakan penerimaan pegawai baru pada tahun 2021 ini. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuka formasi 325 CPNS dan PPPK berkualifikasi S3, dimana salah satu bidang yang dikehendaki adalah bidang riset kelautan.

Menurut Kepala BRIN, Dr. Laksana T. Handoko, norma standar periset harus minimal S3. Hal ini dilakukan untuk menghimpun periset yang mampu berkompetisi secara global, siap bekerja, dan memiliki portofolio yang memadai di bidangnya.

Perihal infrastruktur riset, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga telah menyiapkan beberapa kawasan riset strategis yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang riset kelautan Indonesia.

Fasilitas riset tersebut antara lain: Laboratorium Riset Oseanografi Terintegrasi (Jakarta); Fasilitas Riset Bioindustri Laut (Mataram); Fasilitas Riset Genomik, Biodiversitas Tropika, dan Lingkugan (Cibinong); Pusat Repositori Nasional Keanekaragaman Hayati; dan Kawasan Riset dan Eksplorasi Sumber Daya Laut (Ambon).

Selain itu, BRIN juga siap mengembangkan dan mengelola National Oceanic Research Fleet, yaitu pengelolaan kapal riset nasional. Konsolidasi pengelolaan kapal riset dari lembaga penelitian di Indonesia akan meningkatkan efisiensi pengelolaan dan pemanfaatannya untuk eksplorasi dan riset kelautan berstandar global.

Program riset kelautan yang akan datang juga dituntut semakin mendunia dan memasyarakat. Program riset yang mendunia berarti dapat bersaing pada tataran global dan mengacu pada isu-isu dunia. Keenam isu utama riset kelautan Indonesia telah sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDG nomor 2 tentang ketahanan pangan/tanpa kelaparan, nomor 13 tentang aksi iklim dan nomor 14 tentang ekosistem laut.

Selain itu, pada awal 2020, telah dicanangkan Decade of Ocean Science oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Program global ini menjadi lokomotif pendorong untuk riset kelautan di Indonesia.

Pada konteks nasional, program riset kelautan dituntut dapat berkontribusi dalam pembangunan sehingga bermanfaat untuk masyarakat Indonesia.

Selain meningkatkan program riset dari ARS, saat ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang nantinya akan bergabung ke BRIN juga telah menyiapkan program riset kelautan nasional untuk pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau. Program ini juga terkait dengan program pembangunan mewujudkan ketahanan iklim, yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Selain faktor SDM, infrastruktur, dan program, terdapat beberapa faktor lain yang dapat mendorong keberhasilan riset kelautan di Indonesia.

Faktor pertama adalah kolaborasi jejaring riset. Secara optimistik, era BRIN akan mampu meningkatkan hal ini. Faktor kedua adalah perlu adanya sistem observasi, data, dan informasi kelautan nasional yang terintegrasi. Keberadaan sistem ini menjadi keniscayaan seiring dengan berkembangnya riset kelautan di Indonesia. Namun demikian, sistem tersebut harus ditopang oleh metode assessmen dan pemodelan oseanografi, laut dan iklim yang valid.

Konsolidasi lembaga-lembaga penelitian yang dilakukan oleh BRIN diharapkan mampu mempercepat terpenuhinya faktor-faktor kesuksesan riset kelautan Indonesia.

Dr. A’an Johan Wahyudi

Koordinator Program Riset Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Peneliti Madya bidang Biogeokimia Laut dan ASEAN Science Diplomat

https://www.kompas.com/sains/read/2021/07/21/140100123/optimisme-riset-kelautan-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke