Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[POPULER SAINS] Epidemiolog Tegaskan Indonesia Butuh PSBB, Bukan PPKM Mikro | Saat Ini Bumi Terjebak Panas

KOMPAS.com - Sejak kemarin, 22 Juni 2021 hingga 5 Juli 2021, kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 diberlakukan.

Padahal, para ahli sudah berkali-kali menekankan yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), bukan PPKM mikro.

Alasan ahli menyebut Indonesia butuh PSBB ketat menjadi salah satu berita populer Sains Kompas.com edisi Selasa (22/6/2021).

Berita populer lainnya adalah tentang obat ivermectin yang disebut-sebut akan dijadikan obat terapi Covid-19 dan diproduksi 4 juta dosis per bulan. Sebenarnya bagaimana potensi obat tersebut?

Kembali ke masa lalu, kita tahu bahwa manusia purba banyak meninggalkan jejak berupa lukisan gua. Namun saat itu masih minim cahaya. Bagaimana mereka melakukannya?

Topik lain yang menarik untuk disimak, para ilmuwan NASA menemukan bahwa saat ini Bumi terjebak panas. Apa yang terjadi?

Berikut rangkumannya:

1. Indonesia butuh PSBB, bukan PPKM Mikro

Mulai kemarin, kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 berlaku hingga 5 Juli 2021.

Padahal, sebelumnya banyak ahli mengingatkan bahwa yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat.

Usulan PSBB disarankan oleh lima perhimpunan profesi dokter, yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (Perki).

Ahli epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr dr Windhu Purnomo, pun menegaskan, yang dibutuhkan Indonesia saat ini PSBB, bukan PPKM mikro yang disebutnya jelas tidak efektif.

Ini alasan ahli kenapa Indonesia butuh PSBB ketat, baca di sini:

Epidemiolog Tegaskan Indonesia Butuh PSBB Ketat, Bukan PPKM Mikro

2. Potensi obat Ivermectin untuk Covid-19

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, obat ivermectin yang diproduksi PT Indofarma telah mendapat izin edar dan akan diproduksi 4 juta dosis per bulan.

“Kita sudah mulai produksi, dan InsyaAllah nantinya dengan kapasitas produksi 4 juta (tablet) per bulan,” tutur Erick.

Dalam akun Instagram-nya, Erick menyebut bahwa Ivermectin adalah obat anti-parasit yang sudah digunakan terbatas untuk terapi penyembuhan Covid-19 di berbagai negara, dari India sampai Amerika, dan juga Indonesia.

Ivermectin juga masih terus diuji untuk penambahan indikasi penggunaan untuk Covid-19.

Apa itu Ivermectin dan potensinya untuk Covid-19? Baca selengkapnya di sini:

Erick Thohir Sebut Akan Produksi 4 Juta Ivermectin Per Bulan, Bagaimana Potensinya untuk Covid?

3. Bagaimana manusia purba melukis dinding gua?

Gua adalah galeri seni pertama umat manusia. Nenek moyang kita membuat peta bintang, adegan berburu, dan jalur hewan zaman es di tempat tersebut.

Namun, gua bukanlah studio yang bagus, tak ada cahaya alami dan manusia tak dapat melihat dalam gelap.

Padahal, beberapa karya seni ditemukan di lorong sempit atau jauh di dalam sistem gua yang gelap.

Lalu bagaimana nenek moyang kita ini menaklukan gelapnya gua untuk membuat lukisan-lukisan kuno itu?

Dikutip dari CNN, Selasa (22/6/2021) untuk menjelaskan bagaimana seniman Zaman Batu ini bekerja di ruang gelap yang sulit diakses ini, para arkeolog di Spanyol menjelajahi catatan arkeologi untuk mencari bukti, bagaimana manusia purba menggunakan kayu dan zat lain untuk membuat obor dan lampu yang dapat menerangi 'studio' mereka.

Baca penelusuran mereka di sini:

Tanpa Cahaya Alami, Bagaimana Manusia Purba Bikin Lukisan di Dalam Gua?

4. Saat ini Bumi terjebak panas

Panas Bumi terus meningkat dan berada di tingkat mengkhawatirkan. Jumlah panas yang terjebak oleh daratan, lautan dan atmosfer Bumi menjadi berlipat ganda selama kurun waktu 14 tahun.

Sebuah studi baru, yang dilansir dari The Verge, Senin (21/6/2021), mengungkapkan bahwa peningkatan jumlah panas Bumi hingga berlipat ganda ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Guna mengetahui seberapa banyak panas yang terperangkap di planet yang kita tinggali ini, para peneliti melihat pengukuran dari satelit milik badan antariksa nasional Amerika Serikat, NASA.

Satelit NASA ini melacak berapa banyak energi Matahari yang memasukit atmosfer Bumi, serta berapa banyak energi atau panas yang dipantulkan kembali ke luar angkasa.

Para peneliti ini kemudian membandingkan antara jumlah panas yang diserap Bumi, dan jumlah yang dipantulkan kembali ke luar angkasa yang disebut dengan ketidakseimbangan energi.

Selengkapnya baca di sini:

Bumi Terjebak Panas pada Tingkat Mengkhawatirkan, Studi Ini Jelaskan

https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/23/070200923/populer-sains-epidemiolog-tegaskan-indonesia-butuh-psbb-bukan-ppkm-mikro

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke